Kamis, 20 Agustus 2015



SENSORY INTEGRATION, MEMANJAKAN DAN PHOBIA

Apakah ada hubungan antara ketiga hal di atas? Ada. Ketika pola asuh memanjakan dilakukan dalam keluarga pada saat anak masih berusia balita, maka saat remaja dan dewasa anak berpeluang mengalami phobia atau ketakutan dan kecemasan luar biasa terhadap suatu obyek yang secara obyektif tidak harus menimbulkan rasa takut.

Memanjakan yang seperti apa yang berpeluang memperburuk phobia?
Dan, mengapa usia balita itu crucial?

Memanjakan anak, biasanya didasari oleh keinginan melindungi anak secara berlebihan dengan menghindarkan anak dari rasa tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional. Orangtua yang memanjakan seringkali tidak sanggup mendengarkan tangisan anaknya, tak tahan melihat anak yang kecewa dan sedih serta tak tahu cara menolak keinginan anak selain memenuhinya. Yang tidak disadari adalah pola asuh memanjakan ini, membuat anak menjadi "lumpuh" secara imajiner, sehingga anak tak mampu membantu dirinya sendiri. Ia punya tangan tapi terbiasa disuapi, ia punya kaki tapi terbiasa digendong, ia punya pikiran tapi tak diajak berpikir dan berdiskusi, ia punya hati tapi tak diajak untuk berempati.

Karena "dibuat lumpuh" maka ia menjadi betul-betul tidak berdaya ketika menghadapi kesulitan yang sesungguhnya secara obyektif pada usia tersebut seharusnya sudah bisa ia atasi.

Misalnya, pada usia balita anak sudah perlu melakukan sensory integration atau menyeimbangkan dan mengkoordinasikan seluruh sensori yang dimilikinya. Ia dapat melihat dan membedakan bentuk. Ia dapat mengenali berbagai macam suara/bunyi. Ia dapat mencium beragam bau dan mengecap beragam rasa. Ia dapat menyentuh berjenis tekstur. Ia dapat mengendalikan sendi juga menyeimbangkan tubuhnya.

Kematangan sensori dipengaruhi oleh perkembangan syaraf dan juga sejauh mana ia dilatih untuk mengembangkannya. Oleh karena itu seorang balita perlu diperkenalkan pada sebanyak-banyaknya stimulus sensori. Selain menghadapi stimulus yang biasa ditemuinya sehari-hari, ia juga perlu diperkenalkan pada stimulus yang mungkin jarang ditemuinya. Misalnya, berjalan di lantai kasar berbatu dan di atas tanah yang basah dan licin. Mendengar suara bising stasiun kereta, hiruk pikuk keramaian pasar dan bahkan malam yang hening di sebuah desa. Mencium aroma khas pasar ikan dan pasar tradisional. Melihat gambar geometris yang kaku dan wajah-wajah orang yang asing. Mengunyah makanan yang bertekstur lembek dan sayuran yang dingin serta agak pahit. Berada di tempat yang tinggi dan bergerak seperti lift dan eskalator. Semuanya perlu dirasakan.

Setiap stimulus sensori yang baru akan membuatnya merasa kurang nyaman. Saat itu maka emosinya akan terpicu. Dalam kadar tertentu, anak perlu belajar untuk mengendalikan emosinya. Bila anak menangis, marah, cemas karena kurang nyaman terhadap suatu stimulus sensori, maka menghindari stimulus tersebut bukanlah cara yang bijak, karena anak tidak diberi kesempatan untuk menguatkan kendali dirinya. Cara menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan ini yang kerap dipilih oleh orangtua yang memanjakan anaknya. Daripada anak rewel karena berbelanja di pasar tradisional yang gerah, becek, hiruk pikuk dan bising, orangtua memilih untuk berbelanja di supermarket. Atau daripada anak tidak makan karena sulit menelan daging yang kenyal, maka lebih baik makanan diblender.

Pola menghindari stimulus yang tidak nyaman secara terus menerus akan membuat anak "lumpuh" dan kehilangan kesempatan belajar mengendalikan emosinya. Sementara saat usianya bertambah besar, maka stimulus akan semakin kuat dan boleh jadi ada beberapa situasi di mana ia tidak bisa menghindarkan diri. Perasaan tidak berdaya membuatnya merasa gagal dan bila itu berlangsung terus menerus terutama bila diiringi dengan libatan emosi yang sangat kuat maka dapat menimbulkan kecemasan juga phobia pada stimulus-stimulus tertentu.

Bila memanjakan itu membuat 'lumpuh', tak berdaya, cemas dan bahkan phobia. Masihkah kita tetap akan memanjakan balita kita?

--------------
*notes:
- Untuk ABK (anak-anak berkebutuhan khusus) yang biasanya memang memiliki keterbatasan pada beberapa aspek SI (Sensory Integration), maka pengelolaannya membutuhkan pendekatan lebih khusus.

- Ilustrasi kasus adalah benar terjadi (bukan fiktif) namun identitas dihilangkan. Dan kasus sudah dianalisis dengan prosedur tertentu, sehingga ditemukan bahwa latar belakang masalahnya adalah karena pola asuh.

- Phobia bisa dipengaruhi sebab lain selain pola asuh yang kurang tepat. Seperti pengalaman traumatis atau kondisi bawaan (gangguan emosi berat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...