Kamis, 24 Juni 2021

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

 Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya menemukan ada orang tua yang bahkan berlinang air mata ketika saya bertanya, "Bagaimana kalau ibu memberikan kesempatan pada anak ibu untuk melakukan sendiri pekerjaan tsb?(terkait masalah yang dikeluhkan)" Mereka menjawab, "Bagaimana nanti kalau anak saya gagal, bagaimana kalau mereka melakukan kesalahan, bagaimana kalau mereka menjadi sedih, dst."

"Kesempatan" adalah salah satu kebutuhan dasar psikologis bagi anak. Jeffrey Young dalam bahasan mengenai skema dan kebutuhan dasar anak, menjelaskan bahwa "kesempatan" adalah untuk menumbuhkan sense otonomi, atau perasaan mampu yang akan mendorong anak berinisiatif melakukan banyak hal. Motivasi, usaha, kesungguhan akan tumbuh berkait dengan ini. Selanjutnya anak akan mengembangkan kompetensi berupa pengetahuan dan kecakapan yang akan memperkuat identitas dirinya.
Jadi sederhananya untuk mencapai identitas diri, skema atau tahapan-tahapannya adalah:
- Curiosity (rasa ingin tahu) anak terhadap lingkungannya
- Orang tua memberi "kesempatan" pada anak untuk bereksplorasi
- Rasa ingin tahu menguat dan mendorong inisiatif.
- Inisiatif memperkuat motivasi
- Motivasi kuat mendorong usaha dan kesabaran.
- Pengulangan aktivitas akan membentuk kompetensi (pengetahuan dan kecakapan).
- Orang tua konsisten memperkuat dengan apresiasi, dukungan, bimbingan, dll.
- Anak mengembangkan kepercayaan diri dan identitas diri terkait kemampuannya.
Jadi dalam rangkaian skema ini, dapat dikatakan bahwa identitas diri diawali dari seberapa besar kita sebagai orang tua atau orang dewasa memberikan kesempatan pada anak.
Lalu, mengapa ada orang tua yang enggan memberi kesempatan pada anaknya?
Dari hasil pengamatan saya menemukan bahwa orang tua yang:
- selalu membantu anak
- menganggap anak lemah atau tidak mampu
- takut anak gagal.
- takut dirinya dinilai gagal sebagai orang tua.
- takut anak sedih atau kecewa.
- takut dirinya sedih dan kecewa melihat kegagalan atau kesedihan anak.
- merasa bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang selalu membantu anak.
- merasa bahwa orang tua lebih tahu yang terbaik, sehingga harus selalu mengambilkan keputusan untuk anak.
- tidak mau repot, ingin cepat, dan enggan membimbing anak belajar.
Dll.
Berpeluang sangat besar untuk tidak memberi "kesempatan" pada anak untuk melakukan suatu aktivitas. Hingga akhirnya anak menjadi "lumpuh" karena tidak mampu atau tidak berani melakukan sesuatu yang umumnya anak pada usianya sudah mampu melakukan.
Tema apa saja yang orang tua enggan memberikan kesempatan pada anak? Mulai dari yang paling sederhana, makan sendiri, mengerjakan tugas sendiri, memilih teman mainan, buku, memilih jurusan di perguruan tinggi, dll. Pada umumnya jika orang tua tidak memberikan "kesempatan" pada anak sejak awal, maka skema kebergantungan akan berkembang terus sampai remaja dan berpeluang menumbuhkan kecemasan, ketakutan, pada area di mana anak tidak memperoleh kesempatan.
Mari penuhi kebutuhan anak dengan memberikan "kesempatan" pada mereka untuk mampu mandiri sesuai dengan usianya.
Yeti Widiati 240621

MENGAPA LUKA PENGASUHAN TERASA LEBIH DALAM DAN MENYAKITKAN? - yws

 

Luka pengasuhan adakalanya terasa lebih dalam dan lebih menyakitkan, karena berkait dengan orang yang:
- paling signifikan
- paling dijadikan sandaran
- paling diharapkan perlindungannya
- paling diharapkan penerimaannya
Anak yang terbatas, lemah dan belum memiliki pertimbangan yang baik, tidak memiliki pilihan untuk bergantung selain kepada pengasuhnya saja. Karena keterbatasan itu pula, seringkali mereka salah menyimpulkan perkataan dan perlakuan pengasuhnya.
Terlepas dari itu, luka pengasuhan tetap memiliki peluang untuk sembuh, dengan syarat:
- Di samping keterbatasan pengasuh, anak tetap merasakan kasih sayang, penerimaan dan perlindungan pengasuhnya dalam ragam bentuk (terlihat, terdengar, terasa/VAKOG).
- Sedapat mungkin menyelesaikan "Unfinished Bussiness" sehingga tidak berkembang menjadi "Distortion Beliefs".
- Terjadi proses reframing yang biasanya merupakan hasil dari kematangan berpikir.
Kesembuhan luka pengasuhan pada anak, bergantung pada perubahan atau perbaikan cara pengasuhan orang dewasa di sekitarnya.
Bagi orang dewasa yang masih terganjal dengan luka pengasuhan, emosinya meningkat setiap terpicu, maka menuntut orang tuanya yang sudah renta untuk mengubah pengasuhan adalah tidak realistis.
Sebagai orang dewasa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidak bisa menyalahkan dan menuntut pihak lain untuk mengubah kondisinya. Dirinya perlu melakukan 'limited reparenting', untuk menyembuhkan lukanya sendiri.
Yeti Widiati 020621

LUKA PENGASUHAN, APAKAH BISA SEMBUH? - yws

Luka pengasuhan adalah luka psikologis yang disebabkan pengalaman traumatik yang berlangsung dalam interaksi antara anak dengan pengasuhnya khususnya selama masa anak (0-12 tahun).

Apakah luka pengasuhan ini pasti berakibat buruk pada kehidupan individu di masa dewasanya? Jawabannya bisa YA, bisa juga TIDAK. Untuk memahami hal ini, saya akan menganalogikannya dengan luka fisik, yang mungkin akan lebih mudah dipahami.
Pertanyaan yang kurang lebih sama, akan saya ajukan, Apakah bila seseorang terluka, maka akan meninggalkan bekas dan berpengaruh di masa depan? Jawabannya sama, bisa YA, bisa juga TIDAK, bergantung dari:
- Seberapa parah lukanya?
- Seberapa besar daya tahan individunya?
- Apakah lukanya diobati?
- Apakah terus-menerus terluka/dilukai?
- Apakah individu belajar cara mengobati lukanya?
- Apakah individu belajar untuk hidup sehat agar daya tahan tubuhnya meningkat dan tidak mudah terluka?
Syarat kesembuhan itu juga berlaku untuk mereka yang terluka karena pengasuhan.
Jika kita sebagai orang tua,
- maka berusahalah untuk tidak menimbulkan luka pengasuhan pada anak.
- bila hal tersebut tidak bisa dihindari, maka segeralah mengobati dengan mengoreksi cara pengasuhan agar tidak lagi melukai.
- perkenalkan anak pada ragam orang, sehingga mereka belajar ragam skema perilaku lain yang tidak bisa diajarkan orang tua.
Jika kita sebagai orang dewasa yang memiliki luka pengasuhan,
- maka belajarlah untuk accept/menerima apa yang sudah terjadi dan belajar forgive/memaafkan keterbatasan pengasuh. Dan izinkan diri untuk menyembuhkan diri sendiri.
- belajarlah cara-cara penyembuhan.
- belajarlah skema perilaku yang baru, yang mungkin kurang berkembang atau tidak dimiliki.
- belajarlah cara hidup yang sehat untuk meningkatkan resiliensi dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam hidup.
Yeti Widiati 270521

PRINSIP KEPALAN TANGAN - yws



Bayi dan balita cenderung memasukkan benda yang dipegangnya ke dalam mulut. Semakin kecil usianya, peluangnya semakin besar. Hal ini adalah hal yang wajar sebagai bagian dari proses belajar manusia yang diawali melalui sensori, khususnya merasakan melalui lidahnya (gustatory).
Kesempatan eksplorasi dengan semua indra tetap perlu diberikan agar perkembangannya berjalan seimbang, namun tetap ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua untuk menjaga keamanan bayi dan balita dari bahaya tersedak atau menelan benda-benda berbahaya dan tidak bisa dicerna.
Berikan pada bayi, benda-benda/mainan yang tidak bisa hancur, pecah atau tertelan, yang besarnya melebihi kepalan tangannya. Untuk balita yang sudah lebih besar, bisa saja diberikan mainan yang lebih kecil, namun harus didampingi dan diawasi dalam menggunakannya.
Yeti Widiati 210421

MENGAPA LUKA PENGASUHAN TERJADI? - yws

 

Ada anak yang sangat yakin bahwa orang tuanya tidak menyayanginya atau memperlakukannya tidak adil dibanding kepada saudara-saudaranya. "Keyakinan" dan pendapat ini bahkan menetap hingga remaja bahkan dewasa. Mempengaruhi emosi, perilaku dan hubungannya dengan orang tuanya, bahkan juga mempengaruhi respon atau perilakunya ketika berada dalam setting yang mirip dengan setting bersama orang tuanya. Misalnya, ketika dikritik oleh orang lain, ketika menghadapi orang yang dominan, menghadapi situasi kompetitif, bullying, dll.
Luka yang belum sembuh di masa lalu, tertoreh kembali oleh situasi di masa kini, sehingga kembali terasa nyeri.
Ada banyak kemungkinan mengapa LUKA PENGASUHAN bisa terjadi. Beberapa di antaranya, adalah:
- ANAK MASIH BERGANTUNG SEPENUHNYA KEPADA ORANG TUANYA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN FISIK DAN PSIKOLOGISNYA.
Kebutuhan psikologis anak yang harus terpenuhi, diantaranya adalah; merasa disayang, diperhatikan, dilindungi, dihargai. Dan ini hanya bisa dipenuhi oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak dengan segala keterbatasannya belum bisa memenuhinya sendiri. Ketika orang dewasa (karena sesuatu dan lain hal) tidak memenuhi kebutuhan anak, maka anak akan terluka. Terutama bila hal ini berlanjut terus dan tidak teratasi.
- KETERBATASAN ANAK DALAM MEMAHAMI DAN BERPIKIR.
Ketika kebutuhan psikologis anak tidak terpenuhi, maka anak menjadi salah menyimpulkan. Misalnya, orang tua yang tidak menunjukkan cintanya secara konkrit dan VAKOG (dengan kata, sentuhan, waktu, ekspresi, dll), disimpulkan sederhana oleh anak bahwa dia tidak disayang.
- ORANG TUA YANG LUPUT, TIDAK TAHU, KURANG PEKA ATAU TIDAK BISA MEMENUHI KEBUTUHAN ANAK
Ketika seorang anak menangis menuntut agar dia diperhatikan, atau anak protes karena merasa diperlakukan tidak adil, orang tua tidak selalu menangkap pesan dari tangisan anak. Akhirnya orang tua salah menangkap dan salah berespon pula yang menyebabkan luka psikologis anak tidak sembuh.
LUKA yang "tidak sembuh" ini yang terbawa ke masa dewasa, dan berpengaruh pada perilaku kita dan juga bagaimana kita menyelesaikan masalah. Menjadi signifikan mengganggu bila mempengaruhi konsep diri menjadi negatif, fungsi hidup kita terganggu (kognitif, emosi, perilaku, sosial).
Bila kita sebagai orang dewasa melukai hati anak, maka orang dewasa lah yang perlu segera mengatasinya. Kita tidak pernah tahu apa akibatnya di masa depan. Mungkin saja anak menjadi resilien bila ia mengalami "koreksi". Tapi bila tidak ada koreksi maka anak bisa menjadi lebih terluka.
Tapi bila kita sebagai orang dewasa masih menyimpan luka pengasuhan ini, yang terasa menyakitkan ketika terpicu, kembali, maka kita perlu menyembuhkan diri kita sendiri. Tak bisa menuntut orang tua yang meminta maaf atau mengubah perilakunya. Kita yang bertanggung jawab atas perubahan dan kesembuhan diri kita sendiri.
Yeti Widiati 140421

PENGALAMAN ADALAH GURU YANG TERBAIK - yws


Begitu kata pepatah.
Tapi mengapa banyak orang yang sudah berpengalaman membuat pencapaian dalam hidupnya, masih merasa bahwa dia tidak mampu? Atau ada orang yang sudah berpengalaman hidup puluhan tahun di dunia, namun saat menghadapi kesulitan perilakunya kembali ke usia kanak-kanak?
Jadi pengalaman saja tidak cukup untuk membuat orang percaya diri, merasa mampu dan menjadi matang.
Kalau begitu, hal apa yang bisa membuat akumulasi pengalaman memberikan efek peningkatan bagi diri kita?
Tebak-tebakan yuk ....
Yeti Widiati 270321

PUJIAN SEPERTI APA YANG "SEHAT" UNTUK ANAK? - yws


- Anak jangan terlalu banyak dipuji, nanti jadi sombong dan besar kepala.
- Kalau anak terlalu sering dipuji, nanti jadinya riya. Dan riya itu dosa. Nanti anak melakukan sesuatu karena ingin dipuji, bukan karena penting atau wajib.
- Kenapa harus dipuji ketika anak belajar? Anak kan memang seharusnya belajar. Tidak perlu pujian pada sesuatu yang memang seharusnya dilakukan.
- Pujian itu hanya kalau hebat saja, misalnya jadi juara. Kalau nggak, kenapa harus dipuji?
- dan alasan-alasan lain orang tua tidak mau memuji anaknya.
--------------------
Pernah mendengar pendapat-pendapat di atas? Atau mungkin kita sendiri mempunyai pendapat-pendapat seperti itu?
Kalau pujian itu banyak bahayanya, lalu mengapa banyak psikolog menyarankannya? Atau, adakah batasan dan aturan cara memuji yang sehat dari sisi psikologis?
Saya akan memulai bahasan dari Kebutuhan Dasar Psikologis Anak. Menurut Jeffrey Young, ada 5 kelompok kebutuhan dasar anak, yaitu:
- Secure attachment, atau hubungan yang membuat rasa aman
- Otonomi, kompetensi untuk pembentukan identitas diri
- Validasi dan ekspresi emosi
- Spontanitas dan bermain
- Batasan dan aturan yang adil, serta bimbingan untuk mengendalikan diri.
Di manakah letaknya kebutuhan akan "pujian" itu? "Pujian" ada di dalam semua kelompok di atas, namun terutama ada di dalam kebutuhan secure attachment dan kebutuhan otonomi & kompetensi.
Dalam kebutuhan SECURE ATTACHMENT, pujian dimaknai oleh anak sebagai bentuk perhatian (attention), penghargaan (regards), penerimaan (acceptance) dari orang tua, yang membuat anak merasa trust (percaya pada orang tua) dan terlindung.
Oleh karena itu orang tua yang enggan memuji anak atau bahkan sebaliknya lebih sering mengkritik anak, akan dimaknai sebagai penolakan dan ancaman oleh anak. Menimbulkan rasa tidak aman dan tidak terlindung.
Kekurangan pada pemenuhan kebutuhan ini, kerap mendorong anak untuk berbuat ragam perilaku agar kebutuhannya dipenuhi. Bisa dengan berbuat sangat patuh atau sebaliknya dengan ketidak-patuhan.
Sementara dalam kebutuhan OTONOMI dan KOMPETENSI DIRI, pujian dimaknai sebagai bentuk pengakuan (acknowledge) dan apresiasi orang tua terhadap kemampuan anak, membentuk kompetensi, konsep diri dan memperkuat kepercayaan diri anak terhadap kemampuannya.
Anak-anak yang memperoleh pengakuan dan apresiasi, menjadi tahu apa yang sudah dicapai, dan termotivasi untuk mengembangkan diri. Sebaliknya yang kebutuhan ini tidak terpenuhi, konsep dirinya menjadi negatif, kehilangan semangat berusaha, dan kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya.
Bagi anak yang belum mengetahui mana perilaku yang diterima dan tidak diterima, maka "pujian" menjadi sangat penting untuk menunjukkan mana perilaku yang diterima atau disetujui orang tua. Bila orang tua hanya melarang, maka anak hanya tahu mana yang tidak boleh tapi tidak tahu mana perilaku yang diharapkan darinya.
Carol Dweck, mengatakan bahwa yang harus dipuji (praise) oleh orang tua adalah usaha anak, bukan hasilnya. Hasil adalah bagian dari proses, jadi kurang atau lebih, benar atau salah, baik atau buruk adalah bagian dari proses belajar yang wajar dan normal pada anak. Hasil perlu diakui dan diterima. Bila usaha yang dipuji, maka peluang hasil berubah menjadi lebih baik akan lebih besar.
Nah, jadi apakah kita sekarang sudah memperoleh "benang merah" "PUJIAN" seperti apa yang dibutuhkan anak? Pujian yang mengandung:
- ATTENTION: perhatian orang tua terhadap apa yang dilakukannya.
- ACCEPTANCE; penerimaan kemampuan anak apa adanya.
- ACKNOWLEDGE: pengakuan bahwa anak sudah membuat suatu pencapaian, sebesar apapun itu.
- APRECIATION; penilaian positif terhadap apa yang dilakukan. Orang tua tidak hanya mengkritik (fokus pada kesalahan atau hal negatif).
- HONEST & OBJECTIVE: jujur, tidak berbohong atau mengada-ada.
- DESKRIPTIF: jelas apa yang dicapai anak dan diterima orang tua.
Jadi misalnya, kita bisa mengatakan:
"Wah adek sudah bisa jalan sampai pintu"
"Terima kasih ya Kak, meskipun tugasnya sulit, tapi kakak sudah berusaha mengerjakan."
"Alhamdulillah, kamu mau membantu bunda, meskipun sebetulnya kamu ingin main. Bunda terima kasih sekali, kamu bersedia mendahulukan orang lain."
Yuk dilanjutkan. Kita buat sebanyak mungkin kalimat "PUJIAN" yang sehat untuk anak-anak kita, agar kebutuhan psikologisnya terpenuhi.
Yeti Widiati 190321

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...