Kamis, 28 Desember 2017

WHALIEN 52 - yws
(Konteks Memahami Remaja)

Whalien 52 adalah sebuah lagu dari grup Boys-band Korea BTS. Terinspirasi dari kehidupan 52 hertz Whale yang merupakan salah satu spesies paus langka yang memiliki frekuensi suara tidak biasa. Paus ini suaranya setinggi 52 hertz namun sayangnya tidak bisa didengar oleh paus-paus lainnya karena paus lainnya hanya bisa mendengar antara 10–39 Hz. Sehingga paus ini sebut sebagai "paus paling kesepian di dunia" "world's loneliest whale".


Paus ini menginspirasi Namjoon (member grup band Korea, BTS) sehingga menciptakan lagu berjudul Whalien-52. Bercerita tentang paus yang kesepian dan menganalogikan paus ini dengan remaja yang sekalipun ia berteriak keras, namun tak seorang pun mendengar dan memahaminya. Sama seperti Whalien yang kesepian, remaja pun seolah kesepian di dalam keramaian. Ia berteriak menyuarakan pikiran dan perasaannya, tapi ‘tak seorang pun’ memahaminya.

Saya mendengar lagu ini beberapa bulan lalu, dan tercenung menghayati problem para remaja (usia 13 - 18 tahun). Cukup banyak kasus remaja berkait dengan komunikasi. Orangtua (dan guru) kesulitan berkomunikasi dengan remaja, dan sebaliknya remaja pun kesulitan berkomunikasi dengan orang dewasa. Dalam beberapa kasus, para remaja ini benar-benar seperti whalien, yang sekalipun mereka "berteriak" menyuarakan kata hatinya, tetap saja orangtua tidak paham dan malah menganggap mereka aneh. Keinginannya, kebiasaannya, minatnya, pemikirannya, dlsb. semua dipandang aneh. Sehingga alih-alih mencoba memahami, yang ada adalah judging/penilaian. Bukannya menyelesaikan masalah, malah memperuncing konflik, membuat jarak makin lebar, dan masalah pun tidak tuntas.

Remaja pasti berubah, karena secara alamiah mereka sedang dalam proses perubahan menuju dewasa. Ini tidak mudah pada sebagian remaja, karena mereka perlu melepaskan ketergantungan dan memasuki masa kemandirian. Challenge-nya adalah, ada banyak remaja belum menguasai bagaimana caranya mandiri, karena kurangnya kesempatan, kurangnya trust dari orang dewasa dan juga kegamangan mengharmoniskan tuntutan lingkungan terhadap dirinya dengan dorongan-dorongan dari dalam dirinya sendiri.

Mereka butuh didengar
Mereka butuh dipahami
Mereka butuh empati
Mereka butuh dipercaya
Mereka butuh diberi kesempatan
Mereka butuh mengalami kesalahan
Mereka butuh diapresiasi saat melakukan hal benar

Siapkah kita para orangtua/guru mengubah cara pandang bahwa mereka bukan anak-anak lagi? Mereka adalah orang-orang muda yang menuju kedewasaan namun tetap membutuhkan bimbingan.

Agar mereka tak menjadi Whalien yang kesepian, berteriak keras tapi tak ada yang mendengarnya ...

Yeti Widiati 83-211217

Selasa, 26 Desember 2017



MENIKMATI PERJALANAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK - yws

Ceritanya kita dan beberapa orang teman berkemas untuk bersama mendaki gunung. Diantara teman-teman ini, ada yang sudah trampil naik gunung, ada yang belum trampil tapi ia cukup kuat ada yang mudah lelah dan ada pula yang sama sekali belum pernah naik gunung.

Kita akan mendaki gunung untuk sampai puncak. Dan untuk sampai puncak, kita akan mengacu pada peta yang diberikan dan kita perlu melalui beberapa pos. Di pos itu ada pengecekan, apakah kita siap untuk melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya dengan melihat perbekalan yang kita miliki, kebugaran fisik dan juga kemampuan kita.

Setelah menyiapkan diri, berangkatlah kita dengan beberapa teman ini untuk mendaki gunung dan mencapai puncak. Ternyata, belum jauh perjalanan mulai terlihat ada perbedaan dalam kecepatan setiap orang. Mereka yang trampil sudah berjalan melebihi teman-temannya yang lain. Tapi juga ada teman-teman yang tertinggal karena mereka belum cukup trampil mendaki, sering berhenti karena mudah lelah atau bahkan terlambat karena penyebab tak terduga lainnya (kehabisan bekal, terpeleset, terhalang binatang lewat, dll). Namun kebanyakan kita masih bisa berjalan bersama-sama.

Pada akhirnya ada yang sampai di puncak terlebih dahulu. Ada yang tiba beramai-ramai, ada yang lebih lambat, dan bahkan ada pula yang tidak sampai ke puncak sama sekali.

Namun yang menarik adalah bagaimana kita semua menikmati perjalanan tersebut.
- Ada yang berjalan dengan riang gembira menikmati perjalanannya sekalipun ia tidak terlalu cepat.
- Ada pula yang mengeluh terus karena merasa terbebani dan merasa kesulitan. Terlepas apakah dia sampai atau tidak, namun ia tidak menikmati apa yang dilakukannya.
- Ada yang menghayati perjalanan ini sebagai kompetisi, sehingga berjalan tergesa-gesa. Mereka ini pun tidak bisa menikmati perjalanannya dengan senang.
--------------

Saya mencoba menjadikan perjalanan mendaki gunung itu sebagai metafora pengasuhan dan pendidikan anak.

Misalkan, puncak gunung adalah kemampuan/ketrampilan tertentu yang perlu dicapai oleh seorang anak. Maka "peta" adalah "skema" yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan tersebut. Pos-pos pemberhentian adalah tahapan-tahapan usia tertentu, yang biasanya dijadikan acuan penilaian pencapaian tugas perkembangan.

Nah, setiap anak dilahirkan dengan resourcesnya masing-masing. Boleh jadi ada kurang di satu hal namun banyak lebih dalam hal lain. Mereka semua pada awalnya berangkat dari titik yang sama, namun kemudian menjadi berbeda kecepatan perkembangannya karena resourcesnya dan juga karena pengaruh lingkungannya. Ada yang lebih cepat, ada yang lebih lambat. Namun sebagian besar mengikuti kurva normal, dan berada dalam kelompok besar yang sama. Mereka yang berada dalam kelompok 60-80% persen ini lah yang dijadikan acuan millestone oleh para peneliti. Misalnya, umumnya anak sudah bisa berjalan pada usia antara 11 -14 bulan.

Lalu bagaimana dengan anak-anak yang terlambat perkembangannya? Maka dibutuhkan penerimaan dan kebijakan dari orangtua untuk mengasuh, mendampingi, melatih dan mendidiknya. Bila anak lambat, maka tak perlu dipaksakan harus sama dengan anak-anak lain yang lebih cepat. Skema atau "peta perjalanan" dan juga tujuannya masih tetap sama, tapi kecepatan yang berbeda membuatnya perlu acceptance dan kesabaran lebih besar dari orangtua/pengasuhnya.

Orangtua tak perlu membantu berlebihan hanya agar anaknya bisa sama dengan anak-anak lain, karena fondasi kemampuan yang kurang kuat, akan membuat hilangnya kepercayaan diri anak dan kebergantungan yang besar pada orangtuanya. Analogi dengan pendaki itu adalah mereka yang mendaki tapi digendong orang lain. Akibatnya kaki mereka tetap tidak kuat, dan mereka gamang berdiri di tempat yang tinggi.

Bagi anak-anak ini, dengan kondisi dan resources apa pun (menurut saya) jauh lebih baik adalah mereka menikmati perjalanan pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga potensinya benar-benar bisa termanfaatkan dengan baik.

Orangtua yang penuh penerimaan akan membuat anak nyaman dan terlindungi. Dan anak yang bahagia membuat orangtuanya juga bahagia.

Yeti Widiati 84-261217

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...