Senin, 13 Juni 2016

Ketika Beban seperti Sebongkah Batu
Ada orang yang memandang beban dalam hidup seperti bongkahan batu besar yang harus dibawa olehnya dalam perjalanan hidup ini. Beban-beban ini ia panggul di punggungnya, sehingga punggung, pundak dan lehernya terasa kaku menahan berat yang ia tanggung. Tekanan (stres) bertambah berat ketika ia melihat betapa batu itu begitu besar dan berat. Ia menjadi cemas, meragukan kemampuannya sendiri untuk memanggul batu yang berat tersebut. Kecemasan membuatnya panik dan serba salah, ketika ia menyadari bahwa ada banyak sekali batu-batu lain yang ia pikir harus juga diangkat olehnya.
Beberapa orang mengeluh, "Mengapa batu yang harus saya bawa begitu berat?"
Lainnya mengeluh, "Mengapa batu yang saya bawa begitu banyak?"
Ada juga yang membandingkan, "Mengapa orang lain batunya lebih ringan atau lebih sedikit daripada saya?"
Ada yang berteriak menuntut bantuan, "Mengapa tak ada orang yang membantu saya membawa batu-batu ini?"
Tak jarang yang terjatuh dan menuduh, "Tuhan tidak adil karena memberikan batu yang berat ini pada saya." atau “Ini gara-gara orang lain, maka saya harus membawa batu yang demikian berat dan banyak.”
Namun, ada juga yang berpikir solutif, "Bagaimana caranya saya harus membawa batu-batu ini semuanya?"
Bagi mereka yang menghayati beban dalam hidup ini seperti batu yang perlu ditanggung, dibawa dan dipindahkan, boleh juga mengingat hal-hal berikut ini;
  1. Allah tidak akan membebani seseorang melebihi dari kemampuannya. Maka yakinlah bahwa beban sudah didisain sesuai kemampuan kita. Dan bahwa setiap kesulitan selalu diiringi dengan kemudahan.
  2. Kalaulah setiap batu mewakili sekian banyak beban dalam hidup, maka boleh jadi tidak semua batu harus kita bawa. Tidak semua beban harus kita tanggung. Pilih yang paling prioritas, yang benar-benar menjadi tanggung jawab kita, dan tidak ada orang lain yang bisa membawanya selain diri kita. Itu lah beban yang kita bawa.
  3. Tinggalkan beban/masalah yang berada di luar jangkuan kita (masalah orang lain, masalah tetangga, dll) bukan tanggung jawab kita secara langsung. Jangan merepotkan diri dengan hal yang kita tidak sanggup menanganinya. Gunakan filosofi keselamatan di pesawat, “Kenakan masker oksigen terlebih dahulu, sebelum membantu mengenakan masker oksigen pada orang lain”
  4. Berfokuslah pada kemampuan yang kita miliki, bukan pada keinginan untuk membawa semua beban. Kalau kita punya alat untuk membawa semua beban, silakan. Tapi kalau tangan kita hanya 2 maka, bawa apa yang kita bisa bawa dengan 2 tangan tersebut.
  5. Bila batu terlalu besar, mungkin kita berpikir untuk memecahnya, meskipun itu berarti menghabiskan waktu dan tenaga. Meninggalkan dan mencari batu lain yang bisa dibawa, boleh jadi langkah yang lebih realistis.
  6. Beristirahatlah saat penat membawa batu. Makanlah untuk menambah tenaga dan belajarlah mencari teknik membawa batu yang lebih efektif dan efisien.
  7. Keyakinan bahwa kita membawa batu berlian yang mahal akan jauh lebih memotivasi dibanding bila kita membawa batu karang yang tak bernilai. Karenanya memberikan arti dan nilai pada kewajiban akan membuat kita lebih menghargai setiap langkah yang kita ambil, setiap peluh yang mengalir dan setiap tenaga yang kita keluarkan sehingga tak menjadi kelelahan yang sia-sia.
Yeti Widiati 280316
Sumber gambar: website hopechiro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...