Senin, 13 Juni 2016

DEFENSE MECHANISM BERBAU AGAMA - yws
- Seseorang men-share berita yang berisikan ayat-ayat kitab suci tanpa mengecek terlebih dahulu sumber dan content-nya. Ketika diingatkan, jawabannya, "Yang penting niat dan tujuannya baik kok, kalau ada yang salah, yang dosa kan yang buat pertama kali, bukan kita yang membagikan ... "
- Seseorang membagikan foto-foto korban kecelakaan, korban perang, perbuatan asusila dan kekerasan, kemudian berkata, "Peristiwa dan kejadian buruk itu harus dishare agar orang tahu betapa jahatnya dia, kita harus menghukum dan menjauhinya. Kalau kita tidak bisa mengubah hal munkar dengan tangan kita, maka minimal kita bisa share berita semacam ini sebanyak-banyaknya agar orang lain waspada."
- Seseorang disakiti orang lain dan berdiam diri, "Saya mah sabar saja, nanti orang itu akan dapat balasannya dari Allah, entah di dunia maupun di akhirat."
- Seseorang mengalami kecelakaan setelah melanggar rambu lalu lintas, dan dia mengatakan, "Ini memang takdir dari Allah saya harus menerima musibah ini."
- Ada orangtua yang selalu memenuhi keinginan anaknya, memberikan hadiah, bantuan dan segala kemudahan hingga anaknya manja dan tidak mandiri kemudian berkata, "Tapi saya kan cinta anak saya. Saya kerja dan dapat uang itu kan untuk membahagiakan anak-anak saya."
- Dst. (silakan dilanjutkan)
Defense Mechanism atau mekanisme pertahanan diri adalah istilah dalam psikologi untuk menjelaskan perilaku otomatis yang tidak disadari yang merupakan upaya pada diri kita melindungi diri kita dari sesuatu yang kita hayati sebagai serangan terhadap harga diri kita. Penjelasan sederhananya, kita akan berusaha untuk menghindari rasa malu, dan rasa bersalah pada diri ketika kita melakukan kesalahan misalnya, dengan berbalik menyalahkan pihak lain (proyeksi).
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri adalah sangat normal dan wajar. Sama normalnya dengan perilaku ketika kita lari karena takut digigit ular. Menjadi tidak wajar apabila kita lari saat bertemu kucing, ayam, cecak, bahkan nyamuk yang semuanya bukan sesuatu yang secara objektif menimbulkan rasa takut.
Dalam kehidupan nyata, hal itu bisa terjadi misalnya ketika kita menghadapi kekecewaan berteman dengan seseorang, kemudian kita akhirnya menghindari berteman dengan siapa pun karena takut mengalami kekecewaan lagi. Padahal belum tentu juga teman yang lain akan menyakiti dan membuat kita kecewa.
Intinya, defense mechanism yang dilakukan terus-menerus dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi menunjukkan kekurangmampuan diri kita untuk menghadapi situasi atau masalah tertentu dalam hidup kita dengan ragam respon lain yang lebih tepat.
Saya kerap menemukan (bahkan tidak jarang saya sendiri melakukan), defense mechanism yang seolah religius. Menggunakan terminologi dan/atau konsep agama padahal sebetulnya kita hanya memanfaatkan agama untuk mendukung perbuatan salah yang kita lakukan.
Mereka yang menggunakan agama sebagai alat defense, entah bagaimana kerap kali juga menjadi jauh lebih emosional ketika diingatkan. Sebaliknya, mereka yang mengingatkan tak jarang akhirnya malah berbalik dibully, karena dipandang menyerang agamanya bukan dilihat sebagai orang yang mengevaluasi perilaku salah. Karena dibully itu maka orang yang mengingatkan akhirnya berubah menjadi apatis (ini juga defense), memilih diam daripada mengingatkan.
Sungguh hati terdalam itu misteri, hanya Allah dan dirinya yang tahu apakah dia bersungguh menyandarkan diri pada agama atau hanya memperalat agama untuk menutupi kesalahannya. Boleh jadi ada orang-orang bijak dan berpengetahuan yang bisa menangkap niat buruk seseorang, tapi biasanya orang-orang seperti ini tidak akan gegabah berkata, "Saya diberi tahu Allah kalau dia sesat, munafik, kafir, dst ..."
*(Tetap) refleksi untuk diri
* Berterima kasih pada teman-teman yang istiqomah mengingatkan saya
Yeti Widiati 060416

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...