Minggu, 12 Juni 2016

MASALAH ITU ADA PETA DAN JADWALNYA - yws
Bulan-bulan ini sampai sekitar bulan Juni para ibu yang punya anak TK-B resah karena anaknya mau masuk SD. Mereka mulai kuatir apakah anaknya bisa masuk SD atau tidak. Mereka juga baru menyadari bahwa ada banyak kecakapan dan kemandirian yang ternyata belum dikuasai oleh anaknya. Kegelisahan yang meningkat ini turun dalam bentuk "kursus kilat" kecakapan yang akhirnya juga berbuah kecemasan pada anak. Ini adalah saat awal anak menyadari bahwa masuk sekolah itu menimbulkan kecemasan.
Hal yang sama juga terjadi pada orangtua yang anaknya kelas 6, 9 dan 12.
Mulai 2 tahun lalu, kecemasan orangtua anak kelas 9 bertambah, bukan hanya karena mencari SMA yang sesuai keinginan, tapi juga diberlakukannya penjurusan kelas sejak kelas 9. "Feodalisme" dalam pendidikan yang menempatkan jurusan IPA lebih prestige daripada IPS dan Bahasa, membuat orangtua membabi buta memaksakan anaknya masuk IPA. Sementara anak baru gede ini minim sekali pemahamannya baik tentang dirinya sendiri, maupun tentang peta karir. Kegelisahan orangtua bahkan bisa sampai mendorong mereka untuk mengakali bagaimana caranya agar anaknya masuk jurusan IPA.
Orangtua anak kelas 12 gelisah terkait memilih perguruan tinggi dan jurusannya. Abai bahwa salah satu fungsi perguruan tinggi adalah kendaraan untuk pencapaian kematangan berpikir dan pribadi. Perguruan tinggi dianggap sebagai cara memperoleh label untuk memperoleh pengakuan dan prestige yang memudahkan mencari pekerjaan. Dan karenanya hampir selalu siswa kelas 12 berjejal memaksakan diri untuk masuk di jurusan, fakultas atau PTN favorit dan mengabaikan minat, passion dan kekuatannya.
Pemahaman dan kesadaran yang jujur memang kerap terjadi kemudian. Demotivasi, wanprestasi terjadi sepanjang proses belajar di perguruan tinggi. Atau ada juga yang sempat menyelesaikan studinya dan bertahun-tahun kemudian harus mengakui bahwa pilihan jurusannya bukanlah passionnya. Itu terjadi ketika dia bekerja pada bidang yang sama sekali berseberangan dengan latar belakang pendidikannya. Atau ketika ia memutuskan untuk mengambil lagi pendidikan yang lebih sesuai dengan minat dan kekuatannya.
Sistem pendidikan kita yang tidak ramah ini menyebabkan para orangtua menjadi gelisah. Guru pun ikutan-ikutan terbawa suasana. Dan akhirnya siapa lagi yang menjadi korban kalau bukan siswa. Kecemasannya meningkat jelang ulangan harian dan mencapai kulminasinya pada saat ujian. Anak-anak yang melakukan coping stress secara mandiri dengan bersikap santai, di sisi lain membuat orangtuanya bertambah stress. "Kok anak saya cuek saja ya Bu. Gak sungguh-sungguh belajar." Serba salah jadinya, stress salah gak stress juga salah, hehe ...
Kalau diteruskan jadwal masalah dan stress ini masih panjang. Stress ketika lulus kuliah dan mencari kerja. Stress dalam pekerjaan itu sendiri. Stress mencari pendamping hidup, ketika melajang, ketika punya anak, ketika belum punya anak, interaksi dengan pasangan, perselingkuhan, masalah ekonomi, perceraian, ketika bertambah tua, dst.
Kalau kita sudah tahu peta dan jadwal masalah. Akan lebih baik bagi kita untuk membuat persiapan. Karena stress adalah pilihan 
*Siap-siap presentasi memilih jurusan untuk orangtua kelas 3 SMP"
Yeti Widiati S. 231014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...