Jumat, 25 Agustus 2017

KEPATUHAN - yws

Pertanyaan yang paling banyak diajukan orangtua dalam mendidik anak adalah, "Bagaimana caranya agar anak mau mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya?" Diperkirakan ketidakpatuhan meliputi sepertiga masalah tingkah laku anak.


Kepatuhan didefinisikan sebagai melakukan sesuatu sesuai perintah orangtua.

Sesungguhnya, kebanyakan anak patuh pada pengarahan orangtua. Namun demikian, belajar melakukan sesuatu yang harus dikerjakan, baik suka ataupun tidak suka, tetap merupakan hal sulit.

Anak memang kadang tidak patuh pada aturan orangtua. Tingkah laku tidak patuh ini memuncak pada usia 2 tahun kemudian berkurang sedikit demi sedikit dan kembali menonjol pada usia remaja.

Sejumlah ketidakpatuhan yang wajar perlu dilihat sebagai ekspresi sehat dari perkembangan ego untuk mencari kemandirian dan kemampuan mengarahkan diri (self-direction). Jangan memandang penolakan anak sebagai tanda bahwa orangtua tidak kompeten atau bahwa anak dengan sengaja membuat marah dan mempermalukan orangtua. Memang ada anak, yang secara konsisten tidak patuh dan otomatis menolak permintaan atau perintah. Ketidakpatuhan disebut abnormal bila terjadi sangat sering, sangat kuat, atau 3 kali melewati periode waktu normal.


3 BENTUK UTAMA KETIDAKPATUHAN:
1. Tipe Passive Resistant,
Bentuk ini saat anak menunda melakukan hal yang diminta. Biasanya mereka mencibir, merengut, diam, menarik diri, mengeluh dan tidak bersemangat ketika menjalankan perintah/aturan.

2. Tipe Openly Defiant,
Anak melakukan penolakan secara terbuka dengan mengatakan "Saya tidak mau melakukannya". Anak tipe ini cenderung secara verbal menyakiti atau mengamuk (temper tantrum) untuk bertahan.

3. Tipe Spiteful
Terjadi bila anak melakukan hal sebaliknya dari yang diperintahkan. Contohnya, anak diminta diam tetapi malah berteriak dengan keras.

Jika ketidakpatuhan menjadi “cara hidup” anak, ia akan mengembangkan kebiasaan negativistik yaitu ia akan (sering) berseberangan dengan pendapat dan prinsip orang lain. Dia tidak sepakat dengan orang lain dalam segala hal tanpa dasar rasional atas ketidak setujuannya.


PENYEBAB KETIDAKPATUHAN

Beberapa alasan penyebab ketidakpatuhan adalah:
a. Disiplin Longgar
Orangtua permisif yang tak berani dan berusaha tidak mengatakan "tidak" pada anak.

b. Terlalu keras atau disiplin yang kaku
Orangtua secara berlebihan mengkritik, perfeksionistik, mengomel atau mendominasi.

c. Disiplin tidak konsisten
Orangtua yang kadang memaksakan aturan, namun di lain waktu mengabaikannya.

d. Orangtua berada dalam keadaan stress atau konflik
Salah satu atau kedua orangtua mengabaikan peran sebagai orangtua karena tuntutan pekerjaan, tidak berminat, masalah pribadi, perceraian, atau konflik perkawinan.

e. Anak kreatif
Anak kreatif atau yang berpendirian kuat cenderung tidak patuh dan bertingkah laku sesuai keinginannya sendiri.

f. Anak yang Marah dan kecewa
Anak yang marah atau kecewa pada salah satu anggota keluarga akan membuat masalah dengan bertindak tidak kooperatif.

g. Sikap Orangtua yang Berseberangan terhadap Otoritas
Sikap orangtua terhadap kekuasaan akan mempengaruhi kepatuhan anak. Jika orangtua sering mengkritik atau kurang menghargai hukum atau penegak hukum, maka anak akan meniru skema (pola perilaku) tersebut dan menjadi kurang hormat kepada orang dewasa.

h. Anak kurang cerdas
Semakin cerdas seorang anak semakin mungkin anak mematuhi aturan. Anak cerdas dapat mengantisipasi konsekuensi tindakan mereka, dan dapat menunda kepuasan segera untuk tujuan jangka panjang.

i. Anak dalam keadaan emosional
Anak cenderung kurang mau patuh ketika mereka lelah, sakit, lapar atau kesal.


MENCEGAH ANAK TIDAK PATUH
Kuncinya adalah membangkitkan sikap kerja sama pada anak dengan menghindari pola asuh otoriter dan permisif yang ekstrim. Lebih baik, berada di tengah-tengah (antara otoriter dan permisif). Ditunjukkan dengan sikap orangtua yang tidak ragu dalam menyusun aturan dan melakukannya dengan kombinasi cinta dan penalaran. Cara ini disebut Authoritative Parental Control. Tuntutan yang dibuat untuk anak diseimbangkan dengan kehangatan, alasan, penghargaan dan kepekaan/respon terhadap kebutuhan anak.

Ketika anak merasakan aturan namun dengan penuh cinta, maka kecenderungan mereka untuk memberontak akan berkurang. Perlu digaris bawahi, ketegasan tidak sama dengan dominasi (penguasaan). Target kepatuhan lebih pada ketegasan daripada dominasi.

a. Bangunlah Hubungan yang Erat
Jika orangtua dan anak saling menyukai dan akrab satu sama lain, maka anak akan semakin mudah menerima pengarahan orangtua. Sebab anak akan berusaha menyenangkan orangtuanya. Oleh karena itu luangkanlah waktu setiap hari untuk memberikan perhatian penuh dan kasih sayang pada anak.

b. Bersikap Responsif
Jika orangtua memenuhi permintaan anak, maka anak cenderung patuh pada permintaan orangtua. Ini adalah hukum resiprokal (timbal-balik), seperti, "Jika kamu menggaruk punggung saya maka saya akan menggaruk punggungmu."

Penelitian menunjukkan bahwa sikap patuh berkembang pesat pada masa bayi jika orangtua berespon cepat pada tangisan atau kebutuhan bayi. Orangtua yang tidak peka, lebih peduli pada keinginannya sendiri, mudah terpengaruh suasana hati dan sibuk, cenderung memiliki anak yang kurang patuh. Oleh karena itu semakin orangtua kooperatif dan sensitif terhadap kebutuhan dan tanda-tanda stress anak, semakin orangtua mengembangkan kepatuhan anak.


c. Hindari menjadi Diktator
Jangan memberi perintah jika dapat meminta. Hindari berperan sebagai diktator atau boss bagi anak. Cobalah meminta dan menyarankan daripada memberikan pengarahan langsung, anak akan lebih patuh dengan cara ini. Jika anak tidak punya pilihan selain patuh, berikan pengarahan dengan jelas dan langsung. Hindari membuat anak bingung.

Jika mungkin, berikanlah kesempatan pada anak untuk menyusun aturannya sendiri. Anak biasanya lebih suka patuh dengan cara ini. Tak perlu mengharapkan anak patuh setiap saat. Lebih baik orangtua memberikan anak “peringatan” atau waktu sebelum anak melaksanakan perintah, misalnya; "5 menit lagi waktu tidur". Biasanya dengan cara ini, anak akan lebih siap untuk patuh. Karena anak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan dirinya. Oleh karena itu berikanlah waktu ekstra dan kesempatan beberapa menit untuk menyelesaikan permainan mereka sebelum waktu berakhir.

Juga, izinkanlah anak sedikit menggerutu ketika melaksanakan perintah yang tidak menyenangkan. Ini memberikan kesempatan anak melepaskan perasaan kesal dan ketegangan. Orangtua dapat membicarakan pentingnya peraturan tersebut setelah anak tidak kesal lagi.

Izinkan pernyatan perasaan seperti:
· "Saya benci mencuci piring"
· "Saya tidak suka membersihkan kamar"

Ini bukan pernyataan "Saya tidak akan." Ini adalah pernyataan perasaan anak. Anak berhak tidak menyukai sesuatu. Hormati perasaan anak dan bantulah anak mengekspresikannya secara tepat. Kita boleh berharap anak melakukan apa yang kita minta, tanpa perlu memaksa menyenanginya. Biasanya anak tetap akan menyelesaikan kewajibannya, meskipun sambil cemberut.

d. Memberikan Contoh
Jika orangtua memiliki sikap positif terhadap otoritas dan hukum, anak cenderung akan menghargai dan menghormati kekuasaan dan figur otoritas. Jika orangtua tidak mengikuti rambu lalu lintas, atau meremehkan polisi, anak juga cenderung mencontoh hal tersebut.

e. Menyusun Aturan
Setiap tuntutan merupakan aturan bagi anak. Anak tidak memiliki pilihan selain mematuhinya. Berapa pedoman dalam menyusun aturan adalah sebagai berikut:


·        Lihat Anak sebagai Individu (Sesuai usia, karakter dan keunikannya)
Orangtua selayaknya merupakan orang yang paling tepat untuk menyusun aturan yang dibutuhkan anak. Mereka dapat menyusun aturan yang sesuai dengan kepribadian, tingkat kematangan dan kondisi khusus anak. Meski aturan berlaku individual, namun demikian orangtua tetap harus memperhatikan aturan yang berlaku secara umum untuk anak seusianya.

·        Susun Aturan Secara Spesifik
Dalam menentukan aturan, yakinlah bahwa anak mengetahui secara tepat apa dan kapan hal itu harus dilakukan (batas waktunya). Hindari mengatakan, "Bersihkan kamarmu." Lebih baik mengatakan, "Gantung pakaian di kamarmu, bereskan tempat tidur dan taruh mainan di tempatnya." Anak juga harus mengetahui apakah ia melaksanakan aturan dengan benar. Contohnya, jika orangtua mengatakan,
"Kamu harus membuang sampah setiap sore sebelum makan malam." Ini berarti mengosongkan tempat sampah di dapur dan di kamar mandi.

·        Mengemukakan Alasan
Penelitian menunjukkan jika orangtua menerangkan alasan dari suatu aturan, maka anak akan lebih siap mematuhinya. Jangan meminta kepatuhan buta karena hal ini menghambat perkembangan penalaran moral anak. Jika alasan dari suatu tuntutan semakin jelas, termasuk kebutuhan atau hak orang lain, maka anak dan terutama remaja akan semakin patuh.
Anak juga akan lebih siap patuh pada aturan jika mereka memperoleh keuntungan dari aturan tersebut. Jika hanya orangtua atau orang dewasa lain yang memperoleh keuntungan dari aturan tersebut, anak menjadi kurang berminat untuk patuh.

·        Percayalah Bahwa Anak Kita adalah Anak yang Patuh
Ketika orangtua meminta anak melakukan sesuatu, bersungguh-sungguhlah dan percayalah bahwa anak akan patuh. Jangan bersikap skeptis dengan meragukan dan berprasangka buruk pada anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak lebih sering patuh daripada tidak patuh pada orangtuanya, bahkan pada usia 2 tahun. Anak yang keras kepala pun sesungguhnya juga adalah anak baik yang ingin menyenangkan orangtuanya.

·        Membuat beberapa Tuntutan
Buatlah tuntutan sesuai dengan kebutuhan. Lebih baik memberikan 5 aturan yang dapat diingat dan dipatuhi 100 % daripada membuat 10 aturan yang hanya dapat dipatuhi 50%. Kebanyakan orangtua menyusun terlalu banyak aturan dan tidak mengusahakannya secara konsisten. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak aturan yang dibuat, semakin anak melawan orangtuanya.

·        Mendasarkan Peraturan pada Tingkah Laku dan bukan Person-nya
Lebih baik mengatakan: "Bola bukan untuk dilempar di dalam rumah" daripada, mengatakan, "Bunda tidak suka kamu melempar bola di dalam rumah." Pernyataan kedua seolah hanya untuk memenuhi keinginan pribadi orangtua.
Buatlah pernyataan langsung, "Sekarang waktunya tidur," daripada membujuk anak dengan mengatakan, "Saya suka kalau kamu pergi tidur sekarang."

·        Nyatakan dalam Cara Positif
Nyatakanlah aturan dalam cara positif. Ceritakan pada anak apa yang perlu dilakukan (pendekatan prescriptive) daripada apa yang tidak boleh dilakukan (proscriptive). Contohnya, katakan, "Bicaralah dengan suara pelan," lebih baik daripada "Jangan berteriak." Mengatakan, "Gunakanlah sendok dan garpu," daripada "Jangan makan dengan tangan."

·        Perhatikan Sopan Santun
Dalam menyatakan aturan, perhatikan nada suara, pendekatan dan penggunaan kata. Hindari cara yang membuat anak bersikap oposisional. Pendekatan memohon atau membujuk akan menyakiti perasaan anak, "Teganya kamu melakukan hal ini pada saya," pendekatan kemarahan, kebencian (menyoroti kesalahan) dan pernyataan kritik, "Jangan malas, ayo bersihkan mainan yang berantakan ini," membuat anak merasa buruk dan memicu tingkah laku oposisional.

Bersikap tenang, terus terang dan santai ketika memberikan perintah menunjukkan sikap positif orangtua pada anak dan percaya bahwa anak akan mengikuti pengarahan orangtua.

·        Memberikan Pilihan
Dalam menyampaikan tuntutan, berilah anak kebebasan untuk memilih. Orangtua dapat mengatakan,
- "Kalau kamu tidak dapat bermain dengan tenang, pergilah bermain di luar,"
- "Apakah kamu mau tidur setelah acara TV, atau tidur sekarang? Kalau tidur sekarang, saya akan membacakan cerita"
- "Duduklah di kursi ini sampai kamu mau mencuci piring."
- "Kamu mau mandi di kamar mandi atas atau bawah?."

Memberikan pilihan cenderung meningkatkan kemandirian dan kemampuan pengambilan keputusan pada anak.

·        Bersikap Fleksibel
Batasan harus dibuat secara bertahap sesuai dengan kematangan anak, sehingga semakin memberikan kebebasan dan tanggung jawab.

f. Pelaksanaan Aturan
·        Bersikap Konsisten
Aturan apa pun yang disusun, seharusnya dilaksanakan secara konsisten. Jangan lunak pada satu hari dan ketat pada hari lain. Jika anak merasa aturan berubah-ubah, mereka akan menguji aturan tersebut dalam setiap kesempatan. Anak boleh tidak melaksanakan satu aturan hanya pada keadaan yang sangat jarang dan sangat mendesak. Jika kondisi itu terjadi, mintalah anak untuk melaporkannya pada orangtua. Jangan menerima alasan yang tidak logis atau mengizinkan anak mengubah aturan. Anak harus tahu bahwa aturan itu tegas. Jika anak tidak melaksanakan aturan, orangtua harus memberikan hukuman pada anak. Berikan hukuman dengan tenang dan abaikan ledakan emosi anak.

·        Gunakan Hukuman yang Masuk Akal
Buatlah hukuman yang tepat atas kesalahan anak. Kehilangan kebebasan untuk beberapa waktu adalah hukuman yang masuk akal bila anak tidak patuh. Tidak bermain dengan mainan tertentu selama 2 hari jika meninggalkannya di sembarang tempat, berlari di jalan raya berarti ia harus bermain di dalam rumah, memukul adik berarti tinggal di kamar sendirian selama beberapa menit.

Hindari hukuman keras berlebihan, memukul pantat, mencambuk, menampar atau berteriak pada anak. Metode hukuman ini dapat memicu dendam pada anak dan merendahkan standar nilai moral orangtua. Hukuman berat menimbulkan kekesalan yang dalam (perasaan takut dan marah), dan hal ini berpengaruh dalam cara belajar dan berpikir. (Kelak anak pun akan memilih cara kekerasan untuk mengatasi masalah, terutama bila menghadapi orang yang lebih lemah.

Yeti Widiati 69-250817

Sumber: How to Help Children with Common Problems, Charles E. Schaefer & Howard L. Millman
SIBLING RIVALRY (PERSAINGAN ANTAR SAUDARA) - yws

Sibling rivalry atau diterjemahkan sebagai persaingan antar saudara adalah perasaan cemburu, tak suka bahkan dalam titik ekstrim bisa berupa rasa benci seorang anak kepada saudara atau saudara-saudaranya. Semakin besar jumlah anak dalam keluarga, maka peluang terjadinya percekcokan dan pertengkaran pun akan lebih banyak. Ini dipandang sebagai masalah yang paling sering terjadi dalam keluarga. Orangtua sering merasa kecewa karena seolah pertengkaran itu dihayati sebagai ketidakbahagiaan dan ketidakharmonisan keluarga.

Sesungguhnya pertengkaran merupakan tahap normal dalam perkembangan. Anak usia dua tahun menunjukkan perasaan marah dalam bentuk saling memukul, mendorong dan mencakar, sedang anak yang lebih tua mengejek atau menyerang orang lain secara verbal.

Meskipun kondisi tersebut merupakan hal normal, namun ada anak yang berkembang menjadi antagonis atau tidak acuh satu sama lain hingga sepanjang hidupnya.

Sesungguhnya dalam bersaudara, perasaan saling menyukai dan saling setia satu sama lain jauh lebih kuat daripada perselisihan. Oleh karena itu persaingan sebagaimana juga perasaan frustrasi adalah merupakan hal biasa asalkan tidak berlebihan dan/atau berkembang menjadi bentuk kekerasan, mengancam menyerang, dendam dan bahkan ketidakpedulian pada saudaranya.

Penelitian menunjukan bahwa anak-anak bertambah kompetitif dengan bertambahnya usia. Persaingan paling banyak terjadi pada anak-anak yang berjarak usia sangat dekat (1 atau 2 tahun), sama-sama berada pada pertengahan masa anak (8 - 12 tahun) dan berjenis kelamin sama. Seringkali kakak merasa tersaingi adiknya, dan biasanya jika kakak serius, pekerja
keras dan memiliki motivasi berprestasi tinggi, adik akan menampilkan karakter yang berbeda, periang, mudah bergaul dan tidak konvensional.

Kurangnya perselisihan antara saudara merupakan hal positif. Kondisi ini mengajarkan anak, cara mempertahankan diri, teguh pada pendirian, mampu mengekspresikan perasaaan dan dapat mengatasi konflik. Kadang-kadang, saling mengejek dapat menjadi cara bergembira bersama.

Jika persaingan antar saudara menjadi berlebihan (terlalu sering dan/atau terlalu menyakitkan), maka orangtua harus terlibat dan segera mengatasi. Orangtua tidak boleh mentolerir ejekan yang dilakukan sangat sering karena dapat merendahkan harga diri anak lain, dan akan menyakitkan perasaan satu atau beberapa anak. Jika kebiasaan mengejek dan bertengkar begitu berakar kuat, maka hampir semua tingkah laku, sekalipun hanya saling menatap dapat memicu perkelahian. Anak-anak yang terbiasa bertengkar juga akan senang mengadu agar saudaranya/orang lain memperoleh masalah.

Kekerasan terhadap saudara (yang dilakukan oleh saudara yang lain) adalah masalah serius sehingga orangtua perlu menanganinya secara serius pula dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan baik psikologis (perselisihan, meremehkan dan pertengkaran terus menerus) dan kekerasan fisik (perkelahian) oleh saudaranya.


PENYEBAB SIBLING RIVALRY
Alasan mengapa anak merasa cemburu dan benci terhadap saudaranya antara lain:
1.      Anak sangat bergantung pada orangtuanya dalam hal cinta, perhatian dan pemenuhan kebutuhan dan tak mau berbagi dengan orang lain (saudaranya).
2.      Anak tidak menerima dan tidak setuju hidup bersama dengan orang lain dalam jangka waktu lama.
3.      Favoritisme orangtua terhadap salah seorang anak dapat memicu dendam anak yang lain. Perasaan benci terhadap orangtua (yang dipandang lebih menyukai anak lain) diubah menjadi kebencian pada adik. Oleh karena itu, tingkah laku kakak merupakan gambaran bawah sadar ketidaksukaan atau penolakan orangtua terhadap seorang anak.
4.      Jika seorang anak kurang berbakat dibanding saudaranya yang usianya tidak jauh berbeda dan berjenis kelamin sama, maka anak yang kurang berbakat cenderung membenci saudaranya yang lain. Dalam kondisi ini ia merasa seluruh tindakan dan prestasinya dibandingkan dan dirasa tidak berarti dibanding prestasi saudaranya.


PENCEGAHAN SIBLING RIVALRY

a.    Cintai setiap Anak secara Unik
Cintailah setiap anak dengan cara unik dan khas. Berusahalah lebih kuat jika salah seorang anak tidak terlalu berbakat atau menarik seperti lainnya. Berikan cinta tanpa syarat jika anak kurang berhasil, dengan cara sering memperlihatkan kasih sayang, menunjukkan keunikannya dan membantu anak menemukan peran baru yang diakui dan dihargai dalam keluarga.

b.      Memperlakukan semua Anak dengan Adil
Hindari membandingkan satu anak dengan anak lain, misalnya mengatakan, "Mengapa nilai kamu tidak sebaik saudaramu?" Orangtua pun akan marah jika orang lain dianggap ideal.

Hargai keunikan dan perbedaan kemampuan anak. Sadari tanda-tanda favoritisme:
·      Memanggil seorang anak dengan istilah yang menunjukkan lebih disayangi.
·      Mendampingi seorang anak lebih dari yang lain.
·      Memanjakan salah seorang anak.
·      Terus menerus meremehkan minat, kemampuan atau penampilan anak tertentu.
·      Menghabiskan waktu lebih banyak dengan seorang anak.
·      Tertawa atau bicara lebih banyak dengan seorang anak
·      Menghabiskan uang lebih banyak bagi seorang anak (pakaian lebih baik, les privat lebih banyak, sekolah lebih mahal).

Jangan hanya mengacu pada penilaian orangtua sendiri tetapi bertanyalah pada anak apakah mereka merasa orangtua lebih suka pada satu anak daripada anak yang lain.

c.      Mempersiapkan Anak untuk Kelahiran Adik baru
Informasikan pada anak mengenai kehamilan sebelum adiknya lahir. Biarkan kakak membantu adik bayi dan tumbuhkan perasaan bahwa ini adalah bayi mereka juga. Ceritakan pada anak bahwa kelahiran bayi berarti menambah pekerjaan orangtua (terutama bila anak sudah bisa diajak bicara). Jika mereka merasa orangtua kurang bermain atau mencintai mereka, doronglah mereka untuk menyatakannya sehingga orangtua dapat memberikan cinta dan perhatian ekstra. Perhatikan kemarahan anak terhadap bayi dan/atau perilaku regresif. Jangan mengkritik atau menghukum mereka untuk hal ini. Dengarkan, beri dukungan dan jaminan cinta orangtua.

d.      Memperlakukan Anak secara Individual
Kenali bahwa setiap anak berbeda. Orangtua mungkin perlu memberikan lebih banyak waktu pada anak pertama, lebih banyak pujian pada anak kedua, dan yang ketiga sebuah buku atau raket tenis karena ia dapat menggunakannya dengan baik. Jangan memberikan seluruh anak hadiah yang sama. Lebih baik memberikan mainan berbeda sesuai minat anak. Jangan memaksa waktu tidur yang sama bagi semua anak. Anak yang lebih tua biasanya ingin tidur lebih lambat karena mereka membutuhkannya.

e.      Menyediakan Waktu Bagi setiap Anak secara Bergiliran
Sediakan waktu berdua bersama anak. Jadikanlah anak pusat perhatian, dengan menjadi teman khususnya dalam waktu yang singkat itu. Jangan membicarakan saudaranya yang lain. Ini adalah waktunya untuk mendengarkan, memperhatikan dan berbagi kesenangan. Ingatlah bahwa anak tengah, umumnya cenderung lebih merasa diabaikan. Semakin banyak orangtua memberikan perhatian terhadap anak, semakin kurang anak mencari perhatian.

f.       Mengatur Jarak Kelahiran Anak
Persaingan antar saudara dapat diperkecil jika anak berjarak usia 3½ sampai 5 tahun. Pada usia 3 tahun, seorang anak mulai belajar berbagi perhatian orangtua sehingga persaingan lebih dapat dihindari.

g.      Memberikan Privacy
Berikan setiap anak privacy. Cobalah memisahkan kamar tidur dan lemari. Semakin terpisah barang-barang milik anak, semakin kecil kemungkinan konflik diantara anak. Doronglah seluruh anggota keluarga untuk menghormati privacy orang lain.

h.      Memisahkan Anak dari Saudaranya
Hidup dekat dengan orang lain dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gesekan. Jangan meminta kakak untuk selalu mengalah dan meninggalkan adiknya. Aturlah agar setiap anak memperoleh pengalaman berbeda, misalnya dengan memisahkan mereka beberapa jam dalam sehari. Buatlah tujuan berbeda, jadwal berbeda dan kelompok teman berbeda. Pemisahan fisik dalam kadar tertentu dapat membantu perkembangan identitas yang berbeda dan membantu mengurangi gesekan.

i.       Hak terhadap Barang-barang
Ajarilah rasa hormat terhadap barang-barang pribadi sejak dini dan latihlah anak meminta izin terlebih dahulu sebelum menggunakan barang orang lain. Cobalah untuk mengurangi barang yang harus dipakai bersama seperti mainan dan radio. Jangan memaksa anak berbagi barang pribadinya bila ia belum siap. Hal ini berarti kita para orangtua menghormati dan menghargai keinginan anak

j.       Menyelenggarakan Kegiatan Keluarga Bersama
Aturlah kegiatan keluarga yang menyenangkan secara wajar, seperti piknik, pesta dan permainan. Bergembira sebagai satu keluarga membangun perasaan positif yang akan membantu mengatasi perasaan negatif seseorang.

k.      Membangun Sistem
Definisikan secara jelas tugas-tugas rumah dan tanggung jawabnya (siapa yang harus melakukannya dan kapan). Aturlah pekerjaan di rumah sehingga tidak saling tumpang tindih. Pergilirkan jenis pekerjaan, sehingga seorang anak memperoleh baik "pekerjaan bersih", maupun "pekerjaan kotor." Berilah label dan identifikasikan secara jelas mainan dan benda-benda yang dimiliki setiap anak. Aturlah batas waktu (misalnya 10 menit) anak bicara di telepon. Atur juga penggunaan televisi, komputer dan barang-barang lain yang digunakan bersama.

l.       Membentuk “Lembaga Musyawarah Keluarga”
Bentuklah lembaga musyawarah keluarga, sehingga pada waktu tertentu seluruh keluarga berkumpul untuk berdiskusi, saling berbagi, mengeluh dan membuat perencanaan. Dalam kesempatan ini, anak dapat mengungkapkan perasaannya dan didengarkan secara adil.

m.    Contoh dari Orangtua
Hubungan orangtua dengan pasangannya merupakan contoh seluruh interaksi dalam keluarga. Apakah orangtua menunjukkan kehangatan, pemahaman dan pemecahan masalah yang konstruktif, hal itu yang akan ditiru oleh anak.

n.      Melarang Mengadu atau Membuka Rahasia
Sampaikan pada anak bahwa kita semua dapat melakukan kesalahan dan tidak semuanya harus dijadikan masalah. Terus-menerus menyampaikan hal-hal kecil pada orangtua disebut "mengadu" dan hal ini akan membuat hidup dalam keluarga menjadi tidak menyenangkan. Namun demikian tentu saja orangtua harus mengetahui mengenai tingkah laku salah yang serius (misalnya, ketika salah seorang anak memukul saudaranya).

o.     Menghindari Terlalu Melindungi
Jangan terlalu melindungi anak bungsu, atau anak yang dipandang “lemah”. Setiap anak tetap harus belajar menghormati hak orang lain dan berbagi perhatian orangtua.

p.      Tidak Ada Orangtua Pengganti
Jangan memaksa anak sulung untuk mengasuh atau berperan sebagai orang dewasa terhadap adiknya. Jika kakak sering mengoreksi dan mengritik adiknya, bisa dipahami, namun terangkan kepada si kakak bahwa adalah tugas orangtua untuk melatih dan mengoreksi anak.

q.      Peduli pada Orang Lain
Ajarilah anak nilai-nilai dasar kerjasama, saling berbagi dan keterikatan. Tunjukkan bahwa hal itu sama nilainya dengan persaingan dan individualitas. Doronglah anak untuk berusaha mencapai kebaikan dalam keluarga, tidak hanya untuk kemajuan dan kesenangan pribadi. Tekankan agar anak saling berempati satu sama lain dan sadari pengaruh tingkah laku mereka pada perasaan orang lain. Berilah imbalan pada tindakan tidak egois dengan pujian dan kadang berupa imbalan konkrit. Ajarilah sikap sportif dalam bermain. Perilaku dalam keluarga adalah dasar dari perilakunya dalam bermasyarakat.


MENGATASI SIBLING RIVALRY
a.      Mengabaikan
Jika anak kelihatan berimbang, nampaknya cukup bijaksana membiarkan mereka sedikit bertengkar. Mereka akan belajar mengatasi pertengkaran tanpa perlu bergantung pada orang dewasa. Orangtua hanya ikut campur pada saat-saat yang diperlukan saja.

b.      Menengahi
Orangtua dapat membantu dengan bertindak sebagai negosiator yang adil.
Seringkali sulit menentukan siapa yang salah. Lebih baik orangtua membantu memecahkan konflik dengan mengajarkan anak ketrampilan penyelesaian masalah sebagai berikut:
·        Mengekspresikan Perasaan Marah
Ajarilah anak cara mengekspresikan rasa marah atau tidak senang secara langsung (dengan mengatakannya) pada orang lain dengan bimbingan. Mengeluarkan rasa marah (dengan kata-kata) lebih baik daripada menekan/menahannya. Tak perlu membuat anak menyangkal bahwa ia membenci saudaranya pada saat itu. Yakinkan anak bahwa orangtua memahami dan membantu mereka merasa tidak terlalu bersalah mengenai perasaan tersebut. Katakan pada anak bahwa perasaan ini normal. Katakan bahwa mereka perlu bersikap asertif, menyatakan hak, kebutuhan dan perasaan mereka tetapi tidak boleh agresif (tidak boleh mengata-ngatai, berteriak, mengancam, memukul) satu sama lain.
·        Pemecahan Masalah Timbal Balik
Doronglah anak mencari solusi. Seringkali ide-ide mereka lebih baik dibandingkan orangtua. Setiap anak harus memikirkan kemungkinan penyelesaian masalah. Nasihati mereka bahwa solusi efektif seringkali membutuhkan kompromi agar dapat mempertemukan seluruh keinginan. Tumbuhkan perasaan keadilan mereka. Jika anak terlalu kesal bernegosiasi biarkan mereka menenangkan diri sebentar.
·        Menghadapi Ajakan Berkelahi
Ajarilah anak bahwa mereka mempunyai pilihan untuk menerima atau mundur dari ajakan berkelahi. Jika saudaranya mengejek, anak perlu mengatakan, "Saya kasihan kamu begitu," dan tidak memberikan perhatian lebih lanjut.
Dengan mengajarkan ketrampilan di atas, orangtua memberikan alternatif cara menghadapi agresi untuk menyelesaikan konflik. Di sini orangtua hanya berperan sebagai wasit. Percayalah pada kemampuan anak untuk mengatasi kesulitan mereka dengan mengatakan, "Saya tahu kalian berdua dapat menyelesaikan masalah ini. Beri tahu kami apa yang kalian putuskan,"

c.    Memutuskan
Jika orangtua yakin bahwa seorang anak bersalah atau mereka tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri, orangtua perlu bertindak sebagai hakim dan juri (bukan sebagai polisi). Ajaklah anak berkumpul untuk saling mendengarkan, atau orangtua berbicara dengan setiap anak secara terpisah. Gambarkan kembali konflik dalam bahasa orangtua dan tanyalah pada kedua anak apakah orangtua bertindak adil. Seluruh pendapat dan argumen harus dikemukakan, dan keputusan yang diambil harus dipahami kedua anak. Jangan melihat masalah hanya dari satu sisi tertentu.
Psikolog anak, Haim Ginott menyarankan orangtua, untuk meminta anak menguraikan perselisihan mereka dalam bentuk tulisan yang terdiri dari 100 kata atau lebih. Tulisan tersebut berisi proses terjadinya masalah, mulai dari awal sampai akhir, termasuk pendapat pribadi mereka bila menghadapi lagi masalah yang sama pada waktu yang akan datang. Ginott juga menyatakan bahwa meski anak tidak selalu mau melakukannya, tetapi umumnya mereka menjadi tenang setelah menulis. Namun lebih banyak anak yang memilih tetap berselisih daripada menulis.
Jika orangtua menangani perselisihan, berlakulah dengan adil, tegas dan tenang dalam memberikan keputusan. Contohnya, orangtua mengatakan, "Putri, sepeda itu milik Putra. Kamu harus minta izin terlebih dahulu kalau mau mengendarainya. Putra berlaku baiklah pada Putri. Kadang kamu juga ingin meminjam mainannya." Anak akan memahami keadilan dan akan lebih menyukai keteraturan dan pengendalian.
Anak yang menggertak atau mengganggu orang lain perlu di berikan "time out" selama 5 - 10 menit.

d.      Memberikan Imbalan dan Hukuman Bersama
Ini adalah prosedur paling populer yang sering dilakukan orangtua, tanpa perlu mencari siapa yang salah.
·      Reward
Jika dua orang anak berkelahi terus-menerus, katakan pada mereka, "Jika kalian berdua bermain tanpa saling memukul, berkelahi atau mengejek, saya akan memberi hadiah kejutan bagi kalian. Saya tidak akan mengatakannya sekarang. Jika benar-benar tidak ada perkelahian selama 2 jam berikutnya, kalian akan memperoleh hadiah kejutan tersebut. Tetapi jika siapapun dari kalian memulai pertengkaran, tidak ada yang akan memperoleh hadiah kejutan tersebut. Mengerti?" Imbalan dapat berupa, snack favorit, mainan kecil atau berjalan-jalan ke taman.
Prosedur alternatif lain dengan menyetel timer dalam interval waktu berbeda. Ketika timer berbunyi, periksalah apakah anak baik-baik saja. Apabila ya, pujilah mereka atau berikanlah hadiah kecil.
Trick memberi imbalan terhadap kerja sama dalam bermain akan mengingatkan anak untuk selalu melakukan hal itu.
·        Hukuman
Jika anak berkelahi, katakanlah, "Dengar, karena kalian tidak bisa main sama-sama tanpa bertengkar, kalian berdua harus dipisahkan." Berikan "time out" masing-masing selama 5 menit dalam kamar berbeda (perhatikan keamanan, kamar tidak boleh dikunci dari dalam maupun dari luar, tidak boleh gelap, dll yang membahayakan atau menakutkan). Timer akan berbunyi bila waktunya habis. Jika kalian berkelahi lagi, kalian distrap (time out) lebih lama. Bunda tidak peduli siapa yang memulai. Kita tidak bisa berteriak dan berkelahi setiap waktu."
Jika anak berebut mainan atau barang tertentu, ambillah benda itu dan katakan bahwa mereka dapat memperolehnya lagi jika mereka telah memutuskan siapa yang boleh mengambil barang tersebut. Jika mereka bertengkar mengenai acara TV, katakan, "Baiklah, tidak boleh ada yang menonton TV sampai ada keputusan siapa yang akan menonton acara tersebut. Putuskan di kamar. Tidak ada seorang pun yang boleh menyalakan TV, sampai ada kesepakatan." Penerapan hukuman kelompok mendorong semua orang untuk menjaga perdamaian.

e.      Melepaskan Kemarahan
Dalam batas tertentu, agresi boleh dilampiaskan. (Lakukan dengan cara yang bisa diterima dan aman dilakukan, misalnya dengan memukul bantal atau kasur).

f.       Menyusun Batasan
Nyatakan dengan jelas pada anak, bahwa orangtua tidak mengizinkan mereka saling menyakiti satu sama lain secara fisik (memukul) atau dengan kata-kata (mengata-ngatai, mengejek). Dalam situasi tertentu mungkin orangtua mentolerir kekerasan fisik antara anak atau saling mengejek. Namun jangan mengizinkan kekerasan dalam keluarga dengan alasan bahwa jika seseorang melakukan kesalahan dan tidak mau mendengar alasan, orang itu boleh dipukul.

g.      Pengalihan Perhatian
Kadang, anak membutuhkan bimbingan dari orang dewasa dalam bermain, terutama bermain dalam kelompok. Bila anak berselisih ketika bermain, kehadiran orangtua dapat meredakan ketegangan. Orangtua dapat menawarkan alternatif permainan baru yang tidak menimbulkan pertengkaran. Misalnya, katakan, "apakah ada yang mau menyelesaikan puzzle ini?" Mungkin dapat membangkitkan minat anak untuk melakukan kegiatan konstruktif dan mengurangi kebencian. (Jangan melakukan aktivitas pengalihan terlalu sering, karena anak juga perlu belajar untuk menghadapi dan mengatasi masalahnya secara langsung daripada menghindari terus-menerus).

h.      Memahami Penyebab
Carilah penyebab mengapa anak mengejek saudaranya. Kurangi kemungkinan seorang anak merasa cemburu atau dendam pada saudaranya.

i.       Memisahkan
Jika dua orang anak satu sama lain saling bersikap kasar, aturlah jadwal mereka (waktu makan, mengerjakan PR, kuliah) sehingga tidak saling berbenturan.

Yeti Widiati 68-250817
Sumber: How to Help Children with Common Problems, Charles E. Schaefer & Howard L. Millman


"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...