Selasa, 15 Agustus 2017

EGOIS DAN EGOSENTRIS

Orang egois cenderung hanya memperhatikan dirinya sendiri. Mereka hanya
peduli dan memusatkan perhatian pada penampilan, kesenangan dan keinginan
dirinya lebih dari minatnya terhadap masyarakat. Pada umumnya mereka relatif
mandiri dan tidak terpengaruh oleh lingkungan. Perspektif mereka terbatas
pada kepedulian akan kegiatan atau kebutuhan pribadinya. Orang yang sangat
cerdas dan kreatif juga mandiri, dan seringkali mengabaikan pendapat orang
lain dan agak berpusat pada diri sendiri. Perbedaannya adalah bahwa orang
kreatif sangat produktif sebaliknya individu narsistik tidak produktif.

Anak secara alamiah memang egosentris. Alam anak balita berpusat pada
dirinya sendiri. Seolah-olah "Saya dan alam semesta ini adalah satu." Anak
kecil memiliki cara pandang tunggal yaitu terhadap dirinya sendiri. Seiring
dengan waktu dan pengalaman, mereka akan belajar untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain. Kemampuan untuk melihat dari perspektif orang lain
diperlukan sebelum anak memahami bagaimana suatu situasi terjadi dan mengapa
atau bagaimana orang lain bereaksi.

Anak kecil berbicara secara egosentris tentang dirinya sendiri. Lambat laun
percakapan ini akan berubah menjadi percakapan yang lebih mendalam yang
melibatkan proses-proses persepsi, abstraksi dan generalisasi. Pada usia 4
atau 5 tahun, ketrampilan komunikasi yang adekuat berkembang. Percakapan dan
tingkah laku egosentris semakin berkurang dan ini menunjukkan pribadi yang
utuh. Anak TK akan lebih menyadari cara pandang dirinya dan orang lain. Pada
usia 6 - 9 tahun anak belajar mengenai sikap dan opini orang lain.
Bagaimanapun mereka masih merasa sangat yakin dengan cara pandang mereka dan
tidak mudah untuk memiliki pendirian/sikap netral dan tidak memihak.

Selama tahun-tahun awal sekolah, anak belajar kritis dan membandingkan
dirinya dengan orang lain. Proses ini berkembang dapat melalui pengalaman
langsung atau melalui simpati karena membayangkan pengalaman orang lain. Hal
yang wajar bagi anak TK adalah tanda kesulitan bagi anak yang lebih tua.
Pada usia 5 atau 6 tahun anak harus menyadari akibat tingkah lakunya pada
orang lain. Anak belajar memproyeksikan dirinya ke dalam posisi lain.
Kepedulian pada orang lain (atau binatang) dapat direalisasikan dengan
membayangkan apa yang akan terasa bila mereka terluka atau disakiti. Anak
mencoba mengalami bagaimana rasanya diperlakukan tertentu. Mereka
membayangkan beragam peran, bertingkah seperti binatang atau orang yang
mereka lihat dalam kehidupannya atau di televisi. Dengan mengenakan pakaian
dan bertingkah seperti seseorang, mereka belajar untuk memahami orang lain.

Indikator yang menunjukkan adanya masalah egois, antara lain
1. Produktivitas rendah. Karena, terlalu mempedulikan perasaannya sendiri
mengakibatkan interaksi yang kurang produktif dengan orang lain. Kondisi ini
terjadi pada anak yang dimanja yang memperoleh segala hal yang
mereka inginkan tanpa berusaha.

2. Individu egois memiliki konsep diri yang rendah dan cara pandang
negatif terhadap orang lain.

3. Kurang mampu bergabung dalam satu kelompok. Anak egois/egosentris
seringkali mengalami kesulitan menjalin relasi dengan teman sebayanya.
Mereka tidak memandang partisipasi mereka sebagai "kita" melakukan sesuatu
bersama-sama, tetapi lebih sebagai "Saya" menginginkannya.





PENYEBAB TIMBULNYA SIFAT EGOIS / EGOSENTRIS

1. Rasa Takut
2. Sikap Manja
3. Kepribadian Tidak Matang


I. RASA TAKUT

Anak bersikap egois karena ketakutan, terhadap kedekatan dengan orang lain,
penolakan, ditinggalkan atau perubahan yang seluruhnya dapat saling
berhubungan sehingga merupakan ketakutan secara menyeluruh terhadap
kehidupan. Rasa takut yang tertanam dalam diri seseorang menyebabkan ia
takut berhubungan dengan orang lain sehingga hanya peduli pada keselamatan
dirinya sendiri.

Anak yang ditinggalkan (secara fisik dan atau psikologis) atau ditolak akan
merasa takut dan marah. Mereka hanya memusatkan perhatian pada diri sendiri
dan hanya peduli pada keselamatan dan kebahagiaan pribadinya tanpa
menghiraukan perasaan atau peduli pada orang lain.

Anak yang seringkali merasa terluka oleh orang lain, mengembangkan perasaan
takut berhubungan dengan orang lain. Dengan tidak melibatkan dirinya dalam
hubungan dengan orang lain, mereka tidak akan terluka. Akibatnya anak
menjadi egois dan egosentris.

Anak yang takut, memandang perubahan hidup sebagai pemicu kecemasan. Mereka
melihat sesuatu hanya melalui cara pandangnya sendiri dan pemahaman terhadap
cara pandang orang lain dianggap sebagai perubahan yang menakutkan. Oleh
karena itu ketakutan akan perubahan dapat menyebabkan dan atau memperberat
sifat egosentris.

Komplikasi lebih jauh adalah bahwa anak egois seringkali gelisah terhadap
akibat negatif yang mungkin terjadi karena tingkah laku mereka. Oleh karena
itu pula mereka tidak mau berbagi perasaan atau ide dengan orang lain.

Penyebab lain dari perilaku egois adalah ketakutan yang ditimbulkan oleh
orang tua yang mengejek secara tidak terduga atau tidak konsisten dalam pola
asuh anak mereka. Ketidak pastian dan keraguan orang tua dapat juga
menyebabkan timbulnya ketakutan dan sikap egois pada diri anak.


II. SIKAP MANJA

Orang tua memanjakan anak dengan terlalu melindungi dan memberikan segala
hal. Penyebab orang tua memanjakan anak:
1. Orang tua berusaha mencegah segala ketidak nyamanan dan terdorong
untuk memenuhi seluruh keinginan anak.
2. Orang tua yang pada masa kecilnya kekurangan, menginginkan anak mereka
memiliki segala hal yang tidak mereka peroleh dulu.
3. Orang tua yang tidak mengharapkan memiliki anak, akan merasa bersalah,
dan bereaksi berlebihan dengan terlalu mempedulikan dan terlalu baik pada
anak-anaknya.

Anak yang manja menjadi tidak toleran, tidak mampu mengatasi masalah,
bersikap egois dan egosentris. Mereka hanya peduli pada orang yang
mempedulikan mereka, kurang sabar, tidak toleran pada orang lain, kurang
percaya diri, memiliki fantasi menjadi hebat dan selalu ingin menjadi pusat
perhatian.

Orang tua yang terlalu melindungi anak dari frustrasi akan marah ketika
seseorang bersikap tidak adil pada anaknya. Mereka dengan cepat berpihak
pada persepsi anak, bahwa orang lain lah yang bersalah. Anak diajari untuk
mempertahankan haknya dan tidak mengalah. Anak akan menjadi individu egois
yang tidak peduli pada keadilan terhadap orang lain.

Anak tunggal memiliki kesempatan besar dimanja orang tuanya. Anak dipuja dan
dilindungi berlebihan. Ia kurang dilatih untuk bertanggung jawab. Tidak
adanya saudara untuk berbagi benda atau ide mengkibatkan anak hanya berpusat
pada diri sendiri, terbiasa menjadi pusat perhatian dan hanya melihat segala
sesuatu dari sudut pandangnya sendiri.


III. TIDAK MATANG

Untuk menghilangkan sikap egois, tingkat kematangan tertentu harus diraih.
Contohnya, anak harus belajar mengendalikan dorongan-dorongannya agar dapat
menerima tuntutan lingkungan. Anak yang tidak tolerir pada frustrasi dan
selalu memperoleh apa yang diinginkan, tidak dapat mengendalikan diri.
Mereka selalu merasa benar dan tetap melakukan segala hal sesuai
keinginannya. Mereka tidak dapat bertanggung jawab. Di samping itu anak yang
tidak matang, tidak mengembangkan persepsi sosial serta tingkah laku yang
tepat, sehingga ia tidak mampu mengambil keputusan atau bertindak dengan
tetap peduli pada orang lain. Oleh karena itu tingkah lakunya seringkali
tidak tepat dan tidak sensitif.

Beberapa anak belum belajar tingkah laku matang bahkan untuk tingkat yang
paling sederhana. Penyebabnya antara lain karena keterbelakangan, gangguan
bicara dan gangguan belajar. Di sini, anak menjadi egois karena belum
belajar peduli terhadap kepentingan orang lain. Mereka belum atau tidak
termotivasi belajar bagaimana merasakan perasaan orang lain. Anak-anak ini
juga perlu mempelajari nilai kepedulian pada orang lain.




MENCEGAH SIFAT EGOIS - EGOSENTRIS

1. Meningkatkan Penerimaan Diri
2. Memberikan Contoh dan Mengajari Kepedulian terhadap Orang Lain
3. Memberi Tanggung Jawab


I. MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI

Egois dapat segera dihilangkan dengan cara meningkatkan penerimaan diri
(self-acceptance) dan rasa aman anak. Dengan cara ini anak akan peduli pada
kesejahteraan orang lain. Anak tidak akan khawatir dengan dirinya sendiri
sehingga tidak merasa perlu untuk terlalu memperhatikan dirinya atau menarik
perhatian orang lain. Konsep diri positif akan terbentuk karena anak merasa
diterima dan dicintai orang tuanya. Di sini orang tua harus menerima anak
dengan penuh empati, menghargai kelebihan serta kelemahan anak. Sehingga,
meskipun ada pengaruh negatif ataupun tekanan di luar rumah (teman sebaya,
sekolah, figur otoritas, dll.) bila anak merasa dicintai maka mereka akan
tetap merasa berharga. Anak yang merasa tidak diterima orang tuanya akan
lebih rentan terhadap hal-hal negatif atau tekanan di luar rumah.

Mencintai anak dapat dipandang sebagai penghargaan positif dan kepedulian
atas kondisi anak apa adanya. Orang tua harus menyatakan pada anak bahwa
mereka berharga dan bahwa anak dicintai tidak hanya ketika mereka bertingkah
laku baik saja. Cara ini akan membuat anak merasa diterima dan menimbulkan
rasa aman, dan juga mendorong perkembangan individu yang mandiri secara
psikologis. Kepedulian, minat dan perhatian pada pemikiran, perasaan dan
aktivitas anak, tidak hanya perlu diungkapkan secara verbal, tapi juga
secara fisik, misalnya, dengan pelukan, jabatan tangan atau menaruh tangan
di bahu.

Hindari kritik yang terus-menerus karena ini tidak akan meningkatkan
penerimaan diri. Suasana keluarga yang penuh ketegangan, kemarahan dan mudah
tersinggung menyebabkan harga diri yang rendah. Persaingan antar saudara
yang terus menerus (karena orang tua membanding-bandingkan) akan menimbulkan

stress, rasa tidak aman, sehingga anak berusaha
menghindarkan atau mengurangi kritik dengan cara negatif.


II. MEMBERIKAN CONTOH DAN MENGAJARI KEPEDULIAN TERHADAP ORANG LAIN

Orang tua yang egois cenderung akan memiliki anak yang tidak menghargai dan
menghormati perasaan orang lain. Model/contoh, memiliki pengaruh sangat
besar pada anak. Anak akan peduli pada orang lain jika orang tua pun peduli
pada anak dan orang lain. Di sini orang tua perlu menunjukkan rasa tanggung
jawab terhadap kesejahteraan orang lain, menyediakan waktu, tenaga atau
uang untuk orang yang membutuhkan.

Di samping itu, perhatian terhadap orang lain ditunjukkan dengan mengamati
dan mendiskusikan penderitaan orang di sekitar kita. Dengan menampilkan dan
mengekspresikan perasaan orang yang terkena musibah, anak akan belajar
memberi perhatian pada orang-orang tersebut. Hindari penggunaan humor yang
mempermainkan kekurangan orang lain, karena sikap ini menunjukkan ketidak
pedulian.

Kebahagiaan harus dipandang sebagai sesuatu yang dapat dicapai setiap orang.
Sehingga anak akan berusaha membantu orang lain mencapai tujuan
kebahagiannya, dan ikut berbahagia dengannya. Bila sikap egois dan keinginan
menguasai pada anak dibiarkan berkembang, hal itu akan sangat berbahaya bagi
perkembangannya kelak.

Empati adalah memahami seseorang dengan cara pandang orang tersebut. Orang
tua harus mencoba melihat segala sesuatu dari perspektif anak. Cara ini
dapat dicapai dengan melakukan komunikasi antara orang tua dengan anak.
Orang tua dapat
mengatakan pada anak yang sedang marah, "Pasti tidak enak, tidak diundang ke
pesta." Pernyataan ini menunjukkan pemahaman tentang perasaan anak. Diskusi
dan saran yang membantu dapat diberikan kemudian. Tak perlu memarahi anak,
karena ini akan menyebabkan anak merasa terluka, sedih, frustrasi dan marah.

Empati dapat secara langsung diajarkan dengan diskusi mengenai adanya
perbedaan situasi yang menimbulkan perasaan yang berbeda pula pada setiap
orang. Carilah waktu yang tepat untuk mendiskusikan hal ini, misalnya pada
saat makan malam.


III. MEMBERI TANGGUNG JAWAB

Ajarilah anak bertanggung jawab, karena ini merupakan metode yang baik untuk
belajar tentang kepedulian terhadap orang/makhluk lain. Misalnya, memelihara
binatang. Sesuaikan tingkat tanggung jawab dengan kemampuan anak. Anak usia
4 dan 5 tahun dapat meletakkan makanan pada tempat makan binatang atau
bermain lempar bola pada kucing. Tugas lain seperti membantu ibu mengurus
bayi (mengambilkan popok, menyanyikan lagu, mengusir nyamuk) akan
menyenangkan anak, karena anak puas dapat menolong orang lain. Ajaklah anak
untuk membantu orang yang cacad, misalnya membacakan buku untuk orang buta,
atau membantu orang cacad berjalan.

Melaksanakan tugas sehari-hari adalah contoh belajar bertanggung jawab lain
yang cocok. Anak akan merasa telah berbuat penting untuk keluarganya.
Menyapu, membuang sampah, mengatur meja, dll. adalah jenis pekerjaan rumah
yang dapat dilakukan anak. Sesuaikan tugas dengan usia dan kemampuan anak,
dan jangan membuat anak terlalu sibuk dan terbebani. Biarkan anak menganggap
pekerjaan sehari-hari sebagai hal wajar dalam kehidupan keluarga. Sebelumnya
diskusikan pembagian tugas dengan seluruh anggota keluarga, sehingga anak
benar-benar merasa terlibat. Bagi beberapa anak, penyusunan daftar tugas
secara tertulis akan membuat mereka mengetahui tanggung jawab ayah dan
ibunya. Anak perlu didorong untuk selalu berpartisipasi dalam proses
pembuatan keputusan dalam pelaksanaan tanggung jawab.





TINDAKAN YANG PERLU DILAKUKAN MENGHADAPI ANAK EGOIS

a. Mengajarkan Empati dengan Menggunakan Role Playing
b. Memberi Contoh, Berdiskusi dan Memberikan Dukungan pada Perilaku
Peduli
c. Memperlihatkan dan Membicarakan Akibat Negatif dari sikap Egois


I. MENGAJARKAN EMPATI DENGAN MENGGUNAKAN ROLE PLAYING

Role Playing atau bermain peran merupakan metode yang dapat digunakan
mengurangi sikap egois untuk segala usia. Role playing, ialah bertingkah
laku dan berbicara seperti
sifat/karakter orang tertentu. Dengan mengenakan kostum atau topeng akan
merangsang anak untuk mengekspresikan tingkah laku sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Kostum Role Playing dapat dibuat dari pakaian bekas
dan anak dapat dilibatkan dalam perencanaan tema yang bisa berupa kejadian
sehari-hari atau cerita fantasi.

Penggunaan Puppet (boneka seperti dalam Sessame Street) adalah alat yang
sangat baik untuk mengekspresikan perasaan. Anak dapat mengadakan suatu
pertunjukkan puppet dan kemudian bergantian peran. Dengan berpikir dan
bertindak seperti peran tertentu, ia akan mampu merasakan dan memahami orang
lain. Sebagai contoh, pada mulanya, orang tua berakting sebagai anak egois,
kemudian bertukar peran dengan anak. Ketika anak berperan sebagai anak
egois, orang tua berperan sebagai anak yang tidak egois dan memberi contoh
mengenai kepedulian. Anak juga dapat berperan seperti orang tua, guru, atau
figur otoritas lain dan orang tua bertindak sebagai anak. Dengan pengalaman
ini, anak akan merasakan bagaimana tingkah laku egois itu dengan melihat
akting orang tuanya (yang berperan sebagai anak egois), seperti, tidak mau
mendengar omongan orang lain, selalu memotong pembicaraan, mau menang
sendiri, tidak sabar, tidak peduli terhadap cara pandang orang lain, dll.

Pendekatan lain adalah dengan merekam dalam tape recorder ketika anak
bicara egois dan kemudian mendengarkan kembali. Anak akan terkejut mendengar
diri mereka yang egois, merengek, mengeluh atau atau berbicara kasar.

Jadi dengan role playing, anak belajar tentang buruknya egoisme dan berlatih
bagaimana bertindak tidak egois dan mengembangkan empati dan toleransi pada
orang lain, agar ia tidak ditolak orang lain. Goal dari role playing ini
adalah meningkatkan minat dan kepuasan dalam menolong orang lain.

Salah satu cara lain untuk anak usia 4-6 tahun adalah dengan bercerita
bergantian. Orang tua menceritakan suatu kisah yang tokohnya adalah seorang
anak yang menghadapi suatu masalah dan harus dipecahkan dengan tingkah laku
yang tidak egois. Selanjutnya anak yang bercerita dan menyelesaikan masalah
yang dihadapinya
dalam cerita tersebut. Kalau perlu orang tua juga mengajukan solusi lain
yang lebih baik dalam cerita anak. Pointnya adalah fokus pada pernyataan
verbal dan tingkah laku yang mencerminkan empati.


II. MEMBERI CONTOH, BERDISKUSI DAN MEMBERIKAN DUKUNGAN TERHADAP PERILAKU
PEDULI

Peduli adalah berminat memperhatikan sesuatu atau seseorang. Jika seseorang
peduli maka ia akan berbagi dengan orang lain. Orang tua perlu mencontohkan
dan mengajarkan pada anak bagaimana peduli dan berbagi pada orang lain. Dan
jangan lupa untuk selalu memotivasi dengan memberikan pujian agar anak
meningkatkan kepedulian pada orang lain.

Libatkanlah anak dalam proyek yang membutuhkan kerjasama dan saling membantu
satu sama lain. Misalnya, mengumpulkan uang sumbangan, mengajar anak yang
kurang mampu, membaca untuk orang tuna netra dll. Rancanglah suatu kegiatan
kelompok di mana anak harus menolong anak yang lain. Sehingga anak akan
belajar bagaimana caranya menolong orang lain.

Guru kelas juga dapat diajak bekerja sama untuk merancang kegiatan kelas
yang dapat meningkatkan interaksi kelompok yang baik

Dalam mengubah sikap egois, ada prinsip umum yang berlaku, yaitu sikap
positif. Kepedulian pada anak akan berkembang bila ada kepercayaan anak
kepada orang tua/orang lain yang menunjukkan sikap penuh kehangatan dan
pemahaman terhadap pribadi mereka. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan
perasaan positif sebagai bagian dari satu unit (keluarga, sekolah, bangsa,
dll.).

Diskusi dapat difokuskan pada bagaimana mengubah tingkah laku menjadi lebih
baik di rumah. Beberapa contoh adalah tidak boleh berteriak, menjaga
kerapian, sukarela membantu orang lain sebelum diminta, mengerjakan segala
sesuatu dengan segera dan tidak meninggalkannya begitu saja, dll. Persamaan
harus lebih ditekankan dan bukan perbedaannya. Tujuannya adalah mengubah
sikap egois kepada kepedulian dan rasa memiliki dalam kelompok.


III. MEMPERLIHATKAN DAN MEMBICARAKAN AKIBAT NEGATIF DARI SIKAP EGOIS

Tidak akan berguna berdiskusi tentang sikap egois ketika anak bersikap
egois. Diskusi harus dilakukan dalam kondisi menyenangkan. Ketika anak
bersikap egois, ia harus diingatkan dengan halus. Situasi egois harus
didiskusikan agar
anak menyadari akibat negatif dari tingkah laku mereka. Contoh sikap egois
misalnya, tidak mau memberi giliran pada orang lain, ingin selalu memperoleh
pertama kali, tidak mau mendengar ketika orang lain bicara. Dan akibat dari
egois adalah anak tidak disukai teman-temannya dan akhirnya tidak memiliki
teman. Oleh karena itu konsep kuncinya adalah membantu anak melihat bahwa
tingkah laku egois justru mengakibatkan "mereka tidak memperoleh apa yang
diinginkan." Popularitas, teman bermain, reputasi yang baik, dll. adalah
tujuan yang seringkali diinginkan anak.

Anak egosentris seringkali merasa dirinya benar. Ini penting dibicarakan
untuk mengklarifikasi kesalah pahaman mereka dan salah konsepsi yang
menyebabkan cara pandang mereka menjadi egosentris. Memandang orang lain
sebagai hal yang buruk atau berbahaya menyebabkan anak terpusat pada
perhatian atas keamanan dirinya. Oleh karena itu orang tua perlu mengubah
persepsi yang salah yang terbentuk dari pengalaman masa lampaunya. Anak juga
perlu belajar lebih terbuka dan tidak kaku dengan harapan-harapan dan
persepsi mereka.

Ajarilah anak untuk melakukan pendekatan pemecahan masalah secara rasional
yang membutuhkan pemahaman dari segala sudut pandang. Sehingga secara tidak
langsung anak belajar mengenai perspektif orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...