Jumat, 25 Agustus 2017

KEPATUHAN - yws

Pertanyaan yang paling banyak diajukan orangtua dalam mendidik anak adalah, "Bagaimana caranya agar anak mau mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya?" Diperkirakan ketidakpatuhan meliputi sepertiga masalah tingkah laku anak.


Kepatuhan didefinisikan sebagai melakukan sesuatu sesuai perintah orangtua.

Sesungguhnya, kebanyakan anak patuh pada pengarahan orangtua. Namun demikian, belajar melakukan sesuatu yang harus dikerjakan, baik suka ataupun tidak suka, tetap merupakan hal sulit.

Anak memang kadang tidak patuh pada aturan orangtua. Tingkah laku tidak patuh ini memuncak pada usia 2 tahun kemudian berkurang sedikit demi sedikit dan kembali menonjol pada usia remaja.

Sejumlah ketidakpatuhan yang wajar perlu dilihat sebagai ekspresi sehat dari perkembangan ego untuk mencari kemandirian dan kemampuan mengarahkan diri (self-direction). Jangan memandang penolakan anak sebagai tanda bahwa orangtua tidak kompeten atau bahwa anak dengan sengaja membuat marah dan mempermalukan orangtua. Memang ada anak, yang secara konsisten tidak patuh dan otomatis menolak permintaan atau perintah. Ketidakpatuhan disebut abnormal bila terjadi sangat sering, sangat kuat, atau 3 kali melewati periode waktu normal.


3 BENTUK UTAMA KETIDAKPATUHAN:
1. Tipe Passive Resistant,
Bentuk ini saat anak menunda melakukan hal yang diminta. Biasanya mereka mencibir, merengut, diam, menarik diri, mengeluh dan tidak bersemangat ketika menjalankan perintah/aturan.

2. Tipe Openly Defiant,
Anak melakukan penolakan secara terbuka dengan mengatakan "Saya tidak mau melakukannya". Anak tipe ini cenderung secara verbal menyakiti atau mengamuk (temper tantrum) untuk bertahan.

3. Tipe Spiteful
Terjadi bila anak melakukan hal sebaliknya dari yang diperintahkan. Contohnya, anak diminta diam tetapi malah berteriak dengan keras.

Jika ketidakpatuhan menjadi “cara hidup” anak, ia akan mengembangkan kebiasaan negativistik yaitu ia akan (sering) berseberangan dengan pendapat dan prinsip orang lain. Dia tidak sepakat dengan orang lain dalam segala hal tanpa dasar rasional atas ketidak setujuannya.


PENYEBAB KETIDAKPATUHAN

Beberapa alasan penyebab ketidakpatuhan adalah:
a. Disiplin Longgar
Orangtua permisif yang tak berani dan berusaha tidak mengatakan "tidak" pada anak.

b. Terlalu keras atau disiplin yang kaku
Orangtua secara berlebihan mengkritik, perfeksionistik, mengomel atau mendominasi.

c. Disiplin tidak konsisten
Orangtua yang kadang memaksakan aturan, namun di lain waktu mengabaikannya.

d. Orangtua berada dalam keadaan stress atau konflik
Salah satu atau kedua orangtua mengabaikan peran sebagai orangtua karena tuntutan pekerjaan, tidak berminat, masalah pribadi, perceraian, atau konflik perkawinan.

e. Anak kreatif
Anak kreatif atau yang berpendirian kuat cenderung tidak patuh dan bertingkah laku sesuai keinginannya sendiri.

f. Anak yang Marah dan kecewa
Anak yang marah atau kecewa pada salah satu anggota keluarga akan membuat masalah dengan bertindak tidak kooperatif.

g. Sikap Orangtua yang Berseberangan terhadap Otoritas
Sikap orangtua terhadap kekuasaan akan mempengaruhi kepatuhan anak. Jika orangtua sering mengkritik atau kurang menghargai hukum atau penegak hukum, maka anak akan meniru skema (pola perilaku) tersebut dan menjadi kurang hormat kepada orang dewasa.

h. Anak kurang cerdas
Semakin cerdas seorang anak semakin mungkin anak mematuhi aturan. Anak cerdas dapat mengantisipasi konsekuensi tindakan mereka, dan dapat menunda kepuasan segera untuk tujuan jangka panjang.

i. Anak dalam keadaan emosional
Anak cenderung kurang mau patuh ketika mereka lelah, sakit, lapar atau kesal.


MENCEGAH ANAK TIDAK PATUH
Kuncinya adalah membangkitkan sikap kerja sama pada anak dengan menghindari pola asuh otoriter dan permisif yang ekstrim. Lebih baik, berada di tengah-tengah (antara otoriter dan permisif). Ditunjukkan dengan sikap orangtua yang tidak ragu dalam menyusun aturan dan melakukannya dengan kombinasi cinta dan penalaran. Cara ini disebut Authoritative Parental Control. Tuntutan yang dibuat untuk anak diseimbangkan dengan kehangatan, alasan, penghargaan dan kepekaan/respon terhadap kebutuhan anak.

Ketika anak merasakan aturan namun dengan penuh cinta, maka kecenderungan mereka untuk memberontak akan berkurang. Perlu digaris bawahi, ketegasan tidak sama dengan dominasi (penguasaan). Target kepatuhan lebih pada ketegasan daripada dominasi.

a. Bangunlah Hubungan yang Erat
Jika orangtua dan anak saling menyukai dan akrab satu sama lain, maka anak akan semakin mudah menerima pengarahan orangtua. Sebab anak akan berusaha menyenangkan orangtuanya. Oleh karena itu luangkanlah waktu setiap hari untuk memberikan perhatian penuh dan kasih sayang pada anak.

b. Bersikap Responsif
Jika orangtua memenuhi permintaan anak, maka anak cenderung patuh pada permintaan orangtua. Ini adalah hukum resiprokal (timbal-balik), seperti, "Jika kamu menggaruk punggung saya maka saya akan menggaruk punggungmu."

Penelitian menunjukkan bahwa sikap patuh berkembang pesat pada masa bayi jika orangtua berespon cepat pada tangisan atau kebutuhan bayi. Orangtua yang tidak peka, lebih peduli pada keinginannya sendiri, mudah terpengaruh suasana hati dan sibuk, cenderung memiliki anak yang kurang patuh. Oleh karena itu semakin orangtua kooperatif dan sensitif terhadap kebutuhan dan tanda-tanda stress anak, semakin orangtua mengembangkan kepatuhan anak.


c. Hindari menjadi Diktator
Jangan memberi perintah jika dapat meminta. Hindari berperan sebagai diktator atau boss bagi anak. Cobalah meminta dan menyarankan daripada memberikan pengarahan langsung, anak akan lebih patuh dengan cara ini. Jika anak tidak punya pilihan selain patuh, berikan pengarahan dengan jelas dan langsung. Hindari membuat anak bingung.

Jika mungkin, berikanlah kesempatan pada anak untuk menyusun aturannya sendiri. Anak biasanya lebih suka patuh dengan cara ini. Tak perlu mengharapkan anak patuh setiap saat. Lebih baik orangtua memberikan anak “peringatan” atau waktu sebelum anak melaksanakan perintah, misalnya; "5 menit lagi waktu tidur". Biasanya dengan cara ini, anak akan lebih siap untuk patuh. Karena anak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan dirinya. Oleh karena itu berikanlah waktu ekstra dan kesempatan beberapa menit untuk menyelesaikan permainan mereka sebelum waktu berakhir.

Juga, izinkanlah anak sedikit menggerutu ketika melaksanakan perintah yang tidak menyenangkan. Ini memberikan kesempatan anak melepaskan perasaan kesal dan ketegangan. Orangtua dapat membicarakan pentingnya peraturan tersebut setelah anak tidak kesal lagi.

Izinkan pernyatan perasaan seperti:
· "Saya benci mencuci piring"
· "Saya tidak suka membersihkan kamar"

Ini bukan pernyataan "Saya tidak akan." Ini adalah pernyataan perasaan anak. Anak berhak tidak menyukai sesuatu. Hormati perasaan anak dan bantulah anak mengekspresikannya secara tepat. Kita boleh berharap anak melakukan apa yang kita minta, tanpa perlu memaksa menyenanginya. Biasanya anak tetap akan menyelesaikan kewajibannya, meskipun sambil cemberut.

d. Memberikan Contoh
Jika orangtua memiliki sikap positif terhadap otoritas dan hukum, anak cenderung akan menghargai dan menghormati kekuasaan dan figur otoritas. Jika orangtua tidak mengikuti rambu lalu lintas, atau meremehkan polisi, anak juga cenderung mencontoh hal tersebut.

e. Menyusun Aturan
Setiap tuntutan merupakan aturan bagi anak. Anak tidak memiliki pilihan selain mematuhinya. Berapa pedoman dalam menyusun aturan adalah sebagai berikut:


·        Lihat Anak sebagai Individu (Sesuai usia, karakter dan keunikannya)
Orangtua selayaknya merupakan orang yang paling tepat untuk menyusun aturan yang dibutuhkan anak. Mereka dapat menyusun aturan yang sesuai dengan kepribadian, tingkat kematangan dan kondisi khusus anak. Meski aturan berlaku individual, namun demikian orangtua tetap harus memperhatikan aturan yang berlaku secara umum untuk anak seusianya.

·        Susun Aturan Secara Spesifik
Dalam menentukan aturan, yakinlah bahwa anak mengetahui secara tepat apa dan kapan hal itu harus dilakukan (batas waktunya). Hindari mengatakan, "Bersihkan kamarmu." Lebih baik mengatakan, "Gantung pakaian di kamarmu, bereskan tempat tidur dan taruh mainan di tempatnya." Anak juga harus mengetahui apakah ia melaksanakan aturan dengan benar. Contohnya, jika orangtua mengatakan,
"Kamu harus membuang sampah setiap sore sebelum makan malam." Ini berarti mengosongkan tempat sampah di dapur dan di kamar mandi.

·        Mengemukakan Alasan
Penelitian menunjukkan jika orangtua menerangkan alasan dari suatu aturan, maka anak akan lebih siap mematuhinya. Jangan meminta kepatuhan buta karena hal ini menghambat perkembangan penalaran moral anak. Jika alasan dari suatu tuntutan semakin jelas, termasuk kebutuhan atau hak orang lain, maka anak dan terutama remaja akan semakin patuh.
Anak juga akan lebih siap patuh pada aturan jika mereka memperoleh keuntungan dari aturan tersebut. Jika hanya orangtua atau orang dewasa lain yang memperoleh keuntungan dari aturan tersebut, anak menjadi kurang berminat untuk patuh.

·        Percayalah Bahwa Anak Kita adalah Anak yang Patuh
Ketika orangtua meminta anak melakukan sesuatu, bersungguh-sungguhlah dan percayalah bahwa anak akan patuh. Jangan bersikap skeptis dengan meragukan dan berprasangka buruk pada anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak lebih sering patuh daripada tidak patuh pada orangtuanya, bahkan pada usia 2 tahun. Anak yang keras kepala pun sesungguhnya juga adalah anak baik yang ingin menyenangkan orangtuanya.

·        Membuat beberapa Tuntutan
Buatlah tuntutan sesuai dengan kebutuhan. Lebih baik memberikan 5 aturan yang dapat diingat dan dipatuhi 100 % daripada membuat 10 aturan yang hanya dapat dipatuhi 50%. Kebanyakan orangtua menyusun terlalu banyak aturan dan tidak mengusahakannya secara konsisten. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak aturan yang dibuat, semakin anak melawan orangtuanya.

·        Mendasarkan Peraturan pada Tingkah Laku dan bukan Person-nya
Lebih baik mengatakan: "Bola bukan untuk dilempar di dalam rumah" daripada, mengatakan, "Bunda tidak suka kamu melempar bola di dalam rumah." Pernyataan kedua seolah hanya untuk memenuhi keinginan pribadi orangtua.
Buatlah pernyataan langsung, "Sekarang waktunya tidur," daripada membujuk anak dengan mengatakan, "Saya suka kalau kamu pergi tidur sekarang."

·        Nyatakan dalam Cara Positif
Nyatakanlah aturan dalam cara positif. Ceritakan pada anak apa yang perlu dilakukan (pendekatan prescriptive) daripada apa yang tidak boleh dilakukan (proscriptive). Contohnya, katakan, "Bicaralah dengan suara pelan," lebih baik daripada "Jangan berteriak." Mengatakan, "Gunakanlah sendok dan garpu," daripada "Jangan makan dengan tangan."

·        Perhatikan Sopan Santun
Dalam menyatakan aturan, perhatikan nada suara, pendekatan dan penggunaan kata. Hindari cara yang membuat anak bersikap oposisional. Pendekatan memohon atau membujuk akan menyakiti perasaan anak, "Teganya kamu melakukan hal ini pada saya," pendekatan kemarahan, kebencian (menyoroti kesalahan) dan pernyataan kritik, "Jangan malas, ayo bersihkan mainan yang berantakan ini," membuat anak merasa buruk dan memicu tingkah laku oposisional.

Bersikap tenang, terus terang dan santai ketika memberikan perintah menunjukkan sikap positif orangtua pada anak dan percaya bahwa anak akan mengikuti pengarahan orangtua.

·        Memberikan Pilihan
Dalam menyampaikan tuntutan, berilah anak kebebasan untuk memilih. Orangtua dapat mengatakan,
- "Kalau kamu tidak dapat bermain dengan tenang, pergilah bermain di luar,"
- "Apakah kamu mau tidur setelah acara TV, atau tidur sekarang? Kalau tidur sekarang, saya akan membacakan cerita"
- "Duduklah di kursi ini sampai kamu mau mencuci piring."
- "Kamu mau mandi di kamar mandi atas atau bawah?."

Memberikan pilihan cenderung meningkatkan kemandirian dan kemampuan pengambilan keputusan pada anak.

·        Bersikap Fleksibel
Batasan harus dibuat secara bertahap sesuai dengan kematangan anak, sehingga semakin memberikan kebebasan dan tanggung jawab.

f. Pelaksanaan Aturan
·        Bersikap Konsisten
Aturan apa pun yang disusun, seharusnya dilaksanakan secara konsisten. Jangan lunak pada satu hari dan ketat pada hari lain. Jika anak merasa aturan berubah-ubah, mereka akan menguji aturan tersebut dalam setiap kesempatan. Anak boleh tidak melaksanakan satu aturan hanya pada keadaan yang sangat jarang dan sangat mendesak. Jika kondisi itu terjadi, mintalah anak untuk melaporkannya pada orangtua. Jangan menerima alasan yang tidak logis atau mengizinkan anak mengubah aturan. Anak harus tahu bahwa aturan itu tegas. Jika anak tidak melaksanakan aturan, orangtua harus memberikan hukuman pada anak. Berikan hukuman dengan tenang dan abaikan ledakan emosi anak.

·        Gunakan Hukuman yang Masuk Akal
Buatlah hukuman yang tepat atas kesalahan anak. Kehilangan kebebasan untuk beberapa waktu adalah hukuman yang masuk akal bila anak tidak patuh. Tidak bermain dengan mainan tertentu selama 2 hari jika meninggalkannya di sembarang tempat, berlari di jalan raya berarti ia harus bermain di dalam rumah, memukul adik berarti tinggal di kamar sendirian selama beberapa menit.

Hindari hukuman keras berlebihan, memukul pantat, mencambuk, menampar atau berteriak pada anak. Metode hukuman ini dapat memicu dendam pada anak dan merendahkan standar nilai moral orangtua. Hukuman berat menimbulkan kekesalan yang dalam (perasaan takut dan marah), dan hal ini berpengaruh dalam cara belajar dan berpikir. (Kelak anak pun akan memilih cara kekerasan untuk mengatasi masalah, terutama bila menghadapi orang yang lebih lemah.

Yeti Widiati 69-250817

Sumber: How to Help Children with Common Problems, Charles E. Schaefer & Howard L. Millman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...