Rabu, 19 Agustus 2015


DUNIA YANG SEMU DAN RUMAH YANG HAKIKI
*Analogi tentang hidup di dunia. Diceritakan pada anak saat usia SD untuk menggambarkan tentang konsep hidup di dunia dan di akhirat.

Sekelompok anak pergi bermain ke luar rumah.

Sebelum berangkat ibunya berpesan pada anak-anaknya. "Hati-hati ya mainnya. Jangan bertengkar, jangan berkelahi. Saling bantu dan saling tolong. Jaga agar baju kamu tetap bersih, jangan dikotori. Nanti kalau sudah waktunya pulang, ibu akan memanggil kalian."

“Ya ibu .... “ Jawab mereka semua serempak sambil mengangguk. “Kami akan lakukan perintah ibu,” lanjut mereka. Wajah mereka semua cerah sumringah, karena mereka akan segera bermain di luar rumah. Mereka benar-benar sudah tak sabar.

Sesampai di taman, mereka pun segera bermain. Ada yang berlarian, berloncatan, ada yang hanya duduk-duduk saja sambil memetik bunga-bungaan. Beberapa anak terlihat berebut mainan yang ada di taman. Tak ada yang mau mengalah. Saudaranya berusaha melerai tapi tidak selalu berhasil. Akhirnya mereka saling berkelompok. Kelompok yang satu mengejek yang lain. Ketika ejekan itu begitu tajam, akhirnya mereka pun berkelahi dan saling memukul. Ada yang marah, ada yang menangis ada pula yang terluka.

Beberapa anak memisahkan diri dan tak mau lagi terlibat dalam perkelahian. Mereka pun mencari cara bermain yang lebih tenang. Mengobrol dan mulai rukun dengan anak anak lain yang tadi bermusuhan dengannya. Segera ia menemukan bahwa ia bisa bermain dan bekerja sama dengan anak tersebut.

Matahari semakin meninggi. Beberapa anak tiba-tiba menyadari kalau waktu berjalan semakin siang. Tiba-tiba mereka ingat pesan ibunya. Jangan berkelahi, jangan kotori baju, dan berbaikanlah dengan saudara mereka. Mereka kemudian melihat pakaian mereka kenakan, yang sekarang lusuh, kotor dan bahkan sobek di sana sini. Melihat pada lebam dan luka di tubuh mereka. Mereka pun teringat pada perilaku mereka selama bermain. Saat mereka saling mengejek dan bahkan memukul.

Perasaan kuatir pun datang menyelip. “Aduh, saya sudah tidak patuh, padahal tadi saya sudah berjanji pada ibu. Bagaimana nanti saya menjawab pertanyaan-pertanyaan ibu, “Apa saja yang tadi kamu lakukan? Mengapa bajumu kotor? Mengapa bibirmu pecah dan wajahmu lebam? Apakah kamu menyayangi saudara-saudaramu? Apakah kamu menjaga dan mengajari saudaramu dengan baik?," dan deretan pertanyaan lainnya.”

Anak-anak yang kuatir, mereka mulai berbenah dan memperbaiki diri. Mereka cuci baju mereka, mereka jahit bagian yang robek, mereka berbaikan dengan saudara-saudaranya yang lain, dan melerai saudaranya yang masih saja berkelahi. Mereka mengingatkan perintah ibu kepada saudara-saudaranya yang lain.

Tapi ada saja anak-anak yang lupa, terlena bahkan tak peduli. Mereka lupa bahwa masa bermain ini sementara, dan mereka bisa dipanggil setiap saat. Mereka tidak peduli dan mengira mereka bisa bermain selamanya.

Matahari semakin condong ke barat. Tiba-tiba seorang penjemput datang dan menyampaikan pesan bahwa ibu memanggil pulang seorang anak. Anak yang dipanggil terperanjat. Ia kaget, karena dipanggil paling dulu. Ia melihat pakaiannya yang kotor kembali. Ia menyesali banyak hal. Kenapa ia tidak melakukan perintah ibu sejak awal.

Dengan perasaan cemas dan kuatir, ia berjalan terpincang karena luka di lututnya saat bermain belum juga sembuh. Ia pulang ke rumah dengan pasrah. Ia memilih menerima dengan ikhlas daripada ditarik dengan paksa. Sia-sia, anak tak akan bisa menghindar dari penjemput yang sangat patuh ini.

Di depan rumah, ibu menunggu. Alisnya berkerut melihat pakaian yang kotor dan kusut. Ibu tak mengizinkan anak untuk masuk ke rumah, membawa debu apalagi lumpur yang kotor. membawa luka dan rasa sakit.

Pakaian dan badan yang kotor harus dicuci dan dibersihkan. Terasa sakit saat daki yang menebal harus dikerik dan digosok. Perlu banyak air untuk melarutkan lumpur yang melekat. Terasa perih saat obat diteteskan pada luka di tubuh. Atau saat tulang yang patah harus dibebat. Penyesalan datang kembali. "Kenapa aku membuat diriku begitu kotor dan kenapa aku membuat diriku terluka. Aku menghabiskan waktu banyak untuk membersihkan diri dan menyembuhkan luka. Hingga tak bisa segera menelan makanan yang hangat, berbaring di kasur yang empuk dan merasakan sentuhan belaian tangan ibu yang lembut."

Ada anak yang begitu berharap segera dipanggil. Ia begitu rindu pada ibu, dan tak sabar untuk bertemu. Ia bersuka cita ketika memperoleh panggilan. Ia ingin mempersembahkan hadiah terindah bagi seorang ibu, yaitu kepatuhannya menjalankan apa yang diperintahkan. Ia sudah menjaga pakaiannya tetap bersih. Ia juga sudah menjaga saudara-saudaranya dengan baik, seperti apa yang diajarkan ibu. Ia menunggu dengan harap cemas, dan tersenyum bahagia saat namanya dipanggil.

Saat kembali pulang ke rumah, ibu menyambutnya dengan senyuman yang menyejukkan hati. Hanya menyuruh cuci kaki dan tangan, dan kemudian memeluknya dengan penuh kasih sayang. Sungguh kebahagiaan tak terperi.
....................

QS Al Hadid, 57:20. "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...