Kamis, 20 Agustus 2015



MENGAJARKAN *SUNNATULLAH PADA ANAK
(Konteks pendidikan anak di rumah)

- Anak saya itu kalau minta barang sama ibunya gak dikasih, dia akan minta sama saya, Mbak.

+ Lalu ...?

- Ya saya kasih lah. Cuma mainan harga segitu, saya ada uangnya pula untuk membelikan. Kita kan sayang sama anak. Jarang ketemu pula. Lagian kita cari uang kan buat anak.

+ Apakah anak jadi patuh?

- Ini masalahnya, anak saya susah kalau diberi tahu. Gak mau nurut. Kalau ibunya yang ngasih tahu suka cerewet. Dia gak mau mendengar. Saya sih kan memang jarang ketemu. Saya sering kerja di luar kota.

+ Sekarang usia berapa anaknya?

- 20 tahun bu

+ Bukan anak lagi dong ya. 20 tahun berarti sudah dewasa.

- Ya tapi kelakuannya masih seperti anak-anak. Manja, suka gelendotan dan gampang ngambek kalau keinginannya tidak dikasih.

+ Ada konsekuensi tidak kalau putri bapak melakukan kesalahan?

- Tidak ada

+ Dan kapan dia bisa mendapat apa yang diinginkan, selain kebutuhan primernya.

- Mmmmhhhh .... gak ada waktu tertentu bu. Dia selalu dapat apa yang diinginkan. Ya kita sampai sejauh ini tidak kesulitan untuk memberikan yang dia mau.

.................

Ketika kita bicara tentang anak, maka itu bukan hanya bicara tentang bagaimana menyenangkan anak. Kita juga mengajari anak tentang hukum atau aturan dalam kehidupan nyata. Beberapa orang menyebutnya sebagai Sunnatullah.

Dalam kehidupan nyata, maka apapun yang kita lakukan selalu ada konsekuensinya. Jika kita berbuat baik, maka akan memperoleh kebaikan. Dan jika kita berbuat buruk, maka akan memperoleh keburukan. Memang kadang tidak sesederhana itu, namun sebagian besar hal mengikuti "hukum" tersebut. Itulah yang kita ajarkan pada anak, ketika kita mengajarkan konsekuensi pada anak di rumah.

Sekalipun orangtua memiliki harta yang banyak, perlu dipilah dan dibedakan antara kebutuhan dan keinginan. Untuk hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan, seperti misalnya, makanan, pakaian, kebutuhan sekolah, maka beberapa orangtua bisa memberikan tanpa kendala. Tapi untuk hal-hal yang berkaitan dengan keinginan, maka anak harus belajar bagaimana berusaha memperolehnya.

Apa yang diinginkan dijadikan sebagai cara untuk mendorong anak berusaha. Sementara mengurangi atau menghilangkan apa yang diinginkan adalah konsekuensi negatif dari kesalahan yang dibuat.
Misalnya, anak ingin menonton film. Kalau itu hanya bersifat entertain/hiburan, maka dia hanya bisa memperolehnya setelah berusaha. Misalnya setelah dia mengerjakan tugas baik rumah maupun sekolah. Tapi kalau dia tidak mengerjakan tugas, maka dia tidak mendapat apa yang diinginkan.

Ada kendali yang perlu diajarkan, ada kemampuan menunda kepuasan yang perlu dibiasakan dan itu semua diajarkan dengan alamiah. Orangtua adalah pemegang amanah sehingga memiliki otoritas untuk mengatur dan memimpin. Dan bicara tentang memimpin bukanlah bicara tentang memaksa. Akan tetapi bicara tentang kewibawaan, kompetensi, trust, dan kemampuan mempengaruhi.

Wallahu'alam

*Sunnatullah = Ketetapan Allah.
Sebagian orang berpendapat bahwa Sunnatullah hanya terkait hal-hal yang bersifat fisik.
Namun sebagian lagi berpendapat bahwa Sunnatullah melingkupi semua hal yang terkait ketentuan atau ketetapan Allah baik yang bersifat fisik maupun dalam kaitannya dengan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...