Kamis, 20 Agustus 2015



MOS YANG MERENDAHKAN MANUSIA ATAU MEMANUSIAKAN MANUSIA?

Tahun ajaran baru belum juga dimulai. Masih beberapa bulan lagi. Tapi saya mencuri start membahas ini sekarang untuk mengajak kita semua, masyarakat, orangtua, guru-guru, siswa senior dan terutama manajemen sekolah mengevaluasi pola dan metode yang digunakan dalam masa orientasi siswa baru. Terus terang, saya agak bosan dengan keluhan banyak orang saat banyak kejadian sudah kadung terjadi. Apalagi ketika timbul korban baik sakit, meninggal maupun stress karena MOS yang kebablasan.

Pertanyakan kembali makna orientasi yang sebenarnya dan apakah cara yang selama ini kita lakukan adalah cara yang benar, salah atau merugikan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang?

Kalau masa orientasi diartikan sebagai masa persiapan dan proses adaptasi terhadap situasi belajar yang baru, maka isinya betul-betul harus mengacu pada hal itu. Cara yang dilakukan selama masa orientasi adalah benih pola perilaku yang sedang ditanamkan kepada siswa yang baru.

Menyuruh siswa membawa barang-barang, misal kacang hijau 100 butir, koran KOMPAK, 10 keping koin 50 rupiah warna kuning, sosis goreng bentuk gurita, membawa tas dari karung bekas terigu, dll mungkin saja dipandang sebagai bagian dari mengajarkan usaha. Kenyataannya? Gak juga tuh. Karena yang repot mencarikan benda-benda tersebut adalah orangtuanya. Atau bahkan para pedagang sudah siap dengan satu set barang-barang tersebut dan dijual murah di depan sekolah. Anaknya sendiri tidak melakukan apapun. Jadi .... aspek usaha mana yang akan dicapai?

Menyuruh siswi perempuan mengikat rambut dengan pita warna-warni, siswa mengenakan kacamata buatan dari kawat, mengenakan topi dari kertas koran dll. Maksudnya mau mengajarkan keberanian untuk tampil beda. Ah ... plis deh ... keberanian tampil beda itu bukan dari tampilan luar, melainkan dari keberanian untuk bersikap benar, jujur, baik, sekalipun orang lain tidak melakukannya.

Tetapkan dulu tujuan yang ingin dicapai kemudian cari aktivitas apa yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Saya yakin, setiap orang memiliki kreativitas untuk melakukan hal yang baik. Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan, misalnya;

1. Kepedulian dan responsivitas: "30 menit kebaikan"
Dalam waktu 30 menit, setiap orang harus melakukan kebaikan untuk orang lain di sekitarnya (bukan temannya). Misalnya membantu memungut sampah, menyapu, mengajar anak kecil menyanyi atau belajar, menolong ibu tukang warung mencuci piring, dll. Setiap anak harus berkeliling dan mencari orang yang akan dibantunya.

2. Kerjasama:
Memasak bersama dengan bahan murah namun bergizi. Dirancang mulai dari mempersiapkan menu, belanja, memasak, hingga menyajikan.

3. Orientasi ruang sekaligus mengajarkan keberanian:
Membuat peta dan maket sekolah, touring, mencatat seluruh ruangan termasuk mewawancarai pengelola ruangan. Pertanggung jawaban dilakukan dengan presentasi secara visual dan 3 dimensi termasuk drama kalau perlu.

4. Problem solving:
Diskusikan aturan dan kasus-kasus yang mungkin muncul selama di sekolah, misal pertengkaran, kesulitan belajar, tidak disiplin, penggunaan gadget, pacaran dan bahas bagaimana mereka (siswa baru) akan menyelesaikan masalah tersebut.

5. Kreativitas
Buat rencana pentas per kelompok, dan berikan apresiasi positif pada hasil yang ditampilkan.

Dan masih banyak lagi kegiatan yang lain. Yang poin utamanya adalah memanusiakan manusia. Memposisikan siswa baru sebagai subjek yang aktif. Dan untuk itu para siswa senior dan juga para guru perlu mempersiapkan diri untuk lebih terbuka dan memposisikan diri sebagai pembimbing, coach atau pamong.

Gambar diambil dari http://www.sesepuh.com/…/bedanya-masa-orientasi-di-dalam-ne…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...