Rabu, 19 Agustus 2015

KRITIK A LA SANDWICH


Pernah makan sandwich dong. Roti isi istilah kita. 2 lembar roti dengan isi, telur, keju, daging asap ditambah salad, tomat, bawang bombay dan mayonaisse atau saos tomat. Atau ada juga yang mengisinya dengan tuna. Terserah sih, setiap orang punya preferensi selera sendiri.

Maukah anda hanya memakan isi saja tanpa rotinya? Bisa, .... tapi berantakan. Atau, maukah anda hanya memakan rotinya tanpa isi? Bisa juga tentunya, tapi kurang maknyus .... (kata Bondan Winarno, ahli pencicip makanan).


Kritik a la sandwich adalah topik saya saat ini. Istilah ini bukan dari saya. Saya memperolehnya saat saya belajar teknik coaching terkait bagaimana cara memberikan kritik, saran dan masukan pada orang lain.

Biasanya orang tak nyaman memberi dan menerima kritik. Kritik kerap dimaknai sebagai penilaian/judge terhadap diri secara menyeluruh, bukan terhadap kinerja objektif pada satu saat. Oleh karena itu mereka yang memaknai bahwa kritik adalah penilaian terhadap diri atau bahwa kinerja itu merepresentasikan dirinya, seringkali merasa tidak nyaman dengan kritik.

Dan memang betul, tidak setiap orang cakap memberikan kritik. Ada yang bicara berputar-putar tak jelas arah. Dan sebaliknya ada yang begitu langsung, blak-blakan sehingga terasa menyakitkan dan tak nyaman.

Kritik a la sandwich adalah kita memberikan kritik dengan cara memuji terlebih dulu secara obyektif, kemudian menguraikan kritiknya dan menutup kembali dengan pujian. Roti dulu, kemudian isi, dan ditutup dengan roti lagi.

Misal;
Pujian obyektif = roti
Anda seorang pemuda yang bersemangat, penuh rasa ingin tahu dan mau mencoba segala hal.

Kritik = isi
Kadang-kadang anda bertindak reaktif dan kurang pertimbangan. Dan hal itu menyebabkan pengambilan keputusan anda menjadi prematur serta membuat orang lain tidak nyaman.

Pujian obyektif = roti
Tapi saya percaya anda akan bisa memperbaikinya. Karena anda orang yang senang belajar hal baru dan terbuka menerima masukan.

Teknik kritik a la sandwich ini bisa digunakan pada siapapun, termasuk anak-anak sekalipun. Saya menyukainya, karena teknik ini saya pandang manusiawi. Memandang manusia tidak hanya sisi negatifnya sehingga hanya layak dilihat sebagai keburukan. Tapi menyadari bahwa manusia juga pasti memiliki sisi positif.

- Orang yang hanya memberi "roti" dia tukang puji yang menjerumuskan dan tak membantu perbaikan.
- Orang yang hanya memberi "isi" dia blak-blakan tak peduli perasaan dan hanya melihat keburukan orang lain sekalipun dia berkeras bahwa yang dia lakukan adalah untuk kebaikan.

Tribute to Antonius Arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...