Kamis, 31 Desember 2020

 Seri Skema Pengasuhan

SKEMA FAILURE – yws
Skema Failure adalah ketika seseorang merasa bahwa ia sudah, sedang dan akan gagal dalam berbagai hal yang dilakukannya. Ekspektasi terhadap kegagalan membuatnya benar-benar gagal, dan bukti kegagalan ini semakin memperkuat keyakinannya bahwa ia adalah seorang yang gagal. Pada anak, skema ini biasanya berkait dengan sekolah atau prestasi tertentu.
Skema Failure bisa berkait dengan skema lainnya, yaitu:
- Skema Defectiveness (merasa buruk, kurang): Gagal karena yakin bahwa dirinya buruk, bodoh, tidak berbakat, miskin, dll. Kalimat yang sering muncul, “Saya pasti gagal, karena saya memang ... (bodoh, buruk, dll).”
- Skema Unrelenting Standard: Gagal karena tidak pernah puas dengan pencapaian, karena kritik terhadap kekurangan dan karena standar yang selalu meningkat. Kalimat yang diterima dari orang lain, misalnya, “Kok ini masih ada salahnya?”
Skema Failure, berkembang pada anak yang pengasuhan orang tuanya:
• Merendahkan kemampuan anak. “Kamu masih kecil, kamu nggak bakalan kuat.”
• Mengganggap kesalahan sebagai kebodohan. Anak tidak boleh salah. Kalau salah berarti bodoh, buruk, tidak termaafkan.
• Menganggap anak pasti gagal. “Kamu bilang mau usaha, gimana bunda bakal percaya? Buktinya kemarin kamu bilang begitu, tapi salah lagi salah lagi.”
• Fokus pada negatif daripada positif. “Ini masih ada salah 3, gimana sih kamu belajarnya, kan sudah dikasih tahu, masih salah juga.” (Padahal yang benar ada jauh lebih banyak).
• Kurang memberikan dukungan dan bimbingan saat anak mengalami kesulitan. Anak hanya dimarahi ketika salah, tidak memperoleh empati terhadap kesulitannya dan tidak memperoleh bimbingan agar kemampuannya meningkat.
Apa KEBUTUHAN PSIKOLOGIS DASAR ANAK yang tidak terpenuhi sehingga anak mengembangkan skema Failure?
- Acceptance/penerimaan, anak tidak memperoleh penerimaan apa adanya, dengan kelebihan dan keterbatasannya. Anak yang diterima oleh orang tuanya, akan merasa secure/aman dan berani untuk berinisiatif, tidak takut melakukan kesalahan. Karena kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Bedakan antara kesalahan dengan pelanggaran. Pelanggaran ada unsur intensi/niat untuk melanggar aturan/batasan.
- Validasi dan perhatian terhadap apa yang dilakukan anak. Sebutkan apa yang bisa dilakukan anak. Itu menunjukkan bahwa orang tua memperhatikan, menyadari apa yang dilakukan anak. “Wah, kamu sudah bisa beres-beres sendiri.”
- Apresiasi. Puji, perkuat hal yang dilakukan anak yang sesuai dengan harapan orang tua. “Alhamdulillah, bagus sekali kamu sudah berusaha menyelesaikan tugas ini.”
- Dukungan dan bimbingan ketika anak kesulitan. “Kelihatannya tugas ini tidak mudah ya? Bagian mana yang sulit, coba kita lihat sama-sama.”
Banyak orang tua mengira, bahwa mengkritik kekurangan anak akan memotivasi anak berusaha lebih keras. Namun yang penting kita perhatikan adalah bahwa kritik dari orang tua kepada anak, berkontribusi terhadap pembentukan konsep diri negatif anak. Karena pernyataan orang tua dipercaya kebenarannya oleh anak. Orang tua adalah significant person (orang penting dan berarti) bagi anak.
Anak kita adalah titipan Allah, dan pasti Allah memberikan yang terbaik bagi kita. Terimalah dengan syukur.
Yeti Widiati 171220

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...