Kamis, 31 Desember 2020

APAKAH ORANG TUA BOLEH MARAH, DAN APAKAH ANAK JUGA BOLEH MARAH? - yws

 #AngryChild #SchemaTherapy


Menariknya jawaban banyak orang bisa berbeda-beda.
- "Orang tua tidak boleh marah. Anak juga tidak boleh marah."
Orang tua yang punya pandangan seperti ini, sering merasa bersalah ketika marah dan ketika anak marah, mereka berusaha mengalihkan perhatian anak dengan menghibur/entertain. "Yuk kita makan es krim aja". Atau "Tuh-tuh ... llihat ada burung terbang ..." Kondisi seperti ini membawa pada konsekuensi, orang tua dan anak menjadi tidak peka terhadap perasaannya sendiri dan perasaan orang lain.
- "Orang tua tidak boleh marah. Anak boleh marah."
Orang tua seperti ini cenderung menggunakan pendekatan permisif, dan berusaha memenuhi keinginan anaknya agar kemarahannya mereda.
- "Orang tua boleh marah. Anak tidak boleh marah."
Ini orang tua yang tidak adil. Cenderung menggunakan pendekatan otoriter. Orang tua boleh marah bahkan sering marah pada anak ketika anak tidak sesuai harapan orang tua, namun anak tidak diizinkan marah dan harus diam/menahan marahnya. Kalau anak marah, maka orang tua lebih marah lagi.
- "Orang tua boleh marah. Anak boleh marah."
Orang tua seperti ini beranggapan marah adalah emosi yang wajar dan alamiah, sebagai respon terhadap ketidak-puasan. Emosi marahnya tidak salah, namun ada cara yang perlu dipelajari bagaimana mengekspresikan dengan cara yang tidak menimbulkan masalah baru.
Anak (juga orang dewasa) marah ketika kebutuhannya tidak terpenuhi. Bila kita mengacu pada kebutuhan dasar psikologis anak, maka kemarahan anak adalah ketika;
- Anak tidak terpenuhi kebutuhan akan RASA AMAN
- Anak tidak memperoleh OTONOMI, dan kesempatan menunjukan KEMAMPUANNYA/KOMPETENSI
- Anak tidak memperoleh kesempatan mengekspresikan KEBUTUHAN dan EMOSInya
- Anak tidak memperoleh KESENANGAN dalam aktivitasnya
- Anak tidak memperoleh PERATURAN/BATASAN yang adil.
Kakak yang marah pada adiknya, seringkali bukan karena benci pada adik, melainkan marah karena merasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua.
Anak yang tak patuh ketika disuruh, kadang didasari marah karena tak memperoleh kesempatan menunjukkan kemampuannya mengatur diri.
Anak yang berteriak dan mengamuk di mall, mungkin memang ingin mainan tertentu, tapi juga sangat mungkin merasa marah karena tidak diperhatikan.
Anak yang selalu harus belajar, dan banyak mengikuti les kemudian mogok belajar. Sangat mungkin didasari kemarahan karena terbebani dan aktivitas itu menjadi tidak menarik lagi. Dan juga karena merasa memperoleh aturan yang tidak adil.
Ada orang tua yang ikut terpicu dengan ekspresi kemarahan anak (tangisan, amukan, ngambek, dll) dengan respon yang beragam. Tidak menyadari bahwa ekspresi yang ditampilkan itu hanyalah "puncak dari gunung es". Kita perlu menggali "dasar dari gunung es" tersebut, atau mencari latar belakang penyebab emosi marah tersebut. Kebutuhan mana yang belum terpenuhi, kebutuhan itu yang kita penuhi.
Analogi sederhana saya:
Bila anak menangis (ekspresi emosi) karena lapar (kebutuhan), maka yang perlu dilakukan paling awal bukan memarahi anak karena menangis melainkan memberi makan hingga kenyang. Setelah kenyang, maka anak perlu diajarkan cara meminta makan yang lebih baik, dan tidak lagi menggunakan cara menangis.
Yeti Widiati 010619

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...