Kamis, 31 Desember 2020

"PELAJARAN' UNTUK ANAK DALAM SITUASI TEKANAN - yws


Pelajaran apa yang diperoleh anak-anak kita saat diputuskan kebijakan belajar di rumah? Matematika, IPA, IPS, Bahasa, Agama? Ya, itu beberapa mata pelajaran yang selama masa social distancing, diserahkan sekolah kepada orang tua.
Tapi saya bukan akan menyoroti itu. Saya akan lebih menyoroti pembelajaran yang sifatnya lebih subtil/halus, lebih psikologis, yang tidak terasa oleh kita karena muncul spontan, dan tidak konkrit, dan sulitnya lagi karena seringkali tidak kita sadari.
Pembelajaran itu antara lain:
- Sikap dan respon dalam menghadapi masalah, termasuk proses pemecahan masalah di dalamnya.
- Managemen dan sistematika kerja
- Pengelolaan emosi
- Value
Kondisi pandemi Covid 19 ini berefek secara luas pada banyak orang. Berbeda dengan musibah yang bersifat individual yang hanya terkena pada satu atau beberapa orang, kondisi saat ini terkena pada banyak orang sekaligus, yang bahkan dirasakan secara global.
Mungkin sebuah keluarga tidak terkena paparan Covid 19, akan tetapi kebijakan berkait ini (social distancing, lock down/PSBB) mempengaruhi setiap keluarga dengan skala yang berbeda-beda. Ada yang stres karena takut terpapar Covid 19, ada juga yang stres karena perlu mengubah kebiasaan atau mengalami keterbatasan mobilitas. Namun ada cukup banyak yang stres karena penurunan pemasukan atau bahkan kehilangan pemasukan sama sekali (PHK).
Tanpa mengecilkan semua sumber stres tersebut yang saya paham bahwa itu sangat menekan bagi mereka yang mengalaminya, saya ingin mengajak kita untuk menghayati dan melihat dengan cara pandang yang berbeda. Bahwa apapun respon atau cara kita menghadapi stres ini akan teramati oleh mata anak-anak kita.
Anak-anak kita merekam dan kemudian mengimitasi bagaimana kita berespon terhadap situasi tekanan. Atau dengan kata lain anak kita belajar skema orang tuanya dalam menyelesaikan masalah atau yang sering disebut dengan istilah Coping Problem Schema.
Apakah dalam keadaan stres kita:
- menjadi lebih banyak mengeluh?
- Menjadi lebih tidak sabar dan memarahi segala hal yang tidak sesuai harapan?
- menjadi lebih cemas, serba takut dan serba melarang?
Semua emosi itu sebetulnya adalah wajar dalam kondisi luar biasa. Sayangnya itu semua seringkali tidak terkomunikasikan pada anak, sehingga mereka tidak paham, mengapa tiba-tiba orang tuanya menjadi mudah marah, mengapa ia serba dilarang, mengapa hal yang dulu biasa sekarang menjadi keributan besar.
Komunikasi menjadi poin penting di sini. Tantangan biasanya ada pada orang tua yang beranggapan, bahwa anak tidak perlu tahu urusan orang dewasa, karena
- Anak tidak memiliki kompetensi untuk mengatasi masalah, sehingga tidak perlu dilibatkan dalam penyelesaian masalah
- Anak tidak boleh susah dengan masalah
Anak memang belum memiliki kompetensi memadai untuk mengatasi masalah orang dewasa, tapi mereka memiliki kompetensi untuk mengatasi masalah sesuai dengan kemampuannya. Dan masalah adalah hal yang natural dan pasti akan ada dalam hidup ini. Oleh karena itu alih-alih menghindari masalah, maka secara bertahap anak tetap perlu dihadapkan dengan masalah juga. Sekali lagi, sesuai dengan kemampuannya.
Yeti Widiati 140420

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...