Kamis, 31 Desember 2020

PENGALAMAN BERAGAMA SEPERTI APA YANG KITA TANAMKAN PADA ANAK? - yws


Apa makanan kesukaan kita pada waktu kecil yang ngangenin dan kalau kita makan, maka akan mengingatkan kenangan indah saat kecil?
Saya suka rujak ulek dekat rumah saya dulu waktu usia SD. Rasanya enak banget. Hingga sekarang, saya belum menemukan rasa rujak yang sama persis dengan itu. Bahkan sekalipun sekarang ada rujak mahal yang buahnya apel, jambu Bangkok, jambu air Cincalo, belimbing, jeruk Bali, dll, masih tetap belum bisa mengalahkan rujek ulek murah meriah dari masa kecil saya.
Lho, kenapa pagi-pagi saya bahas rujak?
Beberapa waktu lalu, saya mendengar tausiyah Syaikh Yasir Qadhi di Youtube, tentang bahasan remaja dan agama.
Banyak orang tua mengeluh bahwa remajanya mulai berkurang ketaatannya pada ibadah, dan menjadi sangat kritis mempertanyakan berbagai hal terkait agama. Kondisi ini membuat orang tua khawatir, dan beranggapan bahwa lingkungan memberikan pengaruh buruk pada anak. Anak yang asalnya rajin beribadah, menurut tanpa banyak bertanya, sekarang men-challenge orang tuanya dengan perilaku dan pertanyaan-pertanyaan rumit.
Syaikh Yasir Qadhi mengatakan bahwa anak kita, pada satu titik (biasanya usia remaja dan dewasa awal) akan mencoba-coba ragam value dan pandangan dari lingkungannya. Itu hal yang biasa, wajar dan sangat bisa dipahami sebagai bagian proses yang memang perlu dialami sebelum mereka memegang teguh suatu value.
Mereka akan mencoba hal-hal yang biasanya tidak mereka peroleh di rumah (keluarga). Ada masa-masa di mana mereka begitu gandrung dengan hal-hal yang baru dan unik. Ada kegagalan dan ada keberhasilan. Ada suka dan tidak suka. Ada pertentangan dan persetujuan. Semuanya adalah proses yang wajar yang membuat mereka, ketika mengambil keputusan memilih value tertentu menjadi lebih kuat karena memiliki alasan yang didasari oleh pengalaman.
Namun, (menurut Syaikh Yasir Qadhi juga) pada akhirnya, sekalipun seorang remaja/dewasa muda sudah malang melintang mencoba ragam pemikiran, pada akhirnya ia akan kembali memegang value yang ditanamkan orang tuanya saat kecil. Syaratnya adalah, bila value tersebut ditanamkan orang tuanya dengan rasa positif (bahagia, semangat, ikhlas, dll). Sesuatu yang berasosiasi/berhubungan dengan pengalaman yang menyenangkan akan melekat dalam memori lebih kuat, membuat nyaman dan memberikan dorongan untuk mengulang serta mempertahankannya.
Anak-anak yang memperoleh pengalaman beragama saat kecil yang positif dan menyenangkan, berpeluang sangat besar untuk menghidupkan kembali pengalaman tersebut pada masa dewasa, terutama pada saat ia menghadapi tanggung jawab untuk mendidik anaknya sendiri. Sekalipun boleh jadi saat remaja, ia mencicipi ragam pemikiran yang beragam.
Saya pun merenung. Jika rujak dekat rumah saya dulu, sudah menjadi "standar rasa rujak yang enak" bagi saya. Sehingga ketika saya makan rujak, maka saya mengacu pada rujak di masa lalu. Maka, apakah saya sudah menanamkan pengalaman beragama yang baik yang menjadi acuan bagi anak-anak saya untuk kembali sekalipun mereka menghadapi ragam tawaran value di lingkungannya?
Dan itu membuat saya deg-degan ...
Yeti Widiati 270918

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...