Cinta tidak datang otomatis, apalagi karena posisi. Cinta itu perlu diusahakan dan ditumbuhkan. Cinta itu dirasakan. Bila orang tua ingin anaknya mencintainya, maka mereka perlu berusaha agar anak 'merasakan' cinta mereka.
- Dengan ucapan, sentuhan, ekspresi, tindakan, keleluasaan, penerimaan, bimbingan, pendampingan, dukungan, fasilitas, hadiah, perlindungan, bantuan, dll.
- Melalui frekuensi (kuantitas) dan intensitas (kualitas) interaksi
- Melibatkan emosi positif (senang, optimis, aman/terlindung, dll)
- Dengan koherensi, sesuai antara kata dengan ekspresi dan tindakan.
Jika orang tua mencintai, tapi anak MERASA TIDAK DICINTAI, cek poin di atas, di sebelah mana yang menyebabkan kesenjangan.
Betul, ada saja orang tua yang memang tidak mencintai atau setengah hati mencintai anaknya. Namun itu sangat sedikit. Jauh lebih banyak orang tua yang mengira anak seharusnya merasakan cinta orang tua tanpa harus dinyatakan dan ditunjukkan.
Sayangnya, hal ini yang justru sering menimbulkan kesalah-pahaman. Apalagi bagi anak dan balita yang memiliki keterbatasan kemampuan berpikir. Yang belum bisa memahami bahwa 'marahnya' orang tua adalah karena cinta orang tua. Ketidak-koherenan yang sulit dipahami oleh anak dengan cara berpikir konkritnya.
Ada orang tua yang berpikir, "Nanti juga kalau anak sudah besar mereka akan mengerti bahwa orang tuanya mencintai." Ya, Alhamdulillah kalau seperti itu. Yang cukup sering terjadi adalah, kesalah-pahaman itu kadung menimbulkan luka di hati anak, yang membuat anak berprasangka buruk pada orang tua, hubungan menjadi berjarak dan menimbulkan masalah yang terbawa hingga dewasa.
Mari mengekspresikan cinta dengan koheren agar anak tidak salah memahami ....
Yeti Widiati 191220
Tidak ada komentar:
Posting Komentar