(Konteks Parenting)
Apakah bila kita duduk di samping orang yang mengemudi mobil, maka kita otomatis jago menyetir?
Tahu cara mengemudi mungkin ya (bila memperhatikan dengan baik atau bila supirnya berbaik hati menjelaskan). Tapi untuk bisa trampil maka kita perlu memperoleh kesempatan untuk berlatih dengan terbimbing hingga bisa percaya diri menyetir sendiri.
Bila kita tiba-tiba disuruh mengemudi mobil namun tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman memadai, bagaimana perasaan kita? Ragu, takut, cemas, panik?
Sekarang saya membuat analogi menyetir mobil itu dengan mengasuh dan mendidik anak.
Sekalipun anak pernah diasuh dan dididik oleh orang tuanya,
- Apakah anak sungguh-sungguh berminat dan mengamati bagaimana cara orang tuanya mengasuh dan mendidik anak?
- Apakah orang tua dengan sengaja dan sadar mengajari anak bagaimana caranya mengasuh dan mendidik dalam keluarga dan memberi kesempatan berlatih merawat dan melayani orang lain? Di masa sekarang, cukup banyak orang tua yang mendorong anak untuk lebih berfokus pada akademik dan luput mengajari anaknya bagaimana caranya merawat dan melayani orang lain dalam keluarga.
Sama dengan analogi menyetir, lalu apa jadinya ketika seseorang menikah dan memiliki anak, sementara ia belum memiliki pengetahuan, ketrampilan dan miskin pengalaman pengasuhan? Peluang munculnya emosi negatif pun cukup besar. Mulai dari ragu, was-was, cemas, takut, merasa bersalah, merasa kurang sempurna, tidak sabar, dll.
Oleh karena itu, sekalipun ada cukup banyak alasan mengapa seseorang menjadi mudah emosi dalam mengasuh anak, namun pengetahuan, ketrampilan dan kesempatan (jam terbang) berpengaruh signifikan terhadap ketenangan dan kesabaran menghadapi masalah-masalah yang muncul dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
*Ada 'Sekolah Menyetir', maka menjadi penting adanya 'Sekolah Orang Tua'. Tapi kalaupun tak ada 'Sekolah Orang Tua', belajarlah terus sepanjang hayat dari ragam sumber.
* Merespon survey Parenting
Yeti Widiati 080419
Tidak ada komentar:
Posting Komentar