Kamis, 31 Desember 2020

CINTA PERLU DIINDRA DAN 'DICERNA' - yws


"Mbak, saya marah betul pada anak saya. Dia umur 17 tahun. Kebangetan. Masa dia bilang begini pada saya, 'Bunda nggak pernah merhatiin aku! Bunda nggak sayang aku! Bunda cuma mikirin pekerjaan aja. Aku ditinggal-tinggal terus sama nenek ...!'
Tega betul dia bilang begitu. Sakit hati saya. Saya tuh mbak, kalau bukan karena ayahnya anak-anak tidak bisa kerja, saya nggak akan kerja. Kerja ini bukan maunya saya. Saya terpaksa. Saya punya 3 anak. Suami saya sakit parah karena kecelakaan ketika anak2 kecil. Saya nggak mungkin membiarkan anak saya nggak makan, nggak sekolah. Siapa lagi yang harus mengambil tanggung jawab ekonomi keluarga kalau bukan saya ibunya. Saya masih beruntung karena neneknya bersedia dititipi cucu ketika saya tugas keluar kota. Ini berat mbak. Ketika saya keluar kota, saya kepikiran anak-anak. Apalagi kalau mereka sakit. Bolak-balik saya telpon ibu saya dan saya ngasih instruksi untuk makan obatnya.
Kok tega anak saya sekarang bilang begitu pada saya ... "
"Mbak, pernah nggak mbak bilang pada anak, apa yang menyebabkan mbak harus bekerja?"
"Yaaa ... dulu sih waktu anak-anak kecil, dan mereka menangis ditinggal kerja, saya suka bilang, Bunda pergi kerja cari uang biar bisa beli susu buat kamu."
"Oke, tapi setelah anak umur 12-13 tahun apakah pernah duduk bareng anak dan membicarakan hal-hal ini?"
"Nggak sih, karena saya pikir mereka sudah paham. Karena sudah besar."
"Iya, boleh jadi ada anak yang sudah paham dan menerimanya, tapi sangat mungkin juga anak belum paham sehingga sulit menerima. Apalagi kalau dulu waktu dia kecil mungkin pernah ada satu atau dua atau beberapa kali kejadian dia sangat membutuhkan ibunya dan pas kebetulan ibunya tidak ada karena tugas luar kota.
Kita perlu memastikan apakah dia paham atau tidak dengan ngobrol dari hati ke hati dengannya."
"Aduh belum pernah itu ngobrol dari hati ke hati. Selain karena saya juga sibuk bekerja juga karena anak2 kelihatannya malas juga ngobrol dengan saya. Mereka sudah punya kegiatannya sendiri."
"Nah, sekarang si Abang ini kan sedang emosi, marah juga kecewa. Nggak efektif kalau kita, sekalipun kita benar, untuk menyalahkan anak, memarahi dan menasihati.
Dengarkan saja apa yang disampaikan anak. Tak perlu dijawab. Karena orang marah itu minta didengarkan bukan dijawab. Sesudah ia mengungkapkan semua, minta maaf lah pada anak."
"Tapi saya nggak salah, kenapa saya yang minta maaf?"
"Minta maaf tidak selalu karena berbuat salah. Minta maaf juga bukan karena mbak memilih bekerja untuk anak. Tapi minta maaf karena luput memahami perasaan dan memenuhi kebutuhan emosinya. Sampaikan juga pada anak bahwa mbak sayang pada dia. Tak perlu bersikap defensif dengan misalnya mengatakan, 'Kalau bunda nggak kerja, gimana kamu bisa makan dan sekolah?' Perasaan itu subyektif sehingga perlu didengar dan diterima dulu."
"Tapi apakah dia jadi mengerti?"
"Belum, yang dilakukan di atas itu lebih pada membuat anak diterima kebutuhan emosinya. Untuk bisa paham apa yang dilakukan ibunya, hanya mungkin bila ia sudah tenang emosinya. Boleh saja mbak yang bercerita betapa berat sebetulnya mbak memutuskan untuk bekerja dan meninggalkan anak-anak. Tapi kadang kita tidak nyaman mengatakan kebaikan-kebaikan kita sendiri. Dalam hal ini saya menyarankan ada orang lain yang bisa menyampaikannya. Misalnya, neneknya, Oom Tantenya, teman ibunya, gurunya atau siapa pun yang bisa membantu membuat anak tahu bahwa apa yang dilakukan ibunya adalah justru karena cinta dan tanggung jawab.
Anak tidak serta merta tahu betapa orang tuanya mencintainya kalau ia tidak mengindranya (melihat, mendengar, merasakan) dan mengolahnya dengan berpikir.
Abang sudah 17 tahun, Insya Allah sudah memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik. Dia akan menyadari bahwa hidup tidak selalu hitam putih. Bahwa keputusan tidak selalu bisa menyenangkan semua pihak."
"Begitu ya, mbak. Bisa nggak ya?"
"Kita tak akan pernah tahu bila tidak mencoba ..."
Yeti Widiati 080718

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...