"SILAKAN IBU BAJUNYA ...!!!" - yws
Saya suka "cuci mata" saat mengunjungi daerah perbelanjaan seperti misalnya ITC BSD, Pertokoan Tanah Abang, Semanggi, Baltos di Bandung atau bahkan Pamulang Square dekat rumah saya. Tidak harus membeli, hanya berjalan-jalan saja dan melihat-lihat barang dagangan itu punya efek refreshing dan relaksasi buat saya. Sehingga pikiran mumet bisa agak terurai. Hehehe ... khas perempuan sekali.
Awalnya saya terganggu jika saat saya sedang melihat-lihat, tiba-tiba mbak penjaganya mendekati, dan berteriak "Silakan Ibu bajunya ...!!!" Kalau saya menjawab, "Lihat-lihat saja ..." si mbak pun pada umumnya mempersilakan "Boleh ..." Ada yang sambil tersenyum ada pula yang berwajah datar.
Pernah pada satu waktu saya membeli busana muslim di sebuah kios busana di Pamulang Square. Saya boleh berganti-ganti mencoba ragam busana yang ada di situ. Dan si mbak tak putus memuji, "Cocok bener baju ini dengan kulit Ibu..." atau "Aduh, ibu jadi kelihatan tambah muda ..." Dan anehnya, sekalipun saya tahu si Mbak penjual ini menggunakan hypnotic language untuk mensugesti saya, saya tetap senang mendengarnya.
Si mbak pedagang ini pun seperti sudah punya stock kalimat jawaban untuk setiap keluhan, misalnya,
- "Aduh kepanjangan ... " dijawab, "Iya bu, tinggal dipendekin sedikit di sini ..."
- "Aduh mbak mahal nih ..." dijawab "Bahannya memang bagus Bu, jadi agak mahal, tapi ibu gak bakal nyesel deh, soalnya ini cocok banget di Ibu."
- "Gak matching nih kerudungnya sama bajunya ..." dijawab, "Sebentar Bu, saya ke toko sebelah dulu cari yang kerudungnya matching."
Jika saya tidak jadi membeli, si pedagang tidak berkata apa-apa. Tapi ketika akhirnya saya memutuskan membeli si mbak penjual berkata dengan keras juga, "Nanti kembali lagi ke sini ya, Bu... !!!" Dan anehnya, teriakan itu nempel di kepala saya. Dan saya kerap menengok ke kios tersebut, jika saya datang, sekalipun belum tentu saya membeli.
Satu saat saya berkunjung ke sebuah kota yang budaya, kebiasaan dan pengalaman para pedagangnya membentuk suatu perilaku yang khas. Tak cukup toleran dengan orang yang hanya ingin berjalan-jalan dan melihat-lihat. Melihat, memegang, membandingkan harga dan menawar seolah harus berujung transaksi. Sehingga menjadi terasa memaksa. Sulit memilih sight seeing sebagai cara refreshing di kota ini.
Seorang pedagang menghardik saya karena tidak jadi membeli sebuah barang yang sudah saya sentuh. Ia menggerutu. Sekalipun saya tak paham gerutuannya, tapi menilik raut wajahnya, saya tau kalau ia tak suka. Saya tetap pergi karena memang tak berniat membeli, apalagi didampingi penjual yang cemberut seperti itu.
Sambil beranjak pergi saya pun terngiang dengan suara si mbak di Pamulang Square "Nanti kembali lagi ke sini ya, Bu ...!!!" dan rasa rindu untuk pulang pun mengalir....
*Cara terbaik mempengaruhi adalah dengan MENDEKATKAN bukan MENJAUHKAN.
Yeti Widiati 261016
Kamis, 27 Oktober 2016
Parenting di abad 21
ILMU-ILMU YANG PERLU DIKUASAI UNTUK PARENTING YANG LEBIH BAIK
(Diambil dan diterjemahkan dari parentinstructor.com) - yws
Ilmu 1 POLA ASUH
1. Pengertian pola asuh
2. 4 Jenis pola asuh
3. Konsekuensi dari pola asuh
4. Pengaruh jenis kelamin, etnis dan tipe keluarga terhadap pola asuh
Ilmu 2 PEMAHAMAN KARAKTERISTIK ANAK
1. Tahapan perkembangan anak
2. Karakteristik temperamen anak
3. Anak sebagai bagian dari keluarga (posisi, urutan, dll)
4. Persaingan antar saudara
5. Relasi sosial anak
6. Anak dan Stress
Ilmu 3 CINTA DAN PERHATIAN
1. Bagaimana menunjukkan rasa cinta
2. Bagaimana menunjukkan perhatian
Ilmu 4 MENJADI ROLE MODEL
1. Pengaruh masa lalu
2. Apa yang kita tampilkan sekarang?
Ilmu 5 EMPATI
1. Emosi dalam hidup
2. Mengapa emosi itu penting
3. Kurangnya empati
4. Mengapa kesadaran sosial itu penting?
5. Bagaimana belajar lebih empati?
6. Mengembangkan empati pada anak
7. Mendengar empatik
8. Komunikasi empatik
9. Acceptance (penerimaan diri)
Ilmu 6 KOMUNIKASI
1. Mengkomunikasikan emosi
2. Pola komunikasi yang merusak
3. Komunikasi asertif
- Menyampaikan pesan
- Belajar mendengar
- Mengekspresikan keluhan
- Kenali bagian kita dalam sebuah konflik
4. Berkomunikasi dengan anak
5. Tips untuk berkomunikasi dengan anak
Ilmu 7 DISIPLIN
1. Tujuan Disiplin
2. Pendekatan dan filosofi disiplin
3. Prinsip umum disiplin
4. Membuat batasan/boundaries
5. Tips untuk membuat batasan/boundaries
6. Hadiah dan konsekuensi/hukuman bagi anak
Ilmu 8 MANAGEMEN STRES
1. Stres dan kesehatan fisik
2. Stres dan kesehatan mental
3. Stres di tempat kerja
4. Stres dalam parenting
- Mengelola kesehatan mental diri sebagai orangtua
- Menangani stress sehari-hari dalam mengasuh anak
5. Mengenali Stres
- Empat tahap managemen stres
6. Dukungan sosial
7. Sepuluh tips mengurangi stres
Ilmu 9 MASALAH SPESIFIK KELUARGA
1. Anak dan Perceraian
2. Co-parenting
3. Parenting dan orangtua tiri
4. Parenting dan orangtua tunggal
Yeti Widiati 150716
ILMU-ILMU YANG PERLU DIKUASAI UNTUK PARENTING YANG LEBIH BAIK
(Diambil dan diterjemahkan dari parentinstructor.com) - yws
Ilmu 1 POLA ASUH
1. Pengertian pola asuh
2. 4 Jenis pola asuh
3. Konsekuensi dari pola asuh
4. Pengaruh jenis kelamin, etnis dan tipe keluarga terhadap pola asuh
Ilmu 2 PEMAHAMAN KARAKTERISTIK ANAK
1. Tahapan perkembangan anak
2. Karakteristik temperamen anak
3. Anak sebagai bagian dari keluarga (posisi, urutan, dll)
4. Persaingan antar saudara
5. Relasi sosial anak
6. Anak dan Stress
Ilmu 3 CINTA DAN PERHATIAN
1. Bagaimana menunjukkan rasa cinta
2. Bagaimana menunjukkan perhatian
Ilmu 4 MENJADI ROLE MODEL
1. Pengaruh masa lalu
2. Apa yang kita tampilkan sekarang?
Ilmu 5 EMPATI
1. Emosi dalam hidup
2. Mengapa emosi itu penting
3. Kurangnya empati
4. Mengapa kesadaran sosial itu penting?
5. Bagaimana belajar lebih empati?
6. Mengembangkan empati pada anak
7. Mendengar empatik
8. Komunikasi empatik
9. Acceptance (penerimaan diri)
Ilmu 6 KOMUNIKASI
1. Mengkomunikasikan emosi
2. Pola komunikasi yang merusak
3. Komunikasi asertif
- Menyampaikan pesan
- Belajar mendengar
- Mengekspresikan keluhan
- Kenali bagian kita dalam sebuah konflik
4. Berkomunikasi dengan anak
5. Tips untuk berkomunikasi dengan anak
Ilmu 7 DISIPLIN
1. Tujuan Disiplin
2. Pendekatan dan filosofi disiplin
3. Prinsip umum disiplin
4. Membuat batasan/boundaries
5. Tips untuk membuat batasan/boundaries
6. Hadiah dan konsekuensi/hukuman bagi anak
Ilmu 8 MANAGEMEN STRES
1. Stres dan kesehatan fisik
2. Stres dan kesehatan mental
3. Stres di tempat kerja
4. Stres dalam parenting
- Mengelola kesehatan mental diri sebagai orangtua
- Menangani stress sehari-hari dalam mengasuh anak
5. Mengenali Stres
- Empat tahap managemen stres
6. Dukungan sosial
7. Sepuluh tips mengurangi stres
Ilmu 9 MASALAH SPESIFIK KELUARGA
1. Anak dan Perceraian
2. Co-parenting
3. Parenting dan orangtua tiri
4. Parenting dan orangtua tunggal
Yeti Widiati 150716
POLA TEMPERAMEN ANAK - yws
Mengacu pada penelitian longitudinal New York* yang menurut saya masih relevan untuk anak Indonesia, dinyatakan bahwa ada 3 pola temperamen pada anak.
Mengacu pada penelitian longitudinal New York* yang menurut saya masih relevan untuk anak Indonesia, dinyatakan bahwa ada 3 pola temperamen pada anak.
1. "Easy" Child
Sekitar 40% anak adalah termasuk easy child. Anak-anak yang termasuk kelompok ini, pada umumnya moodnya stabil, senang. Fungsi biologis berjalan baik (mudah makan, tidur dan aktif bergerak) dan mudah menerima pengalaman baru. Secara sosial juga mudah memasuki dan bertemu dengan orang serta situasi baru.
2. "Difficult" Child
Sekitar 10% termasuk kelompok ini. Ditandai dengan sensitivitas yang lebih tinggi, sehingga mudah kesal, menangis, frustrasi namun juga mudah tertawa terbahak-bahak. Ia perlu usaha lebih besar untuk tenang. Fungsi biologis ritmenya tidak teratur, misalnya dalam hal makan, tidur, termasuk buang air. Kurang suka hal-hal baru, dalam hal makanan, situasi sosial, orang-orang baru. Lambat beradaptasi.
3. "Slow to Warm Up" Child
15% anak berada di antara easy dan difficult child, dalam hal kecepatan berespon dan beradaptasi dengan lingkungan. Ia membutuhkan waktu lebih lama daripada easy child namun lebih cepat daripada difficult child baik dalam mood, fungsi biologis, minat terhadap hal-hal baru dan berespon terhadap lingkungan sosial.
Masih ada 35% anak yang tidak termasuk dalam pola-pola di atas. Mereka misalnya, anak-anak yang mungkin fungsi biologisnya termasuk easy child, namun dalam hal adaptasi sosial termasuk dalam difficult child. Atau anak-anak yang punya minat terhadap hal-hal baru, namun dari sisi mood sangat mudah berubah.
Pemahaman kita (orangtua dan guru) mengenai pola temperamen anak ini, bukanlah dimaksudkan untuk melakukan judge atau labelling, namun lebih pada pengetahuan sehingga kita dapat menghandle anak dengan lebih efektif saat menghadapi suatu situasi tertentu.
Orangtua dan guru yang peka dan peduli pada pola temperamen anak, akan mengembangkan strategi lebih variatif ketika misalnya, menghadapi anak yang sulit makan makanan baru, daripada ikut terbawa kesal dan frustrasi ketika anak "mogok makan".
Dari pengamatan saya terhadap ragam kasus anak, maka poin utamanya tetap adalah pada bagaimana pola asuh atau bagaimana orangtua memperlakukan anak. Anak-anak yang termasuk "easy" child juga bisa bermasalah bila orangtua tidak menghandle atau memanfaatkan resources ini dengan baik.
Tantangan pada orangtua yang memiliki easy child, adalah pengabaian pada anak atau bahkan kesombongan, ketika orangtua mengira bahwa karena dirinya-lah anak menjadi baik dan kemudian mulai mengkritisi orangtua lain yang dipandang "gagal" menghandle anaknya.
Difficult child dan Slow to warm child pun bisa menimbulkan masalah yang lebih besar ketika orangtua menyerah, "Ah anak saya sih memang begitu, kalau gak dikasih keinginannya nanti nangis kejer, repot. Mending di kasih saja," Atau sebaliknya bersikap terlalu kaku dan memaksa, "Pokoknya mau gak mau anak itu harus nurut ...". Sikap-sikap seperti ini menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari.
Allah itu adil, setiap orangtua dikarunia anak dengan tantangan yang sesuai dengan kemampuannya. Tugas kita sebagai orangtua adalah melakukan sebaik yang bisa kita lakukan.
*Sumber Experience Human Development, Diane E. Papalia, 13th
Yeti Widiati 201016
Sekitar 40% anak adalah termasuk easy child. Anak-anak yang termasuk kelompok ini, pada umumnya moodnya stabil, senang. Fungsi biologis berjalan baik (mudah makan, tidur dan aktif bergerak) dan mudah menerima pengalaman baru. Secara sosial juga mudah memasuki dan bertemu dengan orang serta situasi baru.
2. "Difficult" Child
Sekitar 10% termasuk kelompok ini. Ditandai dengan sensitivitas yang lebih tinggi, sehingga mudah kesal, menangis, frustrasi namun juga mudah tertawa terbahak-bahak. Ia perlu usaha lebih besar untuk tenang. Fungsi biologis ritmenya tidak teratur, misalnya dalam hal makan, tidur, termasuk buang air. Kurang suka hal-hal baru, dalam hal makanan, situasi sosial, orang-orang baru. Lambat beradaptasi.
3. "Slow to Warm Up" Child
15% anak berada di antara easy dan difficult child, dalam hal kecepatan berespon dan beradaptasi dengan lingkungan. Ia membutuhkan waktu lebih lama daripada easy child namun lebih cepat daripada difficult child baik dalam mood, fungsi biologis, minat terhadap hal-hal baru dan berespon terhadap lingkungan sosial.
Masih ada 35% anak yang tidak termasuk dalam pola-pola di atas. Mereka misalnya, anak-anak yang mungkin fungsi biologisnya termasuk easy child, namun dalam hal adaptasi sosial termasuk dalam difficult child. Atau anak-anak yang punya minat terhadap hal-hal baru, namun dari sisi mood sangat mudah berubah.
Pemahaman kita (orangtua dan guru) mengenai pola temperamen anak ini, bukanlah dimaksudkan untuk melakukan judge atau labelling, namun lebih pada pengetahuan sehingga kita dapat menghandle anak dengan lebih efektif saat menghadapi suatu situasi tertentu.
Orangtua dan guru yang peka dan peduli pada pola temperamen anak, akan mengembangkan strategi lebih variatif ketika misalnya, menghadapi anak yang sulit makan makanan baru, daripada ikut terbawa kesal dan frustrasi ketika anak "mogok makan".
Dari pengamatan saya terhadap ragam kasus anak, maka poin utamanya tetap adalah pada bagaimana pola asuh atau bagaimana orangtua memperlakukan anak. Anak-anak yang termasuk "easy" child juga bisa bermasalah bila orangtua tidak menghandle atau memanfaatkan resources ini dengan baik.
Tantangan pada orangtua yang memiliki easy child, adalah pengabaian pada anak atau bahkan kesombongan, ketika orangtua mengira bahwa karena dirinya-lah anak menjadi baik dan kemudian mulai mengkritisi orangtua lain yang dipandang "gagal" menghandle anaknya.
Difficult child dan Slow to warm child pun bisa menimbulkan masalah yang lebih besar ketika orangtua menyerah, "Ah anak saya sih memang begitu, kalau gak dikasih keinginannya nanti nangis kejer, repot. Mending di kasih saja," Atau sebaliknya bersikap terlalu kaku dan memaksa, "Pokoknya mau gak mau anak itu harus nurut ...". Sikap-sikap seperti ini menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari.
Allah itu adil, setiap orangtua dikarunia anak dengan tantangan yang sesuai dengan kemampuannya. Tugas kita sebagai orangtua adalah melakukan sebaik yang bisa kita lakukan.
*Sumber Experience Human Development, Diane E. Papalia, 13th
Yeti Widiati 201016
Selasa, 18 Oktober 2016

Ini adalah foto tahun 2012, saat kontrol terakhir dengan Prof. David David, setelah ditangani (operasi dan pendampingan) selama 16 tahun. Dikatakan "terakhir" karena Prof. David mengatakan bahwa proses rekonstruksi untuk mengembalikan fungsi organ, dipandang telah selesai.
Sejak lahir Ghina menyandang Crouzon Syndrome, kelainan pada struktur tulang kepala yang mengganggu fungsi organ di kepalanya. Pada usia Ghina 1,5 tahun, (tahun 1996 awal), kami memperoleh rekomendasi untuk berkonsultasi dengan Prof. David David (dulu masih bergelar Mr.) seorang dokter ahli Craniofacial dari Adelaide Australia.
Kami memperoleh kesempatan bertemu, saat Prof. David berkunjung Indonesia.
Dari pertemuan pertama ini, kami memperoleh gambaran lebih jelas mengenai apa yang bisa kami lakukan untuk membantu perkembangan putri kami baik dari sisi medis maupun psikologis.
Operasi rekonstruksi pertama saat Ghina usia 2 tahun (1996), untuk memberikan ruang bagi otaknya berkembang, sebagai upaya menghindari keterbelakangan mental, gangguan syaraf dan juga rasa sakit kepala yang luar biasa.
Operasi kedua usia 8 tahun (2002), memperbaiki mid-face, terutama untuk menyelamatkan mata dari tekanan terlalu besar yang bisa menyebabkan kebutaan, dan juga memperbaiki rahang.
Operasi ketiga usia 16 tahun, Ghina sudah duduk di bangku SMA. Juga memperbaiki mid-face. Titik beratnya pada rahang, membuat tulang pipi dan memperbaiki dahi.
Proses operasinya sendiri adalah satu tantangan besar, tapi memelihara hasil operasi dan mengembangkan aspek perkembangan lainnya ternyata juga tidak sederhana. Sejak awal Prof. David mengatakan, "Saya melakukan operasi, itu bagian saya, tapi anda orangtuanya yang memelihara hasil operasi ini karena ini adalah proses perubahan jangka panjang."
Dan saya mengapresiasi Prof. David yang selalu memberikan penguatan pada setiap pertemuan konsultasi (2 kali setahun) saat ia berkunjung ke Indonesia. "Hello Blossom ... " dan "Thank you, you did great job as parent. You make my job, easier ..." adalah kalimat yang selalu diucapkan saat menyapa Ghina dan saat pertemuan selesai.
Semua proses sejak awal hingga saat akhir adalah proses pembelajaran luar biasa.
Thank you Prof. David. Saya percaya, setiap kebaikan akan berbuah kebaikan.
Wish you all the best.
Yeti Widiati 181016
Senin, 17 Oktober 2016
READ ALOUD - yws
Pada umumnya, bayi dan anak-anak senang dibacakan buku cerita. Bukan hanya karena content cerita yang menarik, tetapi juga pada proses interaksi selama dibacakan buku.
Sayangnya tidak semua orangtua senang membacakan buku, apalagi membacakan berulang-ulang buku yang sama. Merasa bosan, sia-sia, tidak terlalu penting, tidak sabar, tidak sempat/tidak ada waktu dan bahkan merasa tidak mampu, acap menjadi alasan para orangtua.
Apa keuntungan membacakan buku dengan suara keras (read aloud) pada anak? Ah, saya percaya banyak orangtua sudah tahu tentang hal itu. Selain meningkatkan ikatan/bonding emosional orangtua-anak, yang juga penting adalah meningkatkan kemampuan berpikir/kognitif anak.
Bagaimana kemampuan kognitif bisa meningkat?
- Karena wawasan pengetahuan anak bertambah besar.
- Kosa kata pun bertambah kaya.
- Anak belajar alur berpikir/sistematika yang benar.
- Cerita yang baik juga berpeluang memberikan anak kesempatan memperoleh alternatif problem solving.
- Dengan penyajian yang tepat, juga bisa merangsang kemampuan berpikir kritis anak.
- Mendorong minat belajar dan literasi
- Dll.
Penelitian menunjukkan ada korelasi positif antara anak yang memiliki kemampuan berbahasa (mengungkapkan ide melalui bahasa) yang baik, dengan tingginya kemampuan berpikir anak.
"Read Aloud" yang baik bukan hanya sekedar membacakan buku, namun ada interaksi dan pelibatan anak dalam proses berupa tanya jawab misalnya.
Ada paling tidak 3 jenis style "Read Aloud", yaitu
1. DESCRIBER
Orang yang membacakan cerita dengan style Describer, berfokus pada "menggambarkan" apa yang terjadi dalam cerita atau gambar yang dibacakan dan mengajak anak menggambarkan kembali atau memperagakan apa yang diceritakan.
Contoh pertanyaan yang diajukan:
“Kucingnya kelihatannya seperti apa?"
"Apa yang dimasak ibu untuk sarapan?"
Style ini bisa menambah kosa kata dan wawasan pengetahuan anak mengenai beragam hal. Sehingga sesuai untuk bayi dan anak-anak yang kosa katanya belum banyak.
2. COMPREHENDER
Membacakan buku dengan style Comprehender, mendorong anak untuk melihat lebih dalam pada makna cerita, membuat kesimpulan, dan melakukan prediksi.
Contoh:
“Menurut kamu, singanya sekarang mau ngapain?”
"Bagusnya kita melakukan apa kalau kita menyinggung perasaan teman?"
"Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita ini?"
Ada kemampuan analisis, problem solving, antisipasi yang dieksplorasi. Kemampuan-kemampuan ini adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
3. PERFORMANCE-ORIENTED READER
Orang yang membacakan buku dengan style ini, menyampaikan cerita dengan merancangnya sebagai suatu pertunjukkan yang menarik. Ada pendahuluan dengan menyampaikan tema sebelumnya, paparan isi yang dikemas menarik dan mengajukan pertanyaan sesudahnya.
Model ini baik untuk membuat anak tertarik dengan aktivitas membaca buku.
Tidak ada style membacakan buku yang terbaik bagi anak. Masing-masing style di atas adalah penting dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak. Kapan kita bergaya teatrikal dan membuat anak terpesona saat membaca buku, kapan kita memberi kesempatan anak yang berbicara lebih banyak, dan kapan kita mestimulasi anak untuk menggali lebih dalam kemampuan berpikir dan merasanya.
Coba semua yuk ...
Yeti Widiati 171016
Pada umumnya, bayi dan anak-anak senang dibacakan buku cerita. Bukan hanya karena content cerita yang menarik, tetapi juga pada proses interaksi selama dibacakan buku.
Sayangnya tidak semua orangtua senang membacakan buku, apalagi membacakan berulang-ulang buku yang sama. Merasa bosan, sia-sia, tidak terlalu penting, tidak sabar, tidak sempat/tidak ada waktu dan bahkan merasa tidak mampu, acap menjadi alasan para orangtua.
Apa keuntungan membacakan buku dengan suara keras (read aloud) pada anak? Ah, saya percaya banyak orangtua sudah tahu tentang hal itu. Selain meningkatkan ikatan/bonding emosional orangtua-anak, yang juga penting adalah meningkatkan kemampuan berpikir/kognitif anak.
Bagaimana kemampuan kognitif bisa meningkat?
- Karena wawasan pengetahuan anak bertambah besar.
- Kosa kata pun bertambah kaya.
- Anak belajar alur berpikir/sistematika yang benar.
- Cerita yang baik juga berpeluang memberikan anak kesempatan memperoleh alternatif problem solving.
- Dengan penyajian yang tepat, juga bisa merangsang kemampuan berpikir kritis anak.
- Mendorong minat belajar dan literasi
- Dll.
Penelitian menunjukkan ada korelasi positif antara anak yang memiliki kemampuan berbahasa (mengungkapkan ide melalui bahasa) yang baik, dengan tingginya kemampuan berpikir anak.
"Read Aloud" yang baik bukan hanya sekedar membacakan buku, namun ada interaksi dan pelibatan anak dalam proses berupa tanya jawab misalnya.
Ada paling tidak 3 jenis style "Read Aloud", yaitu
1. DESCRIBER
Orang yang membacakan cerita dengan style Describer, berfokus pada "menggambarkan" apa yang terjadi dalam cerita atau gambar yang dibacakan dan mengajak anak menggambarkan kembali atau memperagakan apa yang diceritakan.
Contoh pertanyaan yang diajukan:
“Kucingnya kelihatannya seperti apa?"
"Apa yang dimasak ibu untuk sarapan?"
Style ini bisa menambah kosa kata dan wawasan pengetahuan anak mengenai beragam hal. Sehingga sesuai untuk bayi dan anak-anak yang kosa katanya belum banyak.
2. COMPREHENDER
Membacakan buku dengan style Comprehender, mendorong anak untuk melihat lebih dalam pada makna cerita, membuat kesimpulan, dan melakukan prediksi.
Contoh:
“Menurut kamu, singanya sekarang mau ngapain?”
"Bagusnya kita melakukan apa kalau kita menyinggung perasaan teman?"
"Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari cerita ini?"
Ada kemampuan analisis, problem solving, antisipasi yang dieksplorasi. Kemampuan-kemampuan ini adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
3. PERFORMANCE-ORIENTED READER
Orang yang membacakan buku dengan style ini, menyampaikan cerita dengan merancangnya sebagai suatu pertunjukkan yang menarik. Ada pendahuluan dengan menyampaikan tema sebelumnya, paparan isi yang dikemas menarik dan mengajukan pertanyaan sesudahnya.
Model ini baik untuk membuat anak tertarik dengan aktivitas membaca buku.
Tidak ada style membacakan buku yang terbaik bagi anak. Masing-masing style di atas adalah penting dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak. Kapan kita bergaya teatrikal dan membuat anak terpesona saat membaca buku, kapan kita memberi kesempatan anak yang berbicara lebih banyak, dan kapan kita mestimulasi anak untuk menggali lebih dalam kemampuan berpikir dan merasanya.
Coba semua yuk ...
Yeti Widiati 171016
Jumat, 14 Oktober 2016
INGATAN BATITA - yws
Ketika bungsu saya berusia sekitar 2 tahun, saya menemukan flash card perkalian di sebuah toko buku, dan lalu membelikannya untuk melengkapi permainan yang dimilikinya. Flash card ini menarik, tidak hanya ada angka yang ditulis dengan bentuk-bentuk lucu, tapi juga ada gambar-gambar berwarna yang catchy untuk anak usia tersebut. Hanya dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian, bungsu saya dengan lidah pelonya, bisa menyebutkan perkalian 1 sampai 10 dengan baik. Dan ia menjadi bertambah bersemangat ketika konsekuensi yang diterimanya menguatkan.
Apakah bila anak usia 2 tahun bisa menyebutkan perkalian dengan benar berarti ia sudah paham prinsip perkalian dalam matematika? Tidak, karena ia hanya menghafal gambar dan menyebutkan nama gambar tersebut.
Dengan cara yang sama, apakah bila seorang anak batita hafal ratusan lagu dia sudah paham dengan isi/makna lagu tersebut? Tidak juga, karena dia hanya menghafal kata yang terkait dengan irama, ritme atau bahkan gerakannya bila ada.
Kalau begitu buat apa menghafal dan seberapa batita bisa mengingat dengan baik apa yang terjadi?
Mengingat adalah salah satu aspek kognitif yang penting tapi bukan paling penting. Penting karena menjadi fondasi dari fungsi kognitif lainnya yang lebih tinggi. Mengingat bisa menunjukkan kemampuan daya tangkap, fokus, minat, bahkan juga besarnya pengaruh emosi.
Ingatan batita bersifat jangka pendek. Karena perubahan yang sangat cepat terjadi pada tahapan usia ini, maka mereka tidak menyimpan terlalu lama suatu informasi baru. Batita hanya akan menyimpan lebih lama suatu informasi ketika informasi tersebut dapat dipergunakan lebih lama, atau memiliki kaitan secara spesifik dengan kejadian khusus yang luar biasa.
Berbeda dengan orang dewasa yang ingatannya berdasar bahasa (language-based memories), maka ingatan batita berdasar sensori dan kinestetik. Oleh karena itu untuk membuat batita mengingat, tidak cukup hanya menyuruh dan menasihati (bentuk informasi verbal), tanpa mencontohkan, membimbing, memuji, dll (melibatkan aspek sensori dan motorik lainnya).
Caroline Rovee-Collier, menemukan cara untuk "menggali" ingatan bayi dengan mengacu pada prinsip Operant Conditioning dari Skinner, seorang behaviorist atau ahli psikologi dengan pendekatan perilaku. Prinsip Operant Conditioning adalah mengacu pada konsekuensi dari perilaku. Diingat atau tidak diingat, diulang atau tidak diulang suatu perilaku itu bergantung pada konsekuensi yang terjadi.
Misalnya, seorang batita yang kebetulan melemparkan benda kemudian benda tersebut memantul dan ia kemudian menjadi penasaran, maka ia akan mengulangi kembali perilaku melempar benda tersebut. "Penasaran" di sini adalah konsekuensi yang terjadi.
Atau seorang batita yang menjatuhkan vas bunga, vas bunga pecah dan kemudian ibunya berteriak sehingga ia kaget. Maka ia mungkin tidak akan mengulangi lagi perilaku menjatuhkan tersebut karena ia tidak nyaman dengan teriakan ibunya (konsekuensi).
Tapi cukupkah satu kejadian membuat anak mengingat selamanya? Gak cukup lah ...
- Ada daya ingat (seberapa lama kemampuan anak menyimpan informasi baru),
- Frekuensi (seberapa sering stimulus terjadi),
- Intensitas (seberapa kuat stimulus yang diperoleh), meliputi asosiasi (kejadian lain yang terkait), dan aspek sensori/Vakog yang terlibat.
yang semuanya perlu diperhatikan saat menyampaikan informasi pada anak.
Bayi usia 2 bulan umumnya hanya mengingat selama 2 hari.
sementara usia 18 bulan mengingat selama 13 minggu. Semakin besar usianya maka kemampuan mengingat akan lebih besar. Terlebih ketika kemampuan berbahasa sudah berkembang.
Itu kenapa, pendidikan itu melalui proses dan memakan waktu.
Yeti Widiati 141016
*Batita = mengacu pada anak usia 0-3 tahun
*Vakog = Visual (penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (gerakan), olfaktori (penciuman), gustatori (pengecapan).
Ketika bungsu saya berusia sekitar 2 tahun, saya menemukan flash card perkalian di sebuah toko buku, dan lalu membelikannya untuk melengkapi permainan yang dimilikinya. Flash card ini menarik, tidak hanya ada angka yang ditulis dengan bentuk-bentuk lucu, tapi juga ada gambar-gambar berwarna yang catchy untuk anak usia tersebut. Hanya dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian, bungsu saya dengan lidah pelonya, bisa menyebutkan perkalian 1 sampai 10 dengan baik. Dan ia menjadi bertambah bersemangat ketika konsekuensi yang diterimanya menguatkan.
Apakah bila anak usia 2 tahun bisa menyebutkan perkalian dengan benar berarti ia sudah paham prinsip perkalian dalam matematika? Tidak, karena ia hanya menghafal gambar dan menyebutkan nama gambar tersebut.
Dengan cara yang sama, apakah bila seorang anak batita hafal ratusan lagu dia sudah paham dengan isi/makna lagu tersebut? Tidak juga, karena dia hanya menghafal kata yang terkait dengan irama, ritme atau bahkan gerakannya bila ada.
Kalau begitu buat apa menghafal dan seberapa batita bisa mengingat dengan baik apa yang terjadi?
Mengingat adalah salah satu aspek kognitif yang penting tapi bukan paling penting. Penting karena menjadi fondasi dari fungsi kognitif lainnya yang lebih tinggi. Mengingat bisa menunjukkan kemampuan daya tangkap, fokus, minat, bahkan juga besarnya pengaruh emosi.
Ingatan batita bersifat jangka pendek. Karena perubahan yang sangat cepat terjadi pada tahapan usia ini, maka mereka tidak menyimpan terlalu lama suatu informasi baru. Batita hanya akan menyimpan lebih lama suatu informasi ketika informasi tersebut dapat dipergunakan lebih lama, atau memiliki kaitan secara spesifik dengan kejadian khusus yang luar biasa.
Berbeda dengan orang dewasa yang ingatannya berdasar bahasa (language-based memories), maka ingatan batita berdasar sensori dan kinestetik. Oleh karena itu untuk membuat batita mengingat, tidak cukup hanya menyuruh dan menasihati (bentuk informasi verbal), tanpa mencontohkan, membimbing, memuji, dll (melibatkan aspek sensori dan motorik lainnya).
Caroline Rovee-Collier, menemukan cara untuk "menggali" ingatan bayi dengan mengacu pada prinsip Operant Conditioning dari Skinner, seorang behaviorist atau ahli psikologi dengan pendekatan perilaku. Prinsip Operant Conditioning adalah mengacu pada konsekuensi dari perilaku. Diingat atau tidak diingat, diulang atau tidak diulang suatu perilaku itu bergantung pada konsekuensi yang terjadi.
Misalnya, seorang batita yang kebetulan melemparkan benda kemudian benda tersebut memantul dan ia kemudian menjadi penasaran, maka ia akan mengulangi kembali perilaku melempar benda tersebut. "Penasaran" di sini adalah konsekuensi yang terjadi.
Atau seorang batita yang menjatuhkan vas bunga, vas bunga pecah dan kemudian ibunya berteriak sehingga ia kaget. Maka ia mungkin tidak akan mengulangi lagi perilaku menjatuhkan tersebut karena ia tidak nyaman dengan teriakan ibunya (konsekuensi).
Tapi cukupkah satu kejadian membuat anak mengingat selamanya? Gak cukup lah ...
- Ada daya ingat (seberapa lama kemampuan anak menyimpan informasi baru),
- Frekuensi (seberapa sering stimulus terjadi),
- Intensitas (seberapa kuat stimulus yang diperoleh), meliputi asosiasi (kejadian lain yang terkait), dan aspek sensori/Vakog yang terlibat.
yang semuanya perlu diperhatikan saat menyampaikan informasi pada anak.
Bayi usia 2 bulan umumnya hanya mengingat selama 2 hari.
sementara usia 18 bulan mengingat selama 13 minggu. Semakin besar usianya maka kemampuan mengingat akan lebih besar. Terlebih ketika kemampuan berbahasa sudah berkembang.
Itu kenapa, pendidikan itu melalui proses dan memakan waktu.
Yeti Widiati 141016
*Batita = mengacu pada anak usia 0-3 tahun
*Vakog = Visual (penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (gerakan), olfaktori (penciuman), gustatori (pengecapan).
Jumat, 07 Oktober 2016
KURANGI NASIHAT, PERBANYAK BERTANYA - yws
Nah, apakah kita tidak boleh menasihati? Masak kita tidak boleh menasihati anak? Padahal, saling menasihati adalah salah satu perintah dalam agama apa pun.
Ya, nggak lah. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh menasihati. Saya mengajak kita para orangtua dan guru untuk juga mengimbangi nasihat dengan bertanya.
Mengapa bertanya itu penting? Saya membatasi terutama dalam konteks pendidikan anak.
1. Bertanya memberi kesempatan pada orangtua untuk memperoleh gambaran sejauh mana anak paham akan suatu hal. Sehingga ketika kita perlu menasihati, maka kita akan menasihati dengan lebih efektif, karena hanya menjelaskan apa yang tidak diketahui anak. Menjelaskan hal-hal yang sudah diketahui anak berulang-ulang, malah kontraproduktif karena membuat anak enggan mendengarkan.
2. Bertanya memberi kesempatan pada anak untuk berpikir logis, melakukan proses analisis, bahkan hingga pemecahan masalah. Hal ini terutama bila pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka, sehingga anak memperoleh kesempatan untuk mengelaborasi pemikirannya. Dalam proses ini, orangtua juga memperoleh kesempatan untuk membimbing cara berpikir anak.
3. Bertanya memberi kesempatan pada anak untuk melakukan introspeksi, berpikir abstrak dan mendalam, hingga memperoleh insight.
Kemampuan berpikir anak, berkembang mulai dari sensori, konkrit hingga menjadi abstrak. Pergeseran level tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan bahasa dan juga stimulasi berpikir yang diperoleh melalui tanya jawab, diskusi, dan proses berpikir tingkat tinggi lainnya.
4. Bertanya memberi kesempatan anak untuk mengembangkan kemandirian dan keberanian mengambil keputusan.
Cara ini sangat powerful bagi remaja, karena mereka berada pada titik kritis transisi dari kebergantungan menjadi kemandirian, termasuk kemandirian dalam berpikir. Proses tanya jawab yang memberi kesempatan diperolehnya kesimpulan secara mandiri, secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan diri anak dan remaja, karena mereka merasa menemukan sendiri penyelesaian masalahnya.
Saya kira masih banyak manfaat yang diperoleh dari bertanya. Hal tersebut tidak diperoleh, jika kita hanya menasihati satu arah saja.
Bahkan Tuhan dan para Nabi pun mengajar dengan cara bertanya.
"Maka, tidakkah kamu memikirkannya?" (QS. Yusuf: 109)
Yeti Widiati 071016
Nah, apakah kita tidak boleh menasihati? Masak kita tidak boleh menasihati anak? Padahal, saling menasihati adalah salah satu perintah dalam agama apa pun.
Ya, nggak lah. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh menasihati. Saya mengajak kita para orangtua dan guru untuk juga mengimbangi nasihat dengan bertanya.
Mengapa bertanya itu penting? Saya membatasi terutama dalam konteks pendidikan anak.
1. Bertanya memberi kesempatan pada orangtua untuk memperoleh gambaran sejauh mana anak paham akan suatu hal. Sehingga ketika kita perlu menasihati, maka kita akan menasihati dengan lebih efektif, karena hanya menjelaskan apa yang tidak diketahui anak. Menjelaskan hal-hal yang sudah diketahui anak berulang-ulang, malah kontraproduktif karena membuat anak enggan mendengarkan.
2. Bertanya memberi kesempatan pada anak untuk berpikir logis, melakukan proses analisis, bahkan hingga pemecahan masalah. Hal ini terutama bila pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka, sehingga anak memperoleh kesempatan untuk mengelaborasi pemikirannya. Dalam proses ini, orangtua juga memperoleh kesempatan untuk membimbing cara berpikir anak.
3. Bertanya memberi kesempatan pada anak untuk melakukan introspeksi, berpikir abstrak dan mendalam, hingga memperoleh insight.
Kemampuan berpikir anak, berkembang mulai dari sensori, konkrit hingga menjadi abstrak. Pergeseran level tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan bahasa dan juga stimulasi berpikir yang diperoleh melalui tanya jawab, diskusi, dan proses berpikir tingkat tinggi lainnya.
4. Bertanya memberi kesempatan anak untuk mengembangkan kemandirian dan keberanian mengambil keputusan.
Cara ini sangat powerful bagi remaja, karena mereka berada pada titik kritis transisi dari kebergantungan menjadi kemandirian, termasuk kemandirian dalam berpikir. Proses tanya jawab yang memberi kesempatan diperolehnya kesimpulan secara mandiri, secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan diri anak dan remaja, karena mereka merasa menemukan sendiri penyelesaian masalahnya.
Saya kira masih banyak manfaat yang diperoleh dari bertanya. Hal tersebut tidak diperoleh, jika kita hanya menasihati satu arah saja.
Bahkan Tuhan dan para Nabi pun mengajar dengan cara bertanya.
"Maka, tidakkah kamu memikirkannya?" (QS. Yusuf: 109)
Yeti Widiati 071016
Langganan:
Postingan (Atom)
"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws
Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...
-
Ketika Beban seperti Sebongkah Batu Ada orang yang memandang beban dalam hidup seperti bongkahan batu besar yang harus dibaw...
-
HANDWRITING (Konteks Perkembangan Anak) "Belajar menulis huruf sambung ....? Apa pentingnya sih? Jaman sudah modern, bisa mengetik p...