Selasa, 13 Juni 2017

TANTANGAN PERNIKAHAN 10 TAHUN KE-2 (RUTINITAS) - yws

Adaptasi sebagian besar sudah terlewati. Kita sudah paham kebiasaan pasangan, tahu maunya apa, tahu kekurangan, kelebihan dan "selah"nya di mana. Sehingga kita juga tahu kapan timing yang tepat untuk bicara dari hati ke hati, kapan bercanda, kapan waktunya memberi kesempatan dia untuk menyendiri. Tahu kapan mood-nya sedang down, tahu juga kapan dia 'ada maunya', dlsb. Plus kita juga sudah merasa nyaman dengan diri kita. Tampil apa adanya dasteran, kaos oblong, sarungan di rumah, sudah tak ada rasa jengah. Tak perlu jaim lah pokoknya ketika bersama dia.

Suami biasanya sibuk dan asyik dengan urusan pekerjaannya. Istri (sekalipun mungkin punya pekerjaan di luar rumah) juga sibuk dengan urusan domestik dan anak-anak.

Seperti roda yang berputar, rutinitas harian sudah bisa diduga. Jadwal ulang tahun, jadwal ujian anak, jadwal wisuda pun nyaris terprediksi. Karena jadwal terprediksi ini, maka masalah pun bisa diantisipasi. Kapan jadwal stres (ketika anak mau ujian), kapan jadwal rempong (saat mudik lebaran), kapan pula jadwal bahagia (saat kelulusan, piknik dan liburan). Yaaaa ... gitu deh, sekalipun katanya "gembira-sedih" itu kita yang pilih, tapi ternyata bisa diprediksi juga. Itu tentunya tidak termasuk emosi insidental yang berkait dengan kejadian luar biasa, sakit, kecelakaan, dll.

Apakah ketika semuanya berjalan dengan rutin maka tidak ada lagi tantangan dalam hidup berumah tangga? Eh, ternyata tidak juga. Menilik kasus-kasus rumah tangga dari pasangan yang rumah tangganya pada dekade ke-2, justru rutinitas itulah yang menjadi tantangan. Sama seperti kendaraan yang berjalan di jalan lurus dan berjalan dengan kecepatan sama, membuat awareness dan kontrol orang pun menurun.

Dalam dekade ke-2 ini juga terjadi "pembiaran" terhadap masalah-masalah tertentu yang dipandang sulit diubah. Umumnya hal itu dilakukan karena pasangan sudah sampai pada titik bosan berkonflik dan memilih tak peduli. Yang cukup sering terjadi, misalnya, ketika seorang anggota keluarga mencoba bicara atau membuka masalah, lalu terjadi keributan tajam dan makan waktu lama. Atau ketika salah seorang melakukan kekerasan baik itu fisik maupun verbal. Atau bahkan ketertutupan, salah seorang sehingga tak mau bicara sama sekali untuk masalah-masalah tertentu.

Pasangan-pasangan di atas itu memilih penyelesaian dengan cara "flight" atau menghindar dari masalah. Dengan cara ini mereka sebetulnya menciptakan "bom waktu" yang bisa meledak kapan saja.

Kasus-kasus masuknya orang ketiga dalam pasangan ini, banyak diantaranya disebabkan "bom waktu" yang tak terdeteksi.

Ketika suami bosan melihat istrinya berdaster ria dan sibuk dengan urusan rumah, dan mulai sambil lalu melayani suami, tapi suami malas menegur dan menyampaikan permintaannya. Eh, tahunya di kantor ia menemukan perempuan lain yang "selalu" rapi, wangi, ramah dan perhatian. Maka belasan tahun suka duka bersama istri setia ini pun sirna karena perempuan wangi yang datang sekejap.

Ketika istri jenuh dengan suami yang "meninggikan dirinya", merasa paling benar, mau menang sendiri, harus selalu diikuti kemauannya, tak menghargai pendapat istri, dll. Dan kemudian melihat kenyataan ada banyak laki-laki lain yang lebih sesuai dengan gambaran idealnya yaitu yang perhatian, romantis, suka membantu, dll. maka tak heran bila perhatiannya pun menjadi teralih.

Pernyataan yang sering saya dengar dari pasangan-pasangan usia ini adalah, "Apa salah saya? Saya sudah melakukan hal yang sama dari dulu ..." Itu dia, "melakukan hal yang sama" justru adalah kunci masalahnya. Manusia perlu variasi dalam hidupnya.

Kalau lah pernikahan itu seperti sebuah perjalanan, maka ketika perjalanan sudah mulai terasa membosankan, kita perlu berhenti sejenak. Kita kenang apa yang sudah kita lalui. Kita nikmati apa yang kita jalani. Dan kita buat rencana baru untuk melanjutkan perjalanan. Boleh jadi ada variasi yang perlu dilakukan. Boleh jadi ada pengetahuan yang ditambah. Trial error lagi, kali ini untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan memunculkan diri sebagai "orang baru" yang lebih menarik dan membuat penasaran.

Wallahu'alam

Yeti Widiati 40-120617

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...