Jumat, 07 Oktober 2016

KURBAN, KESEMPATAN MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK – yws

Mengapa orang harus sholat?
Mengapa kita perlu shaum?
Kapan anak boleh menyaksikan hewan kurban disembelih?
Kapan anak mulai belajar mengenakan jilbab?
Mengapa orang-orang berhaji?
Dll ...

Semua ibadah seyogyanya menjadi sarana mengembangkan kecerdasan spiritual anak. Sholat, zakat, shaum, haji, membaca Qur’an, dll. adalah ibadah yang tidak hanya dilatihkan dan dibiasakan, namun juga perlu ditanamkan maknanya. Hanya saja, saking rutinnya melakukan hal-hal tersebut, sehingga kadang kita luput memahamkannya makna ibadah-ibadah tersebut.

Untuk menjadikan suatu value terinternalisasi, maka kita perlu memahami (kognitif), menghayati (afektif) dan juga menerapkannya dalam perbuatan (psikomotorik). Begitupun dengan beribadah. Seperti Ibrahim yang saat belia mempertanyakan Tuhan-nya kepada Azar ayahnya, maka kita pun sebagai orangtua perlu membuka diri untuk menjadi tempat bertanya. Bahkan pun ketika anak tidak bertanya, kita merangsang mereka untuk bertanya. “Wah, kalau mereka tidak bertanya, lalu kita rangsang mereka bertanya, malah repot nantinya ...” begitu sementara ibu berkata. Justru itulah titik pentingnya merangsang anak bertanya, sehingga kita tahu sampai sejauh mana pemahaman anak dan apakah perlu diluruskan atau tidak.

Anak sampai usia sekitar 8 atau 9 tahun (ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat) pada umumnya memiliki pemikiran yang konkret dan sederhana. Mereka belum cukup mampu berpikir abstrak, mendalam termasuk memahami hal-hal yang bersifat filosofis. Dalam banyak hal, mereka juga masih sulit mencerna dan membedakan hal-hal yang bersifat imajinatif. Itulah mengapa kita para orangtua perlu melakukan pendampingan saat mereka menonton film apalagi film kartun. Tikus yang memukul kucing dengan palu, lalu kemudian kucingnya kembali berlari-lari, adalah sesuatu yang sesungguhnya tidak masuk akal bagi orang dewasa namun bagi banyak anak dipandang real. Sehingga mereka bisa melakukan hal yang sama di dunia nyata.

Begitu pun dalam ritual ibadah, ada banyak hal yang bersifat filosofis, yang perlu diolah dan dicerna secara mendalam yang sebetulnya tidak mudah dipahami anak. Betul, bahwa tidak semua hal bisa dirasionalkan karena ada bagian-bagian dalam agama yang hanya membutuhkan keimanan dan kepatuhan. Namun menurut saya, masih sangat terbuka pintu penjelasan itu bagi anak-anak yang memang membutuhkannya agar mereka tidak salah mengartikan, dan lebih jauh, agar mereka semakin bertambah kuat keimanannya namun tetap memelihara sikap kritisnya. Seperti Ibrahim yang memang pada akhirnya orangtuanya tidak bisa menjawab, tapi ia mencari terus, dan akhirnya ia sampai pada kesimpulannya untuk hanya patuh pada Tuhan Pencipta alam semesta.

Sehingga ketika esok kita bersiap berangkat ke lapangan untuk sholat Ied, mengenakan pakaian terbaik, mengajak anak menyaksikan pemotongan hewan kurban, mengajak anak membagikan daging kurban, semoga itu semua menjadi kesempatan luar biasa untuk berbincang dan berdiskusi dan menanamkan value kebaikan serta keimanan pada anak.

Selamat Idul Adha
Semoga kita dapat meneladani kepatuhan Ibrahim, kesabaran Siti Hadjar dan keikhlasan Ismail
Dan semoga kurban kita diterima Allah SWT.
Aamiin ....

Yeti Widiati 110916

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...