Senin, 03 November 2014

POLA ASUH DALAM KELUARGA

Pola asuh adalah pola interaksi antara orangtua dan anak yang meliputi pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikologis termasuk juga proses pembelajaran mengenai norma dan value untuk beradaptasi di lingkungan.

Setiap keluarga mempunyai pola asuh yang berbeda. Bahkan kadang dalam satu keluarga pun mungkin saja menerapkan pola asuh yang berbeda kepada anak-anaknya.

Hal-hal yang menyebabkan pola asuh berbeda-beda, antara lain

• Karakter orangtua
Orangtua yang banyak bicara berbeda pendekatan dengan orang tua yang tidak banyak bicara

• Pengalaman atau pola asuh yang pernah diterima orangtua
Kalau orangtua dulu diperlakukan keras oleh orangtuanya, maka pengalaman tersebut, baik positif ataupun negatif akan mendasari pilihan pola asuh apa yang akan diterapkannya saat ia memiliki anak.  

• Karakter anak
Anak yang dianggap "bandel" kerapkali mengalami perlakuan yang berbeda dari orangtuanya

• Usia anak
Orangtua seringkali juga menerapkan pola asuh yang berbeda tergantung usia anak. Misalnya, ketika anak masih kecil orangtua permissif, segala hal keinginan anak dipenuhi. Tapi ketika anak beranjak dewasa, tiba-tiba ada sangat banyak aturan yang membatas.

• Cara pandang orangtua terhadap anak
Cara pandang orangtua terhadap anak, juga berpengaruh terhadap pola asuh orang tua, antara lain, 

Orangtua yang memandang anak adalah PESURUH, maka menganggap anak tidak memiliki pengetahuan memadai sehingga harus selalu diberi tahu. Orangtua juga memandang anak tidak memiliki inisiatif sehingga harus selalu disuruh. Dan anak dipandang tidak memiliki hak untuk menentukan sehingga harus selalu diatur.

Orangtua yang memandang anak sebagai RAJA, maka orangtua beranggapan anak harus selalu merasa senang dan tak boleh mengalami kesedihan. Orangtua berusaha memenuhi keinginan anaknya sekalipun orangtua berada dalam keterbatasan. Orangtua biasanya tidak tahan melihat anak menangis dan menghadapi kesulitan, sehingga orangtua selalu membantu atau bahkan mengambil alih tanggung jawab anak. Hingga anak sudah besar sekalipun.

Ada orangtua yang menganggap anak adalah TEMAN. Sehingga orangtua memandang anak memiliki kemampuan, dan bisa diberi kepercayaan. Orangtua memandang anak memiliki perasaan, sehingga perlu didengarkan. Orangtua memandang anak bisa melakukan kesalahan tapi juga melakukan hal yang benar, sehingga perlu diberi kesempatan mengalami kesalahan dan belajar dari kesalahannya.

Ada orangtua yang menganggap anak adalah PENGGANGGU. Orangtua seperti ini biasanya tidak siap atau tidak mengharapkan memperoleh anak. Misal, anak lahir di luar nikah, ibu sedang kuliah/bekerja, usia ibu sudah lanjut, masalah dalam relasi suami istri. Anak yang lahir dan tidak sesuai dengan harapan orangtua, misalnya Cacad, ABK, gangguan perilaku atau berjenis kelamin tidak sesuai harapan, juga kerap dianggap sebagai anak pengganggu.

Maka kondisi-kondisi ini yang menyebabkan perlakuan orangtua pada anak menjadi berbeda. 

Hal yang menjadi kata kunci untuk membedakan pola asuh satu dengan pola asuh yang lain, sehingga kita bisa mengidentifikasi di posisi mana kita berada, adalah terkait dengan adanya DUKUNGAN dan TUNTUTAN kepada anak, atau tidak.

"Dukungan" adalah seberapa besar orangtua memberikan perhatian, menerima dan fokus pada kebutuhan anak, sementara "tuntutan" adalah seberapa tinggi harapan orangtua terhadap anak

Nah jadi dari sini kita bisa turunkan 4 jenis pola asuh

1. Ada dukungan ada tuntutan disebut Pola Asuh Otoritatif

2. Ada tuntutan tapi tidak ada dukungan disebut Pola Asuh Otoriter

3. Ada dukungan tapi tidak ada tuntutan disebut Pola Asuh Permisif

4. Tidak ada dukungan dan tidak ada tuntutan Pola Asuh, disebut Pola Asuh Laissez Faire atau pola asuh menolak dan mengabaikan.

Pola asuh OTORITATIF adalah pola asuh ideal. Di mana orangtua memiliki harapan terhadap anak, namun memperhatikan apa kemampuan dan kebutuhan anak. Oleh karena itu ciri khas dari pola asuh ini adalah adanya komunikasi timbal balik dan anak dipandang sebagai teman. Didengarkan keinginannya dan dipercaya bahwa ia memiliki kemampuan sendiri. Orangtua berfokus pada anak, melihat kondisi dan potensi yang dimiliki anak. Namun harapan yang dimiliki orangtua disampaikan dengan cara komunikasi sehingga orangtua tidak memaksakan kehendaknya.

Pola asuh OTORITER adalah ketika orangtua hanya menuntut saja kepada anak dan orangtua berfokus pada keinginan dan kebutuhan dirinya sendiri sehingga tidak terlalu peduli pada keinginan anak. Komunikasi satu arah kerap terjadi. Dan biasanya sering muncul kata “Pokoknya kamu harus ....” Orangtua memiliki banyak harapan dalam dirinya sendiri. Kerap iri dengan orang lain, baik anak orang lain, ataupun sesama orangtua. Karenanya orangtua merasa harus bersaing sehingga mendorong anaknya melakuan hal-hal yang diinginkan orangtua. Orangtua pada pola asuh ini menganggap anak sebagai “pesuruh” yang harus mengikuti kemauan dan ketentuan orangtua.

Pada pola asuh PERMISSIF ini, yang ada adalah pemanjaan. Tidak ada tuntutan, tapi ada dukungan dari orang tua. Jadi anak boleh melakukan apa saja. Anak didengarkan keinginannya, tapi tidak ada aturan yang ditetapkan. Di sini orangtua menganggap anak seperti “raja” yang semua keinginannya dipenuhi. Biasanya pada pola asuh seperti ini, orangtua sangat takut kalau anaknya sakit, sedih, menangis. Sehingga orangtua berusaha untuk membuat anak selalu senang. Anak biasanya jago memanipulasi orangtuanya. Anak tahu dan memiliki senjata bagaimana caranya agar orangtua memenuhi keinginannya. Mulai dari cara menangis, mengancam tidak mau sekolah, maupun mengamuk.
Yang keempat adalah Pola Asuh LAISSEZ FAIRE. Susah sekali menyebutnya. Pada pola asuh ini tidak ada dukungan dan tidak ada tuntutan. Apakah ada orangtua dan keluarga yang seperti ini?
Ya dalam berbagai kadar atau ukurannya, ada saja keluarga yang seperti ini. Yaitu orangtua yang menolak dan mengabaikan anaknya. Kerap terjadi pada keluarga yang belum siap untuk memiliki anak, atau yang kelahirannya tidak dikehendaki, misalnya pada keluarga yang orangtuanya terlalu muda, MBA (married by accident), orangtua terlalu tua sehingga tidak mengira akan punya anak lagi, orangtua yang egois, anak yang lahir karena ibunya diperkosa, ibu yang mengalami proses melahirkan yang menyakitkan, anak yang lahir cacat, suami yang menyakiti istri, sehingga istri membenci anaknya, keluarga dengan anak yang sangat banyak, dlsb.
Ciri khasnya adalah tidak ada kepedulian kepada anak bahkan adanya penolakan terhadap anak. Pengasuhan yang kurang wajar, KDRT, pengucilan bahkan membuang anak, adalah sangat mungkin.
Keluarga seperti ini biasanya memiliki masalah yang beranak pinak seperti lingkaran setan, Dalam arti ketika orangtua tidak menghendaki hadirnya anak, maka penolakan tersebut akan mengakibatkan anak berespon dengan perilaku yang bermasalah. Semakin anak nakal, maka semakin benci pula orangtuanya. Dan demikian seterusnya seperti lingkaran setan. Anak-anak yang lahir dalam keluarga seperti ini, cenderung merusak dirinya. Dan sayangnya orangtua serta lingkungan kerap tidak menyadari bahwa selalu besar kemungkinan mereka lah yang menjadi sumber penyebabnya.

Sekarang mari kita cek diri kita sendiri. Di posisi mana kita berada. Mungkin tidak sepenuhnya kita berada di satu tempat, mungkin ada sedikit di sini ada sedikit di sana. Kadang begini kadang begitu. Seberapa dukungan yang kita berikan dan seberapa besar tuntutan/harapan yang kita bebankan pada anak. Yang perlu kita pikirkan juga adalah, bagaimana konsekuensi dari pilihan perlakuan dan pola asuh yang kita miliki terhadap anak kita. Apakah anak kita bahagia atau tidak, mandiri atau tidak, akhlak atau perilakunya baik atau tidak, dll.  

*Seperti layangan, kadang kita perlu menarik kadang kita perlu mengulur ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...