Selasa, 18 November 2014

PERLUKAH MEMBERI TAHU ANAK TENTANG MASALAH KELUARGA?

"Bu, tolong beritahu anak saya, kalau kami bercerai ..."

"Lho, kanapa saya yang harus menyampaikan?"

"Kami gak tega bu, ini juga kami sebetulnya sudah berbulan-bulan berpisah dan tidak memberi tahu anak-anak. Tapi sekarang anak-anak bertanya terus, 'Kenapa papa pindah rumah, kenapa aku ketemu papa cuma Sabtu Minggu, dan kalau ketemu papa, mama gak ikut?"

"Maaf, bukan saya yang harus menyampaikan hal sebesar dan sepenting ini pada putra putri bapak ibu. Bapak dan ibu yang harus melakukannya ... "

---------

Orangtua kerapkali menganggap bahwa anak tidak perlu tahu urusan keluarga. Mereka tidak mau anak menjadi sedih, atau anak ikut campur dalam urusan keluarga. Misalnya saja, orangtua tidak memberi tahu kondisi ekonomi keluarga. Orangtua berusaha membuat anak senang dengan memberikan apa yang diinginkan oleh anak. Orangtua tidak mau anak menjadi minder karena tidak memiliki apa yang dimiliki oleh anak lain. Anak tetap dibelikan sepatu yang mahal, padahal untuk itu orangtua harus bekerja membanting tulang, bahkan berpuasa demi keinginan anaknya.

Atau orangtua tidak memberi tahu anak bahwa mereka merencanakan kehadiran anak yang lain. Mereka menganggap bahwa menambah anggota keluarga adalah hak orangtua, dan anak tidak perlu dilibatkan. Anak harus siap dan harus menerima kehadiran anggota baru, dan tidak didengarkan pendapat dan perasaannya. Sering terjadi, kakak menjadi cemburu akan kehadiran adiknya. Yang bila hal itu dibiarkan dan tidak segera ditangani akan terbawa hingga dewasa.

Kabar buruk, seperti perceraian atau meninggalnya salah seorang anggota keluarga, juga kerap dihindari orangtua. Orangtua memilih "tangan" lain untuk menyampaikannya. Orangtua tidak siap menghadapi kesedihan anak. Bisa dipahami bahwa mungkin orangtua pun berada dalam kondisi emosi yang tidak menentu. Tapi hal itu bukan alasan bagi orangtua untuk tidak menyampaikan masalahnya pada anak, apa adanya. Karena semakin ditutupi, maka anak menjadi semaki gelisah dan bingung. Anak merasakan adanya energi negatif dari masalah, tapi tidak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

Jadi pertanyaannya, kapan dan sejauh apa kita harus memberi tahu anak tentang urusan keluarga?

Orangtua perlu memberi tahu anak sesegera mungkin, dan ketika urusan itu terkait langsung dengan anak.

Masalah ekonomi berkaitan langsung dengan anak, karena anak perlu belajar untuk berhemat, hidup sederhana, berempati terhadap kesulitan orangtuanya dan menghargai usaha yang dilakukan orangtua.

Kehadiran anggota keluarga baru (adik, pembantu, nenek/kakek, famili) juga akan melibatkan anak. Mereka akan berinteraksi dengan anggota baru tersebut. Sehingga akan jauh lebih baik, bila anak sudah diajak bicara sebelum anggota baru itu hadir. Orangtua juga perlu menyampaikan perilaku apa yang diharapkan dari anak. Adapatasi apa yang terjadi, dan terutama jaminan, bahwa anak tidak akan kekurangan cinta. (Tema besar kehadiran anggota baru adalah kehilangan cinta, perhatian, kebebasan dan berubahnya pola hidup).

Perceraian, perpisahan, kematian atau kehilangan anggota keluarga juga pada dasarnya sama. Karena berarti ada yang berubah dan kita perlu beradaptasi. Maka anak juga perlu diberi tahu sejak dini dengan bahasa yang mudah dicerna. Betul, anak akan sedih. Namun ini juga kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan bagaimana menghadapi perubahan dan menghandle emosi yang tidak nyaman.

Memberi tahu anak urusan keluarga pada waktu dan dengan cara yang tepat, menyampaikan pesan bahwa kita sebagai orangtua bertanggung jawab, siap menghadapi resiko, menghargai keberadaan anak dan percaya pada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...