Sabtu, 22 Juli 2017

HARGA DIRI RENDAH (Tulisan ke-2) - yws

PENYEBAB

Penyebab anak memiliki harga diri rendah, adalah karena kesalahan pengasuhan:
ORANG TUA YANG TERLALU MELINDUNGI/OVERPROTEKTIF
Anak yang terlalu dilindungi tidak belajar menangani masalahnya sendiri. Ia selalu bergantung pada orang lain dan ia pun tidak menghargai keputusan yang diambilnya sendiri. Mereka kerap malu dan takut berbuat salah. Orangtua memanjakan mereka dengan memberi bantuan terlalu banyak dan tidak mengizinkan anak untuk mengatasi stres yang wajar. Anak-anak ini sangat ringkih, mudah terluka dan tidak memiliki kemampuan menangkis bahaya. Kadang anak terlihat terlalu percaya diri dan merasa hebat tapi ini sebetulnya hanya tampilan luar untuk menutupi rasa kurang percaya dirinya.

ORANGTUA YANG MENGABAIKAN ANAK
Orangtua yang mengabaikan anak, cenderung tidak peduli pada anak (sering terjadi pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki atau yang dipandang kurang memenuhi harapan orangtua). Beberapa anak mungkin berkembang menjadi anak mandiri dan memiliki harga diri tinggi bila ia memperoleh penerimaan dari orang lain di sekitarnya. Namun lebih banyak anak dari orangtua semacam ini yang merasa diri mereka tidak cukup layak menerima penghargaan dari orang lain. Anak-anak ini seringkali diabaikan secara fisik dan psikis. Sehingga mengakibatkan mereka merasa tidak berharga.

ORANGTUA YANG MENUNTUT ANAK SEMPURNA/PERFEKSIONIS
Banyak orangtua menuntut anak terlalu tinggi dan sempurna. Mereka berharap anak hanya menunjukkan kekuatan dan bukan kelemahan. Akibatnya, anak merasa tidak layak karena tidak mampu mengikuti ukuran-ukuran yang ditetapkan orangtua. Anak-anak ini secara kurang adil dibandingkan dengan anak lain yang memiliki prestasi luar biasa. Akibatnya mereka sering bereaksi berlebihan terhadap kegagalan dan mencari-cari alasan atau menyalahkan situasi yang membuat mereka gagal.

ORANGTUA YANG OTOKRATIK DAN KERAP MENGHUKUM
Beberapa orangtua menggunakan pendekatan menguasai dan penuh aturan yang ketat. Mereka umumnya menggunakan metode otoriter dan memberikan hukuman berlebihan. Jarang berinteraksi akrab dengan anak dan tidak merasa perlu menghormati anak (karena anak dipandang lebih rendah). Anak-anak ini akhirnya mempersepsi dirinya sendiri tidak layak untuk dihormati. Pola ini berkebalikan dengan pola reward dan insentif yang mendukung berkembangnya harga diri yang tinggi.

ORANGTUA YANG MUDAH MENGKRITIK DAN MENUNJUKKAN KETIDAKSETUJUAN PADA ANAK
- Penerimaan orangtua, afeksi, persetujuan, pemahaman, dan pujian menghasilkan harga diri tinggi dan keinginan kuat untuk berprestasi.
- Sementara sebaliknya, penolakan dan kritik terus-menerus menghasilkan perasaan tidak berharga dan sikap "buat apa saya harus berusaha, tokh nggak akan dihargai juga".
- Orangtua yang terbiasa melabel anak dengan sebutan "nakal" akan membuat anak benar-benar menjadi "nakal" karena anak merasa image/citra dirinya terkonfirmasi oleh orangtua. Sama halnya dengan anak yang terus-menerus dibahas kecanggungan dan kecerobohannya. Mereka pun akan benar-benar merasa dan berperilaku canggung.
- Kekurangan dan kegagalan anak lebih banyak disorot, sementara feedback positif jarang diberikan.
- Harga diri rendah juga terjadi jika salah satu orangtua mengkritik cara pasangannya mengasuh dan mendidik anak. Bukan hanya anak yang harga dirinya rendah namun juga pasangan yang dikritik tersebut pun harga dirinya menjadi rendah.
- Pengaruh lain yang juga sangat kuat adalah bagaimana guru menerima siswa. Siswa yang merasa kurang diterima guru akan merasa rendah harga dirinya dan berpengaruh terhadap pencapaian akademik dan perilakunya (sering tidak patuh, melanggar aturan, dll).

- Modelling/Contoh
Orangtua yang harga dirinya rendah menjadi model/contoh yang ditiru anak. Mereka memperlakukan anak dengan kurang hormat sama seperti mereka sendiri merasa tidak dihormati oleh orang lain (dan orangtuanya dulu).

Anak merasa tidak perlu memikirkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Menganggap orang lain lebih sukses dan merasa tidak perlu berusaha, karena orangtua pun kurang mencontohkan caranya berusaha.

Semakin orangtua dan guru menunjukkan persetujuan pada anak, semakin anak diterima oleh lingkungannya (dan terutama oleh dirinya sendiri). Oleh karena itu orangtua adalah contoh langsung mengenai perilaku yang diterima.

- Perbedaan dan Kecacatan
Anak yang tampil sangat berbeda dibanding anak lain, berpeluang merasa harga diri rendah. Mereka merasa terlalu buruk, pendek, tinggi, atau berbeda dalam banyak hal. Yang sering berkembang adalah rasa marah kepada seseorang yang dipandang lebih sempurna dan benci pada orang yang menatapnya atau menunjuk perbedaannya.

Kondisi ini juga membuat anak menjadi kurang merasakan ketika sebetulnya ada orang yang menerima dan mengagumi dirinya.

Pola yang sama (bahkan lebih kuat) terjadi pada anak yang memiliki kecacatan. Karena bukti fisik keperbedaannya atau ketidak-normalannya selalu tampak. Mereka merasa tidak berharga dan sayangnya diperkuat dengan tatapan negatif atau komentar menyakitkan dari orang-orang tertentu di sekitarnya.

- Meyakini pemikiran yang salah/irasional (Irational Beliefs)
Sumber awal 'pemikiran yang salah' adalah dari rumah. Pemikiran yang salah ini menyebabkan berkembangnya perilaku merendahkan diri.

'Pemikiran yang salah', sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Terjadi karena kesalahan praktek pengasuhan, modelling, dan merasa diri berbeda dari orang lain.

Beberapa bentuk pemikiran yang salah, diantaranya seperti:
- Saya tak bisa mengerjakan segala hal dengan benar.
- Saya tidak pernah berhasil mengerjakan apa pun.
- Saya memang bodoh jika saya tak dapat mengerjakan itu.
- Saya nggak mungkin bisa
Dll.

Mereka juga yakin bahwa mereka tidak mampu untuk menangani situasi baru. Sehingga ketika perubahan terjadi (misal, kelahiran adik baru, pindah rumah, perceraian), mereka merasa terancam, cemas, dan tak mampu untuk berbuat apa-apa.

Konsep diri individu dibentuk dalam keluarga. Bila anak merasa harga dirinya rendah, maka pemikiran bahwa dirinya tak berarti bisa menetap sepanjang hidup dan berpengaruh terhadap perilakunya, terutama bila pemikiran salah tersebut tidak mengalami proses koreksi.

Mengapa anak sulit mengubah pemikiran yang salah ini? Karena mereka belum memiliki kemampuan menilai dan belum memiliki cara pandang bahwa kesalahan mengasuh adalah masalah orang dewasa dan bukan masalah mereka. Mereka belum bisa melakukan 'self-talk' (berbicara kepada hati/diri sendiri) untuk memahami kejadian tersebut. Mereka tidak dapat berkata, "Saya tidak selalu jelek kok, ini bapak saya saja yang melihat setiap orang jelek.

Karena anak belum bisa mengoreksi sendiri pemikiran yang salah ini, maka komentar negatif dari lingkungan dipandang sebagai "tuduhan" terhadap kepribadian mereka seluruhnya.
----------------------

*Tulisan disajikan bertahap, Definisi/Pengertian, Penyebab/Latar Belakang, Pencegahan dan Penanganan.

*Merupakan terjemahan bebas (dengan tambahan contoh) dari buku How to Help Children with Common Problems, Charles E. Schaefer & Howard L. Millman

Yeti Widiati 56-210717

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...