Senin, 17 Juli 2017

BERBOHONG (Tulisan ke-2) - yws
(Konteks Masalah Umum Anak)

PENCEGAHAN
1. Tak perlu menuntut anak untuk mengakui perbuatan salahnya.
(*Kita sebagai orangtua berperan sebagai pendidik bukan berperan sebagai polisi atau jaksa).
Mengapa kita tak perlu melakukan hal tersebut? Karena orang cenderung akan tergoda berbohong saat dituduh melakukan kesalahan sekalipun hal itu benar. Hal ini karena dorongan alamiah setiap manusia untuk melindungi harga dirinya.
Oleh karena itu daripada memaksa anak mengaku, lebih baik kita mengumpulkan semua fakta dari berbagai sumber dan mendasarkan keputusan kita pada bukti yang ada. Jika kita ragu apakah anak bersalah atau tidak, lebih baik tidak memaksakan diri dan memaksakan anak yang berakibat mereka malah akan terdorong untuk benar-benar berbohong.

Misalnya; Jika kita tahu bahwa anak kita memperoleh nilai rendah di sekolah, hindari mengatakan, "Gimana ujiannya? Lulus nggak?" Lebih baik mengatakan, "Tadi pak/bu guru bilang kalau kamu nggak lulus. Ayah bunda sangat kuatir. Kamu pingin ayah bunda bantu bagaimana?" Hal ini juga berlaku untuk menghindari bertanya ranking, terutama bila kita tahu bahwa anak memang secara akademik kurang perform.

2. Tegakkan standar kejujuran yang sama.
Jika kita sebagai orangtua merasa bebas membengkokkan aturan dan mengizinkan "sedikit" berbohong dengan dalih "white lies" maka anak juga tak perlu harus selalu bicara benar.

3. Diskusikan hal-hal terkait dengan moral dalam keluarga.
Diskusikan mengapa tidak baik untuk berbohong, mencuri atau mencontek, apa akibat/konsekuensi logis dari perbuatan tidak jujur tersebut (hilangnya trust). Buatlah diskusinya menjadi menarik dan informatif. Lakukan dengan santai. Menggunakan cerita dari buku, film dll.

4. Hindari memberikan hukuman yang terlalu berat atau terlalu sering
Kondisi tersebut cenderung mendorong anak berbohong sebagai bentuk perlindungan diri.
Berbohong untuk melindungi harga diri juga terjadi jika orangtua terus-menerus mengkritik kesulitan dan kegagalan anak.
Strategi yang lebih baik adalah dengan berfokus pada kemampuan/kelebihan anak dan memuji serta mengapresiasi usahanya. Cara ini akan menumbuhkan trust anak bahwa orangtua adalah figur pelindung dan bukan figur pengancam, sehingga anak akan merasa cukup aman untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.

5. Berlatih untuk jujur pada diri sendiri.
Cobalah untuk tidak menghindari situasi yang tidak menyenangkan misal,
- mengatakan pada anak bahwa disuntik itu tidak sakit, atau
- berpura-pura bisa padahal sebetulnya tidak bisa,
- meminta permakluman saat berbohong atau
- melanggar janji.
Perilaku ini semua akan dicontoh oleh anak.

Cobalah agar kita lebih menyadari berbagai kecenderungan diri sendiri saat;
1. Melebih-lebihkan/lebay ketika bercerita
2. Menghindari janji pertemuan yang tidak diinginkan
3. Menyangkal melakukan kesalahan
4. Menyuruh anak/orang mengatakan "orangtua tidak ada" pada penelpon karena orangtua enggan menerima telpon.
5. Mengatakan pada anak/orang "sedang otw" padahal sebetulnya masih di rumah dan anak menyaksikan

Kebohongan yang kita lakukan itu tetap akan ditiru oleh anak kita. Sekalipun bagi kita itu kebohongan kecil, namun anak tidak melihatnya demikian. Bagi anak, bukan besar-kecilnya kebohongan yang dilihat, melain bahwa ternyata kita boleh berbohong dalam situasi seperti yang dicontohkan orangtuanya.

*Tulisan disajikan bertahap, Definisi, Penyebab/Latar Belakang, Pencegahan dan Penanganan.
*Merupakan terjemahan bebas (dengan tambahan contoh) dari buku How to Help Children with Common Problems, Charles E. Schaefer & Howard L. Millman

Yeti Widiati 50-170717

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...