Selasa, 29 November 2016

SKEMA - yws
(Konteks Psikologi Perkembangan Kognitif)

“Bu, saya tuh nggak mau mukul anak, karena saya tau itu nggak baik. Saya pernah merasakannya sendiri waktu dulu orangtua saya memukul saya. Saya sakit, tersinggung tapi juga sekaligus takut. Pokoknya gak enak. Setelah tau bahwa memukul anak itu tidak baik, saya berjanji pada diri saya untuk tidak melakukannya pada anak saya. Tapi kok kenapa susah sekali ya. Setiap anak saya bandel, emosi itu naik ke kepala saya. Dan rasanya ada yang memaksa saya untuk memukul juga. Saya mengepalkan tangan saya dengan sangat keras. Kadang saya berhasil menahan diri, tapi lebih sering saya kehilangan kesabaran dan akhirnya memukul juga. Tapi sesudahnya saya sangat menyesal ..."
----------

Dalam psikologi perkembangan kognitif, menurut Jean Piaget setiap individu mengembangkan suatu skema. Skema ialah suatu pola yang terorganisir, baik dalam bentuk pemikiran maupun perilaku yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dari lingkungan. Bisa berupa sesuatu yang dilihat/dicontoh, maupun suatu pola berpikir dan perilaku yang dipelajari dan dilatih hingga menjadi otomatis.

Pemikiran dan perilaku seseorang akan mengacu pada skema yang dimilikinya. Bila ia tidak memiliki skema tersebut, maka ia tidak dapat melakukannya. Seorang anak yang selalu direndahkan oleh orang-orang di sekitarnya, maka ia sulit bahkan tidak bisa menunjukkan kemampuan berempati. Kebiasaan direndahkan membuat ia tidak memiliki skema empati dalam pikirannya.

Mereka yang tidak pernah memperoleh kasih sayang maka ia akan kesulitan bahkan tidak bisa menunjukkan kasih sayang.

Mereka yang terbiasa diperlakukan kasar dan keras, maka ia berpeluang besar melakukan hal yang sama sekalipun ia merasa tidak nyaman diperlakukan buruk. Hal ini terjadi karena ia hanya memperoleh skema yang salah atau maladaptif. Sehingga ketika pun ia merasa tidak nyaman diperlakukan buruk, ia tetap akan melakukan hal yang sama karena tidak memiliki skema yang tepat untuk menghhadapi pola stimulus seperti itu.

Dengan ulasan ini, semoga juga bisa menjawab paragraf di awal, ketika seorang anak cenderung untuk memilih pasangan yang mirip dengan kedua orangtuanya.

Apa yang perlu kita lakukan?

Bila konteksnya adalah pendampingan pada anak, maka tugas orangtua adalah membentuk skema pada anak dengan mencontohkan dan melatihkan.

Bayi hingga usia 1 tahun belajar melalui sensorinya. Selanjutnya ia belajar melalui pengalaman konkritnya. Kemudian mulai membuat hubungan sebab akibat sederhana dan baru kemudian berdasarkan pengalamannya tersebut ia bisa melakukan antisipasi.

Misalnya, bila kita ingin mengajarkan mengenai kasih sayang pada anak balita, caranya bukanlah dengan memberi nasihat, melainkan dengan menunjukkan kepekaan, berespon dengan tepat dan kemudian menunjukkan/mencontohkan kasih sayang melalui sentuhan (memeluk), perkataan lembut (auditori), senyuman (visual), dan aroma yang segar (olfactory).

Namun bila konteksnya adalah orang dewasa termasuk diri kita sendiri, maka membentuk skema baru adalah dengan belajar melalui orang-orang di sekitar kita.

Misalnya, ketika kita tidak suka dengan orang yang mengejek diri kita, namun ternyata kita juga mengejek saat kita berada dalam posisi lebih tinggi. Maka hal itu boleh jadi menunjukkan bahwa kita sendiri belum memiliki skema bagaimana cara yang tepat untuk menghadapi ejekan orang lain. Kita perlu belajar pada orang yang saat diejek menunjukkan respon yang lebih efektif dan adaptif.

Saya yakin selalu ada orang-orang yang bisa menjadi guru bagi diri kita.

Yeti Widiati 291116

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...