Sabtu, 31 Oktober 2015

APA YANG SUDAH KITA LAKUKAN UNTUK MELINDUNGI ANAK KITA DARI MEMBULLY DAN DIBULLY? (Bagian-1) - yws

Tahun lalu saya membahas tentang kasus bullying, spesifiknya kekerasan fisik pada anak-anak. Saya mengemukakan bahwa paling tidak ada 6 hal yang perlu dikelola oleh orangtua, guru, masyarakat dan otoritas yang berwenang. 6 hal tersebut adalah konsep diri, senstivitas, kendali diri, kemampuan problem solving, contoh perilaku orang dewasa dan paparan media. Selalu ada kemungkinan lebih banyak dari 6 hal yang perlu kita kelola. Namun 6 hal ini yang saya simpulkan dari kasus-kasus yang saya terima. Yang jelas penyelesaian masalah bullying dan kekerasan tidak pernah tunggal, perlu proses dan tidak bisa instan. Sama seperti dokter yang mengobat penyakit, ia juga tidak memberikan resep hanya satu obat saja. Semakin kompleks masalahnya, maka semakin banyak hal yang harus diselesaikan.

Untuk menentukan 'obat' dari suatu penyakit, maka yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan identifikasi masalah atau mencari akar/latar belakang masalah itu muncul. Hal ini agar kita dapat menentukan apa yang perlu kita lakukan. Pada kenyataannya, hampir setiap masalah tidak sederhana. Boleh jadi ada keterbatasan bagi kita untuk menyelesaikan pada area tertentu, misalnya terkait kebijakan, budaya, atau sistem. Namun di sisi lain juga selalu ada yang bisa kita lakukan. Saya lebih suka mengajak kita untuk berfokus pada apa yang bisa kita lakukan daripada pada apa yang tidak bisa kita lakukan. Berfokus pada kelemahan akan membuat kita pesimis. galau, kesal, marah dan frustrasi, dan biasanya memperburuk masalah. Sementara berfokus pada kekuatan akan membuat kita fokus dan lebih optimis. Banyak kejadian, hal positif yang dilakukan secara konsisten dan konsekuen ternyata memiliki pengaruh yang luar biasa yang tidak diduga sebelumnya.

Saya mengajak kita semua untuk bertanya pada diri sendiri, apa hal minimal yang sudah kita lakukan terkait 6 hal yang saya sebutkan di atas

1. KONSEP DIRI
Pada umumnya baik pelaku maupun korban bullying, memiliki konsep diri yang rendah. Pembentukan konsep diri diawali dengan bagaimana penerimaan orangtua terhadap anak.
- Apakah anak merasa dicintai? (Pertanyaannya bukan, 'Apakah orangtua mencintai anak?')
- Apakah orangtua sering memberikan label negatif pada anak?
- Apakah orangtua menghargai pencapaian anak?
- Apakah orangtua senang membandingkan anak dengan saudaranya, anak lain atau bahkan dengan dirinya (maksudnya dengan orangtua saat mereka anak-anak)
- Apakah orangtua lebih berfokus pada kesalahan dan kekurangan anak, daripada pada prestasi dan mencari kelebihan anak?

Kalau semua itu masih dilakukan, paling tidak kurangi atau hilangkan hal itu, sebelum sibuk memikirkan nasihat apa yang harus diberikan pada anak.

2. SENSITIVITAS
Sensitivitas adalah dasarnya empati, atau kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain. Anak yang memukul, menusuk, membakar anak lain, tidak peduli pada rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain. Jangankan merasakan perasaan yang sifatnya psikologis, seperti kecewa, sedih, takut, bahkan perasaan yang sifatnya fisik pun mereka tak merasakannya.
Pertanyaannya
- Apakah orangtua suka memukul atau mencubit anak anda ketika mereka melakukan kesalahan?
- Apakah anak senang menonton film, animasi, main games action?
- Apakah orangtua menjelaskan pada anak bahwa perilaku agresif dalam film adalah trick dan tidak boleh dilakukan dalam keseharian?
- Apa respon orangtua ketika anak jatuh, teriris pisau, lelah, sakit, mengantuk, dan kondisi fisik lainnya?
- Apakah orangtua bisa menangkap saat anak merasa sedih, kecewa, marah, takut?
- Apa respon orangtua ketika menangkap anak sedang berada dalam kondisi emosi negatif?
- Dan bagaimana juga respon orangtua ketika menangkap anak sedang berada dalam kondisi emosi positif?
- Sejak balita, apakah anak diberikan semua stimulus sensori? Gambar atau film, ragam musik, benda-benda dan tekstur yang disentuh, bau-bauan, ragam makanan untuk dikecap, bergerak (lari, lempar, loncat, memanjat, merangkak, dll)
- Apakah anak diberi kesempatan untuk menekuni seni? Seni apapun, musik, seni suara, lukis, gambar, menari, kriya/crafty, dll.

Kalau orangtua lebih berfokus pada perasaannya sendiri, daripada perasaan anak, misalnya ketika anak melakukan kesalahan, orangtua langsung marah dan memukul tak peduli bagaimana perasaan anak, maka mekanisme itu juga yang akan ditiru oleh anak.

Bukan berarti saya mengatakan bahwa orangtua tidak boleh marah. Tentu saja boleh, karena emosi adalah hal yang wajar dan alamiah. Yang saya ajak adalah agar kita bisa mengendalikan diri. Tahu kapan dan bagaimana mengekspresikan kemarahan. Dan fokus pada perilaku yang ingin diperbaiki, bukan pada emosi kita sendiri.

Ups, ternyata panjang juga membahas semua 6 aspek. Insya Allah saya lanjutkan di status berikutnya.

Yeti Widiati S. 141015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...