Kamis, 27 April 2017

TUGAS UMUM PERKEMBANGAN - yws
Kehamilan - Remaja, Tinjauan Psikologi Perkembangan

1. PRENATAL (masa kehamilan)
Kesehatan janin hingga kelahiran.
Pada masa ini, maka semua apa yang dilakukan seorang ibu di masa kehamilan adalah menjaga asupan gizi dan mengelola emosi, agar janin dalam rahimnya dapat berkembang secara optimal organ-organ vitalnya.

Tantangan pada orangtua adalah dalam mengelola hal-hal yang tidak terduga dan berpotensi mengganggu kesehatan dan keselamatan janin.

2. INFANCY (0 - 2 minggu)
Bertahan hidup di luar rahim.
Pada 2 minggu pertama kelahiran, bayi baru lahir belajar untuk hidup dengan mengatur metabolisme tubuhnya sendiri setelah selama ini "hanya" menerima asupan melalui placenta ibunya. Oleh karena itu bayi belajar bernafas, mengisap ASI, menelan, dsb. Ini adalah tugas berat untuk masanya. Mengacu pada hierarki needs Maslow, maka kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar yang perlu terpenuhi paling awal dalam hidup manusia. Maka dalam konteks perkembangan manusia, kemandirian pertama adalah ketika seorang manusia bisa memenuhi kebutuhan dasar fisiologisnya sendiri.

Tantangan pada orangtua adalah dalam ketelatenan menunggu dan membersamai usaha bayi. Karena dalam hal ini intervensi orangtua nyaris minimal. Orangtua tidak bisa membantu bagaimana bayi harus bernafas, atau mengisap puting, menelan ASI, selain memotivasi dan menyediakan fasilitas yang memudahkan untuk itu (menyediakan ASI, memeluk dengan nyaman, dll).

3. BAYI (2 minggu - 1 tahun)
Attachment dan bonding.
Hingga usia 1 tahun pertama, maka bayi perlu memperoleh perasaan aman/secure bergantung pada pengasuhnya. Mengapa bayi perlu memperoleh rasa aman? Karena kebutuhan akan rasa aman adalah kebutuhan kedua setelah kebutuhan fisiologis dari hierarki needs Maslow. Dan karena bayi belum bisa memenuhinya sendiri, maka ia bergantung pada pengasuhnya untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Rasa aman itu terasa dari bagaimana cara pengasuhnya memeluknya, memberi makan, membersihkan, menatap, mengajak bicara, dan semua perlakuan lain. Rasa aman ini juga yang akan menjadi dasar terbentuknya trust/rasa percaya, bonding/ikatan emosional yang kuat, kepatuhan dan kesediaan berkomunikasi di kemudian hari.

Tantangan pada orangtua di masa ini adalah menyediakan waktu dan mengorbankan kepentingan lain untuk memprioritaskan bayinya. Serta siap menerima konsekuensi bila orangtua tidak bisa menyediakan waktu dan memprioritaskan bayinya.

4. TODDLER (1-3 tahun)
Koordinasi sensomotorik (motorik kasar) dan kognitif.
Pada usia ini kemandirian yang dicapai mulai bergerak pada kemandirian melakukan aktivitas sendiri dan terbentuknya dasar kognitif. Anak semakin mandiri dan melepaskan diri dari pengasuhnya. Ia bisa berjalan, berlari, makan (dengan alat), berbicara sendiri.

Bahkan ia mulai belajar dasar kognitif dengan berpikir dan memecahkan sendiri masalah sederhana yang diawali dengan pengamatan terhadap lingkungan dan menghubungkan antara satu hal dengan hal lain.

Tantangan pada orangtua adalah karena anak aktif bergerak dan aktif berbicara serta bertanya. Ketidaksabaran orangtua seringkali membuat anak kehilangan kesempatan untuk memenuhi target perkembangannya. Melarang berlari, memanjat, bertanya, dll adalah beberapa bentuk ketidaksabaran tsb.

5. ANAK PRA SEKOLAH (4-6 tahun)
Koordinasi sensomotorik (motorik halus) dan kognitif.
Sekalipun masih berkait dengan motorik (halus) namun titik berat target perkembangan mulai bergeser pada area kognitif. Urusan berkait kemandirian fisik (makan, minum, buang air, mandi, pakai baju, dll), harus sudah selesai semuanya. Bila tidak, akan mengganggu aktivitas lain yang seharusnya dicapai pada masa ini.

Seiring juga dengan bertambahnya sinaps (sambungan) syaraf di otak, maka aktivitas yang dilakukan semakin rumit dan kemampuan kognitif sudah semakin berkembang. Inilah saat yang tepat untuk mengajarkan konsep-konsep dasar dengan cara yang menyenangkan. Bermain yang mengandung nilai edukatif.

Tantangannya adalah pada kreativitas orangtua mengajarkan ragam konsep sehingga bisa dipahami dengan baik oleh anak. Orangtua tidak selalu trampil menggunakan 3 pendekatan belajar (visual, auditori dan kinestetik) sehingga seringkali hanya menggunakan satu cara berbicara atau menasihati (auditori) saja. Atau bahkan cukup banyak orangtua yang luput mengajarkan karena mengira anak akan bisa sendiri. Dalam kasus ini akhirnya orangtua terkejut ketika menyadari bahwa ternyata anaknya tidak paham mengenai sopan santun atau perbedaan laki-laki perempuan, misalnya.

Semakin banyaknya orangtua yang kurang trampil, luput atau bahkan tak punya waktu mendampingi dan mengajarkan anak konsep-konsep dasar menyebabkan orangtua bergantung pada lembaga pendidikan non formal (TK, TPA, RA, PAUD). Plus tambahan yang merumitkan adalah ketergesaan. Ingin anak mencapai kompetensi yang belum waktunya dengan mengabaikan kompetensi lain yang seharusnya sudah dicapai pada usianya.

6. ANAK USIA SEKOLAH (6-12)
Kreativitas, menemukan minat bakat, pencapaian prestasi.
Pada tahap ini, anak semakin menyadari keunikannya baik dari sisi fisik, kemampuan maupun juga minat atau kecenderungannya. Ragam ilmu dan ketrampilan dasar yang mereka terima akan semakin menunjukkan keunikan tersebut. Pengakuan dan penerimaan/acceptance atas keunikan tersebut baik oleh diri sendiri maupun oleh orang di lingkungannya menjadi dasar konsep diri yang positif dan fondasi penting pada keberanian anak untuk melakukan ragam eksplorasi. Kreativitas yang muncul awalnya pada usia toddler akan semakin berkembang dan menguat. Pencapaian/prestasi apapun (tanpa membandingkan dengan orang lain) menjadi hal penting pada masa ini.

Tantangan pada orangtua adalah acceptance. Membandingkan anak dengan anak lain, membuat standar ukuran yang tidak adil atau bahkan memaksakan keinginan orangtua pada anak berseberangan dengan acceptance.

7. PUBERTAS DAN REMAJA (12 tahun - 16 tahun)
Pembentukan identitas diri dan kemandirian sosial.

Pada usia ini, anak sudah beres dengan identitas dirinya. Dia mengetahui, menerima dan mengembangkan dirinya dalam hal fisik, bakat, minat, kemampuan, keterbatasan, lingkungan sosial, value, dll. Oleh karena itu ia juga sudah mulai siap untuk menerima tanggung jawab yang lebih tinggi.

Beres dengan diri sendiri membuat anak lebih siap dan lebih nyaman berinteraksi di lingkungan sosial. Dasar-dasar sosialisasi yang sudah mulai dilakukan di tahap sebelumnya, akan diterapkan pada lingkungan yang lebih luas. Kemampuan berpikir kognitif yang lebih matang diuji dengan mempertanyakan hal-hal yang lebih rumit, abstrak dan filosofis. Termasuk value yang sudah dipegang selama ini.

Tantangan para orangtua adalah, ketidaksiapan menerima kenyataan bahwa anak mulai mandiri secara sosial, sehingga "meninggalkan" kebergantungan pada orang dewasa bukan hanya secara fisik tapi juga secara value. Selalu ada kemungkinan anak memiliki pilihan gaya hidup, value, minat, dll yang berbeda dengan pilihan orangtuanya.

Anak juga lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan berinteraksi dengan teman-temannya lebih banyak daripada dengan orangtuanya.

Beberapa orangtua yang lebih berfokus pada hasil daripada mendampingi proses akan terkejut menyadari ketika menemukan ternyata anaknya tidak menguasai ketrampilan tertentu yang seharusnya sudah dikuasai. Misalnya, ketika ternyata anak tidak patuh/senang membantah, komunikasi minimal/banyak rahasia, tidak trampil mengelola emosi, canggung bersosialisasi, bingung memilih jurusan di perguruan tinggi, ragam adiksi, hubungan seks bebas, dll.
-------------------------

Hal-hal yang saya uraikan di atas, saya ramu dari berbagai sumber baik teori maupun pengalaman praktis. Saya berharap "benang merah" target atau tugas perkembangan setiap tahap bisa diperoleh. Hal ini saya tuliskan mengacu pada ragam kasus yang muncul dalam menyikapi perkembangan anak.

Setiap tahapan memiliki karakteristik dan target yang lebih rinci lagi. Para orangtua yang tertarik untuk menggali lebih dalam bisa mencari rujukan lain di berbagai sumber.

Yeti Widiati 29-270417

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...