Minggu, 19 November 2017

TAHAPAN HUBUNGAN LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN - yws

Tahapan ini dibuat secara umum. Detail tentunya akan berkaitan dengan aturan dan kebiasan berdasar sosial, budaya dan juga agama. Oleh karena itu perlu kebijakan dalam memahami dan juga menerapkannya dalam realita. Setiap orang sangat mungkin untuk memilih caranya sendiri berdasar apa yang diyakininya benar.

1. Saling tertarik
Adalah hal yang alamiah, bila ada ketertarikan antar laki-laki dan perempuan. Ketertarikan ini biasanya lebih didasarkan pada apa yang terlihat. Ketertarikan ini juga bersifat subyektif berdasarkan pengalaman masing-masing orang.

Sekalipun ketertarikan antar lawan jenis ini bersifat alamiah, namun tidak semua kelompok atau budaya mengizinkan proses ini berjalan tanpa monitoring. Hal ini biasanya berkait dengan upaya menghindari hubungan antar lawan jenis yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan aturan.

Oleh karena itu kita mengenal ada beberapa bentuk hubungan lawan jenis, mulai dari yang paling dibatasi hingga yang paling longgar.
- Perjodohan yang diatur sejak masih kanak-kanak. Perjodohan diatur orangtua dan anak tidak memiliki hak untuk memilih dan menolak.
- Mirip dengan poin sebelumnya, yaitu bentuk perjodohan di dalam komunitas dan masih memiliki hubungan. Misal, antar saudara jauh atau antar anggota kelompok.
- Pemisahan berdasar jenis kelamin, terutama pada usia remaja. Hubungan antar jenis kelamin tidak diizinkan sebelum terjadi pernikahan.
- Pendampingan dan pengawasan terhadap hubungan laki-laki dan perempuan dengan batasan tertentu
- Sistem yang lebih terbuka, sehingga perempuan dan laki-laki memiliki otonomi yang relatif lebih besar untuk memilih pasangan dan melanjutkan hubungan sesuai dengan keinginannya.

2. Mengenal lebih jauh
Saling ketertarikan akan mendorong orang untuk mengenal lebih jauh. Dan sama dengan poin pertama, maka proses mengenal lebih jauh ini pun dibatasi oleh aturan dan kebiasaan sosial, budaya dan agama.
- Ada yang memperoleh informasi dari orang lain (orangtua, kenalan, teman, guru spiritual, dll)
- Ada yang memperoleh informasi dengan melakukan penggalian sendiri.

Apapun caranya, maka memperoleh informasi mengenai calon pasangan adalah hal penting. Karena hal ini akan berkait juga pada sejauh mana antisipasi terhadap proses adaptasi dan penanganan masalah yang berpeluang muncul di kemudian hari.

Prinsip umum, kecemasan dan ketakutan akan timbul bila sesuatu tidak terprediksi atau berada di luar kemampuan. Oleh karena itu sekalipun pada saat pernikahan kejutan selalu ada, namun kejutan yang terprediksi umumnya menurunkan tingkat kecemasan.

3. Memilih pasangan
Ketertarikan memang berpengaruh terhadap pemilihan pasangan (kecuali bagi pasangan yang dijodohkan tanpa perkenalan memadai). Akan tetapi agak berbeda dengan ketertarikan yang lebih didasari oleh perasaan, maka memilih pasangan lebih banyak melibatkan pemikiran dan pertimbangan logis.

Dalam konteks ini, maka banyak orangtua yang ikut terlibat dalam memilih pasangan bagi anaknya, salah satunya adalah agar pemilihan lebih didasari oleh pertimbangan yang lebih matang. Terutama pada pasangan yang terlalu muda yang pertimbangannya dikuatirkan masih lebih banyak didasari dorongan-dorongan perasaan yang belum tentu bertahan lama. Orangtua biasanya memutuskan berdasarkan pengalaman mereka.

Patut dicatat, bahwa pertimbangan orangtua, sekalipun didasari oleh tujuan yang baik, adakalanya juga belum tentu sesuai. Karena pengalaman orangtua belum tentu sesuai dengan anak.

Oleh karena itu duduk bersama dan semua pihak (anak dan orangtua) berbicara secara terbuka, merupakan pilihan yang dipandang lebih baik, daripada masing-masing memaksakan keinginannya. Terlebih dalam budaya Indonesia, ketika pernikahan tidak hanya dipandang sebagai penggabungan dua orang melainkan menggabungkan dua keluarga besar.

Pertimbangan memutuskan pasangan (untuk menikah) selain ketertarikan, biasanya didasarkan pada:
- Ras, bangsa, suku.
Kecenderungan ini masih dimiliki pada banyak orang. Meskipun untuk individu yang tinggal di lingkungan heterogen, maka penerimaan heterogenitas dalam hal ras ini semakin longgar. Misalnya, orang yang tinggal di Jakarta, relatif tidak lagi memaksakan harus menikah dengan orang yang sukunya sama.

- Agama/sistem value
Mayoritas orang memilih menikah dengan orang yang beragama sama. Hal ini juga karena agama merupakan hal yang mendasar dan memiliki perangkat aturan yang ketat.

- Kelas sosial,
Mencakup juga di dalamnya adalah pendidikan, pekerjaan, latar belakang sosial, pengalaman hidup dan peluang pengembangan. Pada umumnya kesamaan dalam kelas sosial, lebih memudahkan proses komunikasi dan adaptasi.

- Rentang usia
Perbedaan usia ini juga akan berpengaruh pada bentuk relasi antar pasangan. Sekalipun pada umumnya suami lebih tua dari istri namun tidak jarang juga istri yang lebih tua dari suami. Semakin jauh perbedaan jarak usia, maka bentuk relasinya pun akan berubah.

Apapun kondisi dan pilihannya, maka seorang yang telah dewasa, bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihannya dan mengantisipasi tantangan yang mungkin dihadapinya.

*Sumber Marriage and Family Development, Duvall & Miller

Yeti Widiati 81 - 191117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...