Jumat, 03 Agustus 2012

Catatan 6: Berubah dan Beradaptasi Tanpa Henti


PRECIOUS GIFT FROM ALLAH
Catatan 6: Berubah dan beradaptasi tanpa henti …
(True story based longitudinal experiences)

Putri saya yang kedua menyandang Crouzon Syndrome sejak lahir. Kelainan dalam perkembangan tulang kepala yang ditandai dengan ubun-ubun yang menutup terlalu cepat dan menyebabkan fungsi organ-organ kepala yang kurang optimal dan tampilan wajah yang berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya.
Treatment berupa operasi rekonstruksi tulang kepala dan muka sudah dilakukan 3 kali dalam rentang waktu kurang lebih 15 tahun. Operasi pertama November 1996 (usia 2 tahun), operasi kedua Maret 2002 (usia 8 tahun), dan operasi ketiga September 2011 (usia 16 tahun).

Sering dengan operasi yang berjalan, perubahan pada tampilan wajah pun juga terjadi berulang menuntut kesediaan dan kesiapan bagi putri saya untuk beradaptasi setiap mengalami perubahan. Bukan sesuatu yang mudah, karena saat ia sudah merasa nyaman dengan wajahnya, tiba-tiba ia harus beradaptasi kembali. Ada masa-masa transisi yang rentan dan berpengaruh terhadap emosinya.
Proses adaptasi memang cukup menguras energi dan emosi. Tapi keuntungan yang diperoleh secara fungsional sungguh sangat signifikan dibanding kondisi sebelumnya.

Apabila hanya dilihat dari tampilan luar, maka tidak ditemukan perbedaan yang sangat signifikan dengan anak-anak lain pada umumnya. Hasil foto X-ray, USG mata dan CT-Scan juga hanya menunjukkan perbedaan pada batas bawah dibanding anak-anak lain seusianya. Hal yang pada saat itu meresahkan bagi kami sebagai orang tua adalah karena adanya keterlambatan dalam beberapa aspek pertumbuhan dan perkembangan (delayed development), antara lain pertumbuhan fisik, motorik, perkembangan bicara, kognitif, emosi, dan juga sosial.
Hingga usia satu setengah tahun, tidak ada diagnosis yang ditegakkan, selain “berbeda sedikit dengan anak normal”. Konsekuensi dari diagnosis “abu-abu” seperti itu menyebabkan tidak adanya treatment yang fokus untuk menangani seluruh gangguan yang ada.
Pada tahun 1996, jalan penanganan putri saya terbuka ketika pada akhirnya kami sebagai orang tua memperoleh jawaban dan kejelasan dari semua kondisi yang dialaminya. Kondisi ini disebut sebagai Crouzon Syndrome yang memiliki ancaman atau bahaya paling besar terhadap perkembangan otak dan kemampuan penglihatan. Meskipun dalam banyak kasus yang berbeda akan berpengaruh juga terhadap berbagai aspek lainnya.  Pada putri saya, gangguan yang cukup signifikan adalah gangguan pendengaran. Beberapa kasus yang saya ketahui lainnya, gangguan bisa terjadi pada pernafasan, stuip/kejang berulang, dll.
Operasi rekonstruksi pertama yang dilakukan pada putri saya bertujuan untuk membuka ruang agar otaknya berkembang dengan optimal dan tidak terjepit. Bagaimanapun otak adalah bagian vital yang akan berpengaruh besar terhadap perkembangan individu dan kemampuannya beradaptasi di lingkungan. Karena tulang dahi yang ditarik maju, maka mata pun terlindung sehingga tidak terlalu menonjol. Meskipun operasi ini belum bisa menyelesaikan semua masalah yang ada, akan tetapi ini adalah operasi yang sangat penting karena menyelamatkan perkembangan otak terlebih dahulu.

Operasi berlangsung sekitar 2 jam, dan membutuhkan waktu 2 pekan hingga boleh pulang. Akan tetapi perlu waktu berbulan-bulan untuk beradaptasi, hingga Ghina merasa nyaman dengan wajah barunya.

Setelah sekitar 6 bulan setelah proses operasi, putri saya masih terbiasa untuk bernafas lewat mulutnya, karena saluran pernafasan yang terlalu sempit. Akibatnya mulutnya masih sering terbuka, mata pun belum terpejam sempurna ketika tidur. Masih ada PR bagi kami orang tuanya untuk mengembangkan kemampuannya agar ia dapat beradaptasi dan tidak tertinggal terlalu jauh dan untuk mempersiapkan putri saya menghadapi operasi berikutnya beberapa tahun yang akan datang. Kunjungan rutin ke dokter gigi, dokter THT, mengikuti terapi bicara, dokter ahli gizi, dokter mata dan tentunya dokter anak adalah daftar pekerjaan yang harus dilakukan. Sementara pengembangan konsep diri, kognisi, emosi dan sosial juga PR lain yang tidak kalah pentingnya, yang menjadi tugas utama saya sebagai orang tua.
Perubahan signifikan terjadi dalam semua aspek. Kemampuannya berkomunikasi dan ditemukannya bakatnya dalam menggambar pada usia 2 tahun secara langsung berpengaruh pada stabilitas emosinya. Hal ini juga yang mempermudah putri saya untuk menyerap pelajaran dan menguasai berbagai pengetahuan serta ketrampilan sesuai usianya.

Diseling segala macam aktivitas pemeriksaan dan terapi, maka menggambar adalah salah satu cara untuk Ghina menyalurkan energi psikis, emosi dan bahkan berkomunikasi dengan lingkungannya.

Kakaknya memperlakukan adiknya apa adanya sebagai seorang adik perempuan. Dia tidak menyadari ada masalah dengan adiknya hingga ia melihat respon yang berbeda dari lingkungan terhadap adiknya.
Saya tidak pernah bisa melupakan satu masa ketika putri saya ditatap tajam dan ditertawakan oleh sekelompok anak, dan serta merta kakaknya memeluk adiknya untuk melindungi dari anak-anak tersebut. Kakaknya masih duduk di kelas 1 SD saat itu.

Sekitar satu pekan sesudah operasi rekonstruksi pertama, tahun 1996. Perban sudan dilepas, akan tetapi masih ada bengkak di kepala yang baru hilang berminggu-minggu kemudian.
Pengalaman operasi memang bukan pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Akan tetapi jaminan bahwa dia terlindung dan dan disayangi adalah yang paling utama, sehingga ia dapat melalui masa-masa tidak nyaman tersebut dengan lebih tenang.  
Dependensi masih cukup menyolok hingga pada usia di mana seharusnya Ghina sudah mulai belajar untuk berinteraksi dengan teman-teman seusianya. Oleh karena itu pada usia 3 tahun ia mulai mengikuti play group/kelompok bermain. Bukan akademik yang menjadi tujuan utama tapi lebih pada memberikannya kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Di masa pra sekolah ini, minat dan bakatnya dalam menggambar mulai berkembang. Putri saya berkesempatan dibimbing oleh putri kandung Pak Tino Sidin, seorang legenda Indonesia dalam mengajar anak berani menggambar tanpa takut salah.  Saya sebagai orang tua disarankan memberikan kesempatan sebesar-besarnya pada putri saya untuk mengembangkan kreativitasnya. Jadi bukan mengajarkan teknik-teknik menggambar, tapi lebih kepada merangsang dan mendorong agar ia mengeluarkan beragam idenya dengan senang dan tak terbebani.

Pada peringatan hari Kartini tahun 1997, putri saya mendapat piala pertamanya untuk juara 1 lomba mewarnai di sekolahnya. Keberanian dan spontanitas dalam memilih warna rupanya lebih menjadi penilaian utama daripada kerapiannya. Bagaimana pun penghargaan pertama ini yang menjadi pijakan awal bagi putri saya untuk menjadi lebih percaya diri dalam memunculkan kreativitasnya dalam bidang seni di kemudian hari.

Tahun 2000, Saya melahirkan anak ketiga. Putri saya sangat menyayangi adiknya dan mengekspresikan kasih sayangnya dalam setiap kesempatan.

(bersambung)

4 komentar:

  1. Aku RINDU Ghina.. aku cari fotonya 2014 - 2015 gak pernah dapat..
    padahal saya sudah dari 2011 Ghina.

    apa kabar Ghina ??

    BalasHapus
  2. Kabar baik Mas Edwars. Ghina sekarang sudah kuliah semester 4.
    Terima kasih atas perhatiannya.

    Pada tulisan-tulisan selanjutnya memang tidak ada foto Ghina lagi. Karena Blog ini titik beratnya adalah pada psikologi dan parenting. Baik teori maupun pengalaman pribadi. Kisah Ghina adalah pengalaman pribadi saya baik sebagai ibu maupun sebagai psikolog.

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum mbak...boleh sharing lewat privat komunikasi spt wa gak..saya mohon bantuan mbak tentang informasi crouzon syndrom..krn putri saya diagnosa sama sejak usia 3 bln, terimakasih

    BalasHapus
  4. Wa'alaikum salam. Silakan follow saya di FB Yeti Widiati. Kita komunikasi via inbox.

    BalasHapus

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...