Jumat, 09 Januari 2015


MEMPERTAHANKAN PENDERITAAN ...

Kisah metafora ini bukan saya yang menulis. Saya memperolehnya dari berbagai sesi training yang saya ikuti dan tak jelas sumber aslinya. Detail cerita mungkin berbeda di sana sini namun saya berusaha untuk menggambarkan garis besarnya. Saya tuangkan di sini karena saya merasa kisah metafora ini baik sekali menjelaskan tentang pemaafan.

..............


Seorang ksatria menunggang kuda di tengah padang rumput. Ketika ia memacu kudanya, tiba-tiba sebuah panah melesat dan melukai pahanya. Ia berteriak kesakitan dan terjatuh dari kudanya. Sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, ia mencari siapa yang memanah dirinya. Tapi ia tak menemukan seorang pun.

Dengan jalan tertatih ia berjalan menuju kudanya yang segera terhenti ketika sang empunya terjatuh. Ia naik kudanya dengan susah payah, dan masih berkeliling mencari si pemanah sambil berteriak menantang dan mengancam. Tapi ia tetap tak menemukan seorang pun.

Dengan gusar dan kesal, ia pun memacu kudanya pulang kembali ke desanya. Sepanjang perjalanan ia menggerutu dan mengutuki si pemanah siluman. Darah masih mengalir dari lukanya. Ia tak mau mencabut panahnya, ia tak mau membebat lukanya. Ia ingin si pemanah siluman itu melihat apa akibat perbuatannya terhadap dirinya.

Pucat pasi ia sampai di rumahnya. Banyak darah yang habis, bibirnya kering karena tak lepas ia mengeluh dan mengutuk, dan hatinya pun terasa sakit karena tak berhasil menemukan si penyebab penderitaannya. Bantuan istrinya untuk mengobati lukanya ia tolak. "Tidak, jangan diobati, aku ingin si pemanah itu menyaksikan bagaimana akibat perbuatannya terhadap diriku."

Hari berjalan, ia bertambah lemah. Lukanya bernanah, badannya demam. Ia tak berselera makan. Ia tak bisa bekerja. Betul ia menderita tapi ia juga membuat istri serta keluarganya menderita, karena ia hanya mengeluh, berteriak kesakitan, menuntut dilayani, namun menolak untuk diobati oleh tabib-tabib terkenal di kotanya. Ia tetap berkata, "Biarkan luka itu, aku ingin si pemanah itu tahu dan melihat betapa dia telah membuat aku menderita seperti ini."

.....

Banyak kejadian yang sama di sekitar kita. Mereka yang pernah mengalami kepahitan di masa lalunya, seolah enggan untuk melepaskannya dan memelihara rasa sakit dan penderitaannya. Membuat aktivitasnya terganggu, kesulitan menampilkan performa terbaik, merasa tidak aman dan merusak hubungan dengan orang di sekitarnya karena rasa curiga dan dendam. Orang-orang lelah mendengar keluhan, gerutuan dan protes-protesnya. Ia menyalahkan orang lain dan ingin menunjukkan betapa ia menderita karena akibat perbuatan orang lain.

Ia tak mau mengubah posisi dirinya dari "akibat" (korban) menjadii "sebab" kesembuhan dirinya. Ia enggan untuk mengambil alih tanggung jawab atas perubahan dirinya. Ia tak mau melepaskan belenggu masa lalunya. Ia tak mau memaafkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...