Minggu, 04 September 2016

GENERATION GAP, ANTARA X, Y DAN Z - yws

Pernah dengar keluhan ini?,
- “Duh, anak sekarang nih susah bener dikasih tahunya. Dulu kita gak begitu-begitu amat, kita patuh saja pada orangtua gak suka ngeyel ...”
- “Anak-anak sekarang main games dan gadget melulu, gak mau belajar gak mau baca buku. Nulis juga males. Padahal kita dulu nulis sampai berlembar-lembar ...”
- Dll.

Intinya menggambarkan bahwa generasi sekarang itu seolah levelnya di bawah generasi sebelumnya, karena tidak bisa atau tidak biasa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Generation gap, sudah dikenal sejak lama. Bukan barang baru sebetulnya dan akan terus terjadi pada setiap generasi. Tapi tetap saja, setiap hal itu terjadi, kita tergagap dan perasaan lebih baik muncul dalam bentuk bahasa keluhan dan kritik terhadap generasi yang berbeda ini. Tidak jarang juga, karena kita berada pada posisi dominan sehingga memiliki otoritas untuk mengatur, maka akibat Generation Gap ini muncul dalam berbagai bentuk larangan dan aturan yang kurang adaptif dan sesuai bagi anak-anak kita. Baik karena ketidak-tahuan, ataupun karena dorongan emosi ketakutan yang dilandasi semangat ingin melindungi.

Sebelum lebih jauh, kita perlu menyamakan dahulu persepsi mengenai range usia setiap generasi ini. Perlu dicatat bahwa range tahun ini tidak bersifat kaku dan pasti.
- Gen Z adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1995 an hingga kelahiran 2010 an. Jadi pada umumnya mereka berusia sekitar 5 tahun – 20 tahunan
- Gen Y adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1980 hingga menjelang 1995. Umumnya mereka berusia sekitar 20 an hingga 30 tahun. Bila sudah menikah, mereka biasanya sudah memiliki anak-anak berusia balita.
- Gen X adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1965 hingga menjelang 1980. Umumnya berusia sekitar 35 tahun lebih hingga 50 tahun lebih. Bila sudah menikah, mereka biasanya memiliki anak usia sekolah hingga remaja atau dewasa awal.
- Baby Boomer adalah mereka yang lahir sebelum tahun 1965. Berusia lebih dar 50 tahun. Kebanyakan sudah menjadi kakek/nenek.

Dalam bahasan ini, saya ingin lebih berfokus mengurai Gen Z agar orangtua/gurunya (Gen Y) dan kakek/neneknya (Gen X) bisa lebih memahami. Dan mengembangkan cara yang lebih efektif dalam melakukan pendekatan pengasuhan dan pendidikan.

Dari berbagai sumber mengenai karakteristik Gen Z, maka Mc Crindle Research menyederhanakan karakteristik Gen Z ke dalam 5 kata, Social, Mobile, Global, Digital, Visual. Saya suka dengan 5 kata tersebut, karena bersifat netral, sehingga kita bisa melihat lebih obyektif daripada menuduh hal-hal negatif atau sebaliknya terpukau dengan hal-hal yang dipandang positif. Catatan yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa karakteristik Gen Z ini juga dipengaruhi oleh di mana mereka berada. Artinya pengaruh budaya akan cukup signifikan. Mari kita membedah satu persatu.

- Gen Z bersifat SOCIAL
Dikatakan bahwa efek teknologi yang membuat hubungan sosial menjadi lebih renggang, di titik lain membuat individu terdorong untuk memiliki hubungan sosial yang lebih dekat. Hal ini agak berbeda dengan Gen X yang lebih individual dan dalam beberapa situasi menjadi terkesan lebih mandiri. Oleh karena itu individu pada usia ini cenderung untuk berkelompok.

Tugas dan aktivitas lebih senang dilakukan bersama dalam kelompok, daripada dilakukan sendiri. Di satu sisi hal ini akan meningkatkan kemampuan individu untuk bekerja sama, di sisi lain bagi mereka yang kurang adaptif dan cenderung pemilih akan menghadapi kesulitan terlibat dalam kelompok yang cair dan beragam. Kerentanan adalah pada kecenderungan munculnya perilaku bullying pada mereka yang merasa memiliki otoritas dan kurang terbuka menerima perbedaan.

Tantangan juga muncul pada orangtua dan guru yang memiliki prejudice/prasangka buruk pada lingkungan. Karena mereka biasanya merasa kurang nyaman ketika anaknya memiliki keterlibatan tinggi dengan lingkungan sosialnya. Para orangtua jenis ini lebih suka mencurigai teman-teman anaknya, lebih nyaman bila anak berada di rumah dan serta merta menuduh teman-teman anak atau lingkungan sosial yang menjadi biang keladi, saat anak menghadapi masalah.

Guru dapat memanfaatkan fenomena ini dengan menjadikan kecenderungan berkelompok sebagai sarana mengembangkan kemampuan kerja sama, leadership, norma berinteraksi, dll.

- Gen Z bersifat MOBILE
Gen Z, cenderung memiliki mobilitas lebih tinggi daripada generasi pendahulunya. Dukungan teknologi (termasuk transportasi) membuat mereka relatif lebih mudah untuk menjangkau beragam tempat di berbagai wilayah. Pertemuan atau meeting bisa dilakukan di manapun. Adalah umum para anak muda berkumpul di cafe berdiskusi dan membuat ragam aktivitas. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sekarang membutuhkan waktu relatif lebih sedikit, sehingga jarak puluhan kilometer tidak lagi menjadi penghalang dibanding dengan generasi sebelumnya yang kerap menjadikan jarak sebagai alasan penghalang.

Generasi ini lebih berfokus pada target daripada proses, sehingga dengan cara yang menguntungkan mereka lebih berani mengambil risiko, meskipun para pendahulunya melihat sebagai “kurang antisipatif, kurang perencanaan dan kurang berpikir panjang”.

Kecenderungan ini bisa dimanfaatkan untuk memperoleh sebesar-besarnya keuntungan dalam pendidikan. Karena kemampuan jelajah generasi ini lebih besar. Hal-hal yang berpeluang menjadi kendala, tetap perlu diperhatikan, terutama yang terkait dengan kemampuan problem solving, sehingga efek dari ketergesaan tetap bisa dihadapi dan ditangani dengan baik.

- Gen Z bersifat GLOBAL
Perkembangan teknologi digital juga mempengaruhi perluasan cakupan wilayah interaksi Gen Z. Dorongan sosialisasi yang tinggi diwadahi dengan media yang mendukungnya dan melintasi batasan wilayah. Gen Z memiliki kemampuan berinteraksi, mengirimkan dan mengakses informasi real time dengan orang di wilayah manapun di dunia, baik dalam bentuk tulisan, gambar maupun video.

Ekstrimnya, seseorang bahkan bisa tahu informasi mengenai suatu kejadian di suatu tempat, tanpa dia sendiri pernah menginjak tempat itu. Di satu sisi keadaan ini akan menguntungkan dalam mengembangkan wawasan dan relasi. Namun di sisi lain memiliki kerentanan jika sikapnya kaku dan kurang terbuka terhadap perbedaan, tidak bisa mengendalikan diri, kurang memahami batasan dan salah menentukan prioritas.

Oleh karena itu, mengajarkan poin-poin tersebut barusan, menjadi sangat penting bagi anak. Ia perlu tahu sopan santun atau norma berinteraksi via media sosial, memiliki kemampuan memilah informasi, mampu mengendalikan diri dan tidak mudah terpicu informasi baru dan keterbukaan menerima perbedaan.

- DIGITAL
Gen Z muncul seiring dengan perkembangan teknologi digital terutama internet yang luar biasa. Sebagai digital native, mereka sangat trampil dan mudah mengabsorb teknologi ini. Orangtuanya masih canggung dan tergagap, mereka sudah begitu mudah mengoperasikan ragam gadget. Ketrampilan yang terbentuk pun menjadi menarik dan sulit diterima oleh generasi sebelumnya. Multitasking, menyebabkan gen Z bisa melakukan beberapa kegiatan dalam satu waktu.
Mereka juga memiliki kemampuan (saya belum menemukan istilah yang tepat), di mana mereka bisa melakukan sesuatu di satu tempat dan di satu waktu namun hasilnya terjadi di tempat lain. Misalnya,
o Orang menggambar dengan pen tab, hasilnya tampil di monitor laptop
o Orang mengoperasikan robot untuk suatu pekerjaan,
o Pembedahan melalui teknologi digital,
o Mengoperasikan drone,
o Bahkan menulis suatu berita, menyebar gambar atau video dan menjadi viral di mana-mana

Kerentanan muncul ketika kemampuan luar biasa ini tidak diiringi dengan kemampuan untuk mengendalikan diri dan antisipasi yang baik. Atau juga ketika ada ketidakseimbangan dan kekurangan dalam aspek lain dalam hidupnya. Penyalahgunaan gadget, hingga adiksi adalah salah satu ekses dari kondisi ini.

Orangtua dan guru perlu mengembangkan strategi yang tepat agar perkembangan teknologi digital yang tidak bisa dihindari ini, bisa bermanfaat optimal bagi anak. Jadwal, batasan, tujuan penggunaan, penguatan kemampuan, keseimbangan aktivitas, diskusi, We Time, perhatian dan kasih sayang yang diekspresikan, adalah beberapa hal yang perlu menjadi concern para orangtua dan guru untuk menekan ekses (akibat buruk) dan memunculkan sebanyak mungkin manfaat teknologi digital. Penggunaan otoritas dengan melarang gadget, games, laptop, medsos, dll. tanpa diskusi, hanya bersifat top down, lebih sering bersifat kontraproduktif dan memunculkan friksi dan emosi.

- VISUAL
Gen Z adalah generasi visual. Dia belajar lebih banyak secara visual. Karena teknologi digital yang berkembang sekarang memang lebih dominan visual daripada merangsang sensori yang lain. Teks sms, chatting, gambar (dalam instagram) sangat visual. Generasi X sebelumnya boleh jadi lebih auditori karena senang bertelepon dengan teman-temannya (ingat antrian panjang ditelpon umum). Gen Y mulai transisi dari auditor ke visual. Tapi Gen Z lebih memilih chatting daripada telepon. Sekarang mulai berkembang video chatt, Tele-Conference dan juga maraknya VLOG. Boleh jadi itu akan umum pada generasi Alpha, generasi sesudah Gen Z.

Kerentanannya adalah karena kemudahan mengakses gambar termasuk pornografi (gambar dan video). Sehingga sekali lagi, kemampuan memilah informasi dan memutuskan untuk memilih yang baik serta menghandle situasi yang tidak diduga, perlu dikembangkan pada anak secara mandiri. Orangtua dan guru tidak bisa terus-menerus menjadi “penyortir gambar dan video” bagi anak-anaknya. Anak yang perlu mengembangkan kemampuan regulasi dan kendali secara mandiri.

Menyadari bahwa kecenderungan Gen Z adalah visual, maka ini perlu dimanfaatkan dengan baik juga oleh orangtua dan guru dalam pendidikan. Memberi contoh secara visual boleh jadi menjadi lebih utama daripada memberi nasihat verbal. Mengajar dengan menggunakan visualisasi, turun ke lapangan, kegiatan pengamatan dan observasi perlu lebih diperkuat daripada hanya memberikan pelajaran dan kuliah secara lisan.

Jadi, menghadapi perkembangan teknologi yang luar biasa ini, kita perlu
- menerimanya (acceptance),
- menyiapkan perangkat sikap dan kemampuan pada anak,
- memanfaatkan kekuatannya dan
- mengantisipasi serta menghandle tantangan yang mungkin muncul.

*Karena kita diperintahkan untuk menyiapkan anak memasuki suatu masa yang kita sendiri belum tentu akan mendatanginya (Hadits). Dan karena kita adalah busur sementara anak adalah anak panahnya (Kahlil Gibran)

Yeti Widiati 040916

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...