Seri Pengelolaan Emosi
Depresi, kata yang sering digunakan untuk menggambarkan penurunan energi mental yang menyebabkan seseorang menarik diri dari lingkungan, menurunnya minat dalam melakukan ragam aktivitas, ketidakberdayaan/keputusasaan, juga kerap diiringi pandangan negatif dan hilangnya rasa percaya, terhadapi diri, orang di lingkungan, masa depan dan kadang juga terhadap Tuhan.
Seperti juga masalah emosi lainnya, maka depresi memiliki variasi dan range yang lebar, dari ringan sampai berat, jangka panjang dan temporer/sementara, pengaruh lingkungan dan kecenderungan bawaan, dll. Kita tidak selalu bisa meng-claim diri sendiri atau menjudge orang lain depresi begitu saja. Semuanya membutuhkan asesmen yang teliti untuk menentukan Depresi jenis apa yang sedang dihadapi seseorang.
Bagaimanapun setiap orang memiliki peluang untuk mengalami depresi pada satu waktu sepanjang hidupnya. Karena kita selalu mengalami tantangan beragam dalam hidup. Situasi saat ini, dengan banyaknya pembatasan, ancaman sakit, PHK, beban meningkat, dll, berpeluang memicu depresi, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kecenderungan itu.
Apapun latar belakang Depresinya, tetap ada hal-hal yang perlu kita lakukan menghadapi kondisi ini termasuk juga bagaimana mencegahnya.
Di sini saya membahas mengenai hal-hal yang dapat dilakukan oleh diri sendiri dan juga keluarga dalam menghadapi kondisi Depresi. Oleh karena itu bila kondisi Depresi cukup berat, sehingga mengganggu dan mempengaruhi fungsi hidup secara signifikan, termasuk adanya dorongan untuk menyakiti diri, maka jangan ragu untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental (Psikolog, Psikater, Psikoterapis), terdekat. Kesejahteraan diri dan orang-orang di sekitar kita jauh lebih prioritas dan agar masalah tidak melebar kepada hal-hal yang lain.
Pencegahan dan penanganan Depresi oleh diri dan keluarga:
PENDEKATAN KOGNITIF/BERPIKIR
Salah satu cara berpikir khas orang yang berada dalam kondisi Depresi adalah berpikir negatif, terhadap diri, orang lain, lingkungan, masa depan, dst. Berpikir negatif artinya juga cara berpikir yang berfokus pada hal buruk jauh lebih banyak, atau mengabaikan hal positif. Merasa diri lemah, buruk. Merasa orang lain tidak memahami atau pasti akan menyakiti. Merasa situasi selalu berbahaya, masa depan suram, dll. Bila pencemas berpikir "Bagaimana kalau ...", maka orang depresi berpikir "Pasti akan buruk ..."
Oleh karena itu, berpikir positif dan obyektif menjadi penting di sini. Membiasakan untuk melihat dan mencari hal positif dari situasi buruk, akan membantu kita terhindar dari depresi. Karena kita bisa selalu melihat ada harapan di dalamnya. Berpikir positif yang dimaksud bukanlah menjadi abai terhadap bahaya atau risiko yang mungkin terjadi. Cari kelebihan diri, temukan hal positif pada orang lain dan situasi.
Kurangi atau bahkan hentikan mengkonsumsi berita buruk, hoax. Bila tidak memiliki kemampuan berpikir kritis dan obyektif, maka berita buruk dan hoax akan meracuni pikiran dan menggeroti kekuatan. Berita buruk membuat kita merasa terancam. Tubuh akan bereaksi dengan selalu siaga. Analoginya, seperti kuda yang dicambuk agar terus berlari. Ia akan kelelahan dan pada satu titik akan ambruk.
Challenge pikiran-pikiran negatif itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita bisa melihat situasi lebih realistis, tidak hitam-putih. Sehingga juga kita lebih toleran terhadap kesulitan dan tekanan.
Dalam banyak kasus, percaya pada Tuhan akan sangat membantu. Mereka yang percaya pada kasih sayang Allah, menyadari kebesaran Allah akan menjadi jauh lebih tenang, ikhlas dan juga sabar. Allah tidak akan membebani seseorang melampaui kemampuannya, dan bahwa setiap kesulitan selalu disertai dengan kemudahan, adalah cara pandang yang mendukung harapan dan membangun kekuatan.
MEDIKASI
Seperti emosi lainnya selalu berkait dengan reaksi hormonal dalam tubuh. Pun demikian dengan depresi. Dalam kondisi depresi tertentu yang signifikan, mereka yang depresi bisa mengalami kondisi sulit tidur, sulit berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, lelah, dll.
Pertimbangan penggunaan medikasi HARUS diputuskan oleh orang yang memiliki otoritas untuk itu. Dokter atau psikiater biasanya akan melakukan pemeriksaan dan juga memberikan obat dengan dosis dan jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa obat membantu mengurangi gejala namun TIDAK menyelesaikan masalah yang menjadi pemicu depresi. Oleh karena itu juga penggunaan obat HARUS disertai dengan mengembangkan kemampuan mengelola emosi dan mengatasi masalah pemicu depresi.
INTERAKSI SOSIAL
Salah satu perilaku khas depresi lainnya, adalah menghindari hubungan sosial. Menarik diri, melakukan aktivitas individual, umum dilakukan ketika seseorang merasa depresi.
Ketika seseorang baru mengalami kegagalan, PHK, ujian atau ditinggalkan orang yang dicintai, sebetulnya adalah wajar bila ia menarik diri dan tidak mau berbicara dan berhubungan dengan orang lain dalam jangka waktu tertentu. Tapi bila hal itu dilakukan selama berbulan-bulan apalagi sampai bertahun-tahun, maka ini menjadi tidak wajar.
Hubungi teman, ngobrol, dll (note: di masa Covid, ikuti protokol Covid 3M). Atau yang jauh lebih aman adalah, ngobrol, makan, nonton film, ibadah bersama anggota keluarga di rumah.
BEHAVIORAL ACTIVATION
Depresi ditandai dengan low energi level. Mereka malas bergerak. banyak tidur, pasif.
Maka lakukan aktivitas bergerak. Berjalan, senam, olah raga, yoga, dance, mengerjakan aktivitas di rumah. Semua aktivitas yang menggunakan motorik kasar dan halus secara seimbang.
Di saat sekarang, di mana aktivitas menggunakan zoom atau berada di depan layar komputer meningkat signifikan, maka kebutuhan bergerak perlu difasilitasi dengan menyediakan waktu khusus untuk itu.
Cintai diri kita mulai dari pikiran, jiwa dan fisik kita ...
Yeti Widiati 140121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar