Kamis, 30 Oktober 2014

UNFINISHED BUSSINESS

Dalam hidup kita, selalu saja ada hal-hal yang kita sesali dari masa lalu. Dari mulai hal yang sederhana, "Aduh harusnya tadi saya beli saja sepatu itu." Sampai hal yang tidak terlupakan sepanjang hidup "Harusnya saya katakan apa yang saya ingin katakan kepada orang yang menyakiti saya."

Hal-hal yang kita sesali ini membangkitkan emosi, terutama setiap kali teringat kembali oleh diri kita. Biasanya ketika kita mengalami kejadian yang mirip dengan kejadian tersebut. Dan menariknya ada saja orang yang mengulangi respon yang sama menghadapi situasi tersebut, sekalipun mereka tahu dan sudah merasakan akibat yang pahit tersebut.

Tidak mudah bagi orang-orang tersebut untuk mengubah pola responnya dengan perilaku yang berbeda, karena mereka merasa pasti tidak mampu melakukannya atau tidak cukup siap menghadapi konsekuensinya. Bagi mereka, lebih baik melakukan hal yang sama dan menghadapi akibat yang sudah mereka tahu sekalipun tidak nyaman, daripada mencoba perilaku baru yang mereka tidak tahu bagaimana akibatnya. Seperti orang yang menggoreng dan makan ikan asin setiap hari padahal ia tidak suka ikan asin. Ia lakukan itu karena ia tidak tahu ada makanan lain dan tidak tahu cara memasak yang lain selain menggoreng ikan asin.

Dalam ruang-ruang konsultasi psikologi. Tema-tema unfinished bussiness ini sangat banyak, bahkan boleh dikatakan mayoritas masalah adalah unfinished bussiness. Sekalipun trigger masalahnya muncul pada saat ini. Misalnya diputuskan pacar, diejek teman, kesulitan adaptasi dalam pekerjaan, dll. Namun bila ditelusuri maka akan mengakar pada peristiwa di masa lalu yang belum diselesaikan.

Tidak harus persis sama masalahnya, karena kecil kemungkinannya diputuskan pacar pada usia kanak-kanak. Akan tetapi selalu ada scene/kejadian dalam hidup kita di mana kita konflik dengan teman dan teman tidak mau main lagi dengan kita. Ketika kedekatan dan "kebergantungan" kita pada teman itu begitu besar, maka teman yang ogah main itu akan sangat memukul perasaan kita. Penyelesaian masalah saat itu yang akan berimbas pada bagaimana kita menghadapi masalah-masalah yang polanya mirip di masa depan.

Menyadari jangkauan efek yang sangat jauh melintasi waktu yang tidak terbayangkan, maka menjadi penting bagi kita membimbing anak-anak kita bagaimana caranya coping problem yang dihadapi sejak dini. Bukan karena masalahnya masih gampang maka kita bisa abaikan, tapi justru karena masih gampang maka akan lebih mudah bagi kita untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian yang lebih pendek dan segera.

Bagi anak dengan kemampuan berpikir yang terbatas, pengalaman masih sedikit, suatu masalah sederhana pun menjadi luar biasa. Kebiasaan;
- menertawakan kesulitan anak
- mengatakan "Sudah, masa gitu aja dipikirin"
- mengatakan "Anak lain saja bisa, masa kamu gak bisa"
- mengatakan "Harusnya kamu pakai cara ini .... "
semuanya tidak cukup powerful untuk membimbing anak belajar mengelola emosinya sendiri dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Tuntaskan masalah di masa lalu, agar tidak menjadi kerikil di masa depan. Ajarkan anak menyelesaikan masalahnya yang "kecil" di masa kecil, sehingga tidak menjadi masalah dan beban "besar" di saat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...