RULES VERSUS RULES
Dalam kehidupan bermasyarakat kita dihadapkan pada realitas di mana kita perlu hidup berdampingan dan berinteraksi dengan mereka yang memiliki value, kebiasaan dan keyakinan yang berbeda dengan diri kita. Tidak jarang prasangka dan konflik timbul karenanya ketika tidak tercapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Contoh-contoh seperti itu bertebaran di mana pun di sekeliling kita sehingga saya tak perlu menyebutkannya satu persatu.
Dalam lingkup yang lebih kecil dan sederhana, perbedaan itu terjadi dalam keluarga. Seorang perempuan lahir dan besar dalam suatu keluarga yang sudah memiliki tatanan aturan atau rules tertentu dalam keluarganya bertemu dengan seorang lelaki yang juga memiliki keluarga sendiri dengan tatanan aturan yang berbeda.
Saya tidak bicara tentang perbedaan agama, bangsa atau budaya yang jauh lebih sulit lagi mengkompromikannya. Saya hanya bicara perbedaan dari sisi kebiasaan saja. Misalnya yang satu lahir dan besar dari keluarga besar dengan cukup banyak aturan di dalamnya. Ada tuntutan bahwa setiap anak harus menyelesaikan urusan-urusannya sendiri. Sementara pasangannya lahir dan besar dalam keluarga kecil dengan aturan minimal, karena orangtua dan pembantu siap untuk membereskan semua urusan anak.
Value keluarga yang tampil dalam aturan dan kebiasaan yang terjadi oleh seorang anak akan diyakini sebagai "hal yang paling benar." Karena dia hidup dengan cara seperti itu dan juga terasa nyaman baginya. Anak-anak kerapkali mengira, bahwa apa yang mereka alami di rumah dialami juga oleh anak lain persis sama seperti dirinya. Keyakinan itu dibawa sampai dewasa. Maka ketika memasuki hidup pernikahan, banyak pasangan muda yang agak limbung atau bahkan shock ketika pasangannya memiliki kebiasaan yang berbeda. Pada awalnya masih cukup toleransi. Namun memasuki tahun kedua dan ketiga, mulai muncul pertengkaran-pertengkaran kecil karena kesabaran untuk toleran sudah sampai pada batasnya dan masing-masing pasangan merasa sekarang lah saatnya untuk mempertahankan apa yang dianggap benar.
Banyak perbedaan kebiasaan yang sederhana namun bila tidak diselesaikan, berpeluang menimbulkan masalah. Kadang bukan content kebiasaannya yang menjadi masalah. Namun pola penyelesaian masalahnya yang memperparah dan menimbulkan masalah lain dalam bentuk lain.
Misalnya, istri terbiasa makan dengan tertib di meja makan. Sementara suami di keluarganya dulu, boleh makan di mana saja, bahkan di dalam kamar sekalipun. Penyelesaiannya? Mulai dengan membiarkan tapi tidak ikhlas atau pertengkaran kecil hingga pertengkaran besar. Pola penyelesaian itu lah yang akan menetap. Diberlakukan pada setiap masalah yang lain. Dan bahkan ditiru oleh anak. Pola itu juga yang biasanya menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari.
Karenanya, ayo duduk bareng, bicarakan terbuka, apa keinginan masing-masing. Kadang perbedaan itu begitu tajam sehingga menimbulan emosi dan membutuhkan penengah. Tapi kesadaran bahwa perlu ada perubahan dan keinginan serta usaha keras untuk berubah adalah modal terbesar.
*Pincang, bila keinginan itu hanya muncul dari satu pihak. Jauh lebih menguatkan bila perubahan dilakukan bersama.
Kamis, 30 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws
Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...
-
Ketika Beban seperti Sebongkah Batu Ada orang yang memandang beban dalam hidup seperti bongkahan batu besar yang harus dibaw...
-
HANDWRITING (Konteks Perkembangan Anak) "Belajar menulis huruf sambung ....? Apa pentingnya sih? Jaman sudah modern, bisa mengetik p...
-
LINGKARAN PENGARUH Bayangkan kita berada di pusat satu lingkaran dan kemudian di luar diri kita ada beberapa lapis lingkaran. Lingkaran ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar