Jumat, 31 Oktober 2014

TANTRUM DAN BICARA

Seorang ibu yang memiliki anak kelas TK B bertanya, bagaimana caranya menghandle anak tantrum (mengamuk), terutama bila tantrum dilakukan di tempat umum. Rasa malu dan kagok karena ditatap banyak orang biasanya membuat orangtua menyuap anak agar berhenti mengamuk. Tantrum memang berhenti saat itu tapi kemudian anak tahu situasi dan saat seperti apa dia memiliki "kekuasaan" untuk mengendalikan orangtuanya.

Tantrum sebaiknya dicegah. Jangan beri kesempatan ia untuk muncul. Karena kalau sampai terjadi maka seringkali penanganannya menimbulkan trauma fisik dan psikis pada anak dan juga rasa frustrasi dan putus asa pada orangtua.

Saya "belajar" dari anak saya mengenai tantrum.

Nona pertama saya, saat kecil kerap menangis dan tantrum. Ia menangis berjam-jam dengan menendangkan kaki kecilnya ke berbagai arah. Ia bisa menangis hanya karena kepanasan, lampu terlalu gelap atau bahkan kesal karena dengungan nyamuk. Penyebab kekesalan tidak selalu bisa diatasi segera, sehingga anak yang perlu belajar beradaptasi dengan kondisi yang ada. Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan tangisnya. Membujuk, menepuk-nepuk, mengusap, menggoyangkan badannya, menyusui, tak berhasil semuanya. Ia baru berhenti hanya setelah kelelahan dan menghabiskan waktu beberapa jam. Dan itu berlangsung sejak bayi hingga usia 2 tahun. Nona kecil ini sempat membuat saya ragu dan kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang ibu.

Hingga usia itu saya mengira bahwa ia terlalu sensitif. Tak pernah sedikitpun saya mengira bahwa ternyata ia memiliki gangguan pendengaran. Saya baru mengetahui setelah ia memperoleh pemeriksaan menyeluruh, termasuk dari dokter THT, pemeriksaan bera dan juga audiologi.

Kenyataan bahwa lubang telinganya tertutup itu adalah satu hal. Hal yang jauh lebih penting dari itu adalah, saya memperoleh kesadaran mengapa selama ini ia sangat mudah tantrum. Kesadaran ini juga yang membuat saya menyadari bahwa saya perlu melakukan perubahan pendekatan.

Dengan kondisi kurang pendengaran, maka ia juga mengalami keterlambatan bicara. Cara mengajar saya yang sama dengan kakaknya menjadi kurang efektif ketika dilakukan padanya. Karena ia membutuhkan pendekatan dengan intensitas yang lebih tinggi dan metode yang lebih adaptif.

Segera saya mengubah pendekatan dalam berkomunikasi. Memperbesar volume suara, memperlambat bicara, memotong panjang kalimat sehingga pesan tidak terlalu banyak, berhadapan dan menatap mata saat bicara, melakukan recheck setelah menyampaikan pesan, dll. adalah beberapa penyesuaian yang dilakukan selain mengikuti terapi bicara.

Sekitar 3 bulan sesudahnya, emosinya menjadi lebih stabil. Dan tantrum berkurang secara signifikan bahkan hilang sama sekali setelah 6 bulan kemudian.

Saya belajar, bahwa anak tantrum karena keputus-asaan dan ketidak berdayaannya mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya. Ia merasa orang tidak mendengar, tidak memahami dan bahkan mungkin tidak peduli dengan keinginannya. Di puncak frustrasinya ia pun mengamuk.

Lebih jauh juga saya melihat, bahwa orang-orang yang temperamen dan mudah marah atau masyarakat yang mudah berdemo dengan kekerasan juga karena mereka tidak bisa mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan cara yang tepat. Atau merasa tidak didengar dan dipahami orang lain. Komunikasi secara fisik lah yang akhirnya dipilih.

Karenanya orangtua dan juga guru perlu membuka komunikasi dua arah. Mengajarkan anak untuk nyaman mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Menerima dan mendengarkan dengan antusias ketika anak bicara atau bercerita.

Keuntungannya jelas. Emosi anak menjadi lebih stabil. Tantrum bisa dihindari dan peluang anak menyelesaikan masalah secara mandiri lebih besar. Dan yang juga penting, kapan pun dia punya masalah atau merasa tidak nyaman, ia akan datang pada orangtuanya sebagai tempat yang paling nyaman untuk curhat.

*Dari sesi parenting di sebuah TK di Bintaro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...