Jumat, 31 Oktober 2014
MASIH TENTANG BAKAT
Istilah "anak berbakat" yang digunakan umum dalam istilah pendidikan seolah-olah menunjukkan bahwa ada anak yang berbakat dan tidak berbakat. Anak berbakat juga dipandang memiliki "kasta" lebih tinggi dari anak lain yang tidak disebut demikian. Diferensiasi anak berbakat dan tidak berbakat itu lebih lanjut menimbulkan efek psikologis bagi anak-anak yang merasa tidak berbakat. Konsep dan harga dirinya turun dan ia kehilangan kepercayaan diri. Perlakukan guru, orangtua dan lingkungan membebaninya. Orangtua yang kerap silau dengan bersinarnya anak orang lain cenderung menuntut dan memaksa anaknya menjadi sama seperti anak orang lain yang konon katanya "berbakat." Sehingga anak tidak didorong untuk menjadi dirinya sendiri.
Kita coba memandang dengan cara lain.
1. Bakat seorang anak bisa sangat spesifik
Misalnya ada anak yang berbakat di bidang sains, bahasa, seni, musik, memasak. berbicara/mempengaruhi orang, menghafal, olah raga, dll.
2. Seorang anak bisa memiliki bakat yang bervariasi
Misalnya ada anak yang berbakat luar biasa di bidang matematika tetapi juga berbakat tinggi di bidang musik. Ada anak yang sangat berbakat bahasa dan juga jago memasak.
3. Bakat tidak hanya intelektual atau menyangkut bidang akademik. Sehingga bila nilai raport anak rendah bukan berarti ia tidak berbakat sama sekali. Bakat bisa juga berupa kepekaan memahami orang lain, kelancaran berkomunikasi, ketrampilan menggunakan alat, dll. yang tidak masuk dalam penilaian raport di sekolah.
4. Bakat tidak harus outstanding.
Performa bakat tidak harus berupa prestasi atau juara dalam bidang tertentu. Karena bakat bukan untuk dibandingkan dengan orang lain. Bakat diketahui dengan membandingkan antar aspek/kemampuan dalam dirinya sendiri. Seperti hal-nya rizki yang diberikan Allah dalam bentuk dan jumlah yang berbeda-beda, maka level keberbakatan bervariasi, namun hal itu bukan disesali ketika kita tidak menjadi yang terbaik.
Seorang kepala desa yang sukses memimpin warganya tetap memiliki bakat kepemimpinan meskipun ia tidak menjadi gubernur. Seorang Evan Dimas tetap memiliki bakat bermain sepak bola sekalipun ia tidak bermain di liga Eropa seperti Messi misalnya. Dan seorang anak yang terlihat biasa-biasa saja, tidak pernah jadi juara di kelas, tetap memiliki bakat sekalipun dia bukan yang terbaik di kelasnya.
5. Bakat adalah rizki pemberian Allah.
Karenanya adalah hak prerogatif Allah dalam menentukan kadar dan jenisnya. Tapi kita sebagai manusia punya kewajiban untuk menerima dan memanfaatkannya dengan baik sebagai bentuk penghambaan dan rasa syukur kepada Allah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki bakat dengan jenis yang berbeda dan kadar yang berbeda pula.
Pada anak pemanfaatan bakat kerapkali kurang optimal. Bakat tidak dikenali atau diabaikan bisa disebabkan karena beberapa hal berikut ini, yaitu;
1. Ketika orangtua lebih menghargai kemampuan yang lain.
Misalnya, orangtua menganggap pintar di sekolah itu penting, sehingga lebih fokus pada prestasi sekolah. Padahal ternyata anak mempunyai bakat memasak yang hebat, tapi tidak didorong, dihargai dan dikembangkan.
2. Ketika orangtua beranggapan bahwa bakat perlu dibuktikan dengan menjadi juara.
Sehingga ketika anak sudah berusaha keras dan habis-habisan tapi tidak menjadi juara, maka usahanya tetap dianggap tak ada artinya. (Duh kebayang perasaan anaknya, sakit bener rasanya ... )
3. Ketika usaha untuk mengembangkan bakat menjadi sangat menekan dan membebani atau suasananya tidak menyenangkan.
Mungkin anak memiliki bakat dalam bidang menulis. Tapi guru bahasa di sekolah kurang memberikan suasana belajar yang menyenangkan dan rewarding bagi anak. Maka bakatnya tampil kurang optimal.
4. Sebaliknya ketika usaha untuk mengembangkan bakat sangat minimal atau bahkan tidak ada sama sekali, maka anak pun tidak terdorong untuk berusaha dan mengeksplorasi kemampuannya.
*Sungguh anak adalah amanah luar biasa. Pemiliknya sejatinya adalah Sang Maha Pemberi. Perasaan bahwa kita memiliki dan punya hak untuk mengatur kerap membuat kita melampaui batasan dan melupakan hak anak. Terima anak kita apa adanya dengan segenap bakat dan kemampuannya. Tidak perlu iri pada bakat dan pencapaian anak orang lain. Karena kebahagiaan anak adalah pada penerimaan dari orang-orang yang mencintainya.
(Ngomong sambil bercermin dan sambil mencolek Budi Dar)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws
Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...
-
Ketika Beban seperti Sebongkah Batu Ada orang yang memandang beban dalam hidup seperti bongkahan batu besar yang harus dibaw...
-
HANDWRITING (Konteks Perkembangan Anak) "Belajar menulis huruf sambung ....? Apa pentingnya sih? Jaman sudah modern, bisa mengetik p...
-
LINGKARAN PENGARUH Bayangkan kita berada di pusat satu lingkaran dan kemudian di luar diri kita ada beberapa lapis lingkaran. Lingkaran ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar