Senin, 27 Januari 2020

Ulasan: MANA YANG PERLU DISAMPAIKAN PADA ANAK, DAN MANA YANG TIDAK? - yws

2 hari lalu saya membuat status dengan judul di atas. Saya berterima kasih atas semua respon yang diberikan. Komen-komen yang diberikan sungguh menarik, karena jawabannya cukup bervariasi, sekalipun masih dapat ditangkap 'benang merahnya'.
Saya akan mencob mengulasnya sekarang. Sebelumnya perlu saya garis bawahi. Bahwa ketika saya menyebut kata "anak" maka ini artinya adalah anak dalam pengertian psikologi bukan pengertian hubungan keluarga. Jadi anak adalah manusia berusia 0-12 tahun. Usia 13-17 tahun sudah termasuk remaja. Lebih dari usia 17 termasuk usia dewasa.
Prinsip pokok "mana yang perlu disampaikan dan tidak" adalah: Seberapa masalah tersebut mempengaruhi dan melibatkan hidup anak. Bila mempengaruhi maka sampaikanlah.
1. Perceraian atau perpisahan orangtua itu mempengaruhi hidup anak. Anak merasakan perbedaan, baik antara sebelum dan sesudah perceraian orangtua maupun antara dirinya dengan orang lain. Maka FAKTA itu perlu disampaikan pada anak.
2. Status anak perlu diketahui anak, karena berkait dengan hukum (agama dan hukum positif) juga mempengaruhi secara sosial. Sudah jelas kisah Rasulullah Muhammad dengan Zaid (anak angkatnya) tercantum dalam Al Qur'an tentang ini.
Btw, Insya Allah saya akan menuliskan tentang case ini lebih detail, termasuk tahapan-tahapan memberi tahunya.

3. Masalah detail relasi antar ayah dan ibu.
Tidak perlu disampaikan pada anak karena anak tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu menyelesaikan masalah orangtuanya. Dalam banyak hal, ayah/ibu menceritakan hal tersebut kepada anak untuk meminta anak berpihak pada dirinya. Yang terlupakan adalah bahwa bagi anak, baik ayah maupun ibu keduanya sebetulnya adalah sandaran. Maka ketika salah satu menghancurkan sandaran yang lain, anak kehilangan keduanya.

4. Kehadiran adik baru akan mempengaruhi seorang anak. Sama halnya seperti ketika kita harus menerima orang lain dalam hidup kita tentunya perlu proses adaptasi. Kehadiran orang baru akan membuat beberapa hak kita terambil (perhatian, ruang hidup, materi, dll). Itulah mengapa kita perlu menyiapkan anak-anak kita menghadapinya dengan cara menyampaikan sebelum adiknya hadir. Masalah iri, persaingan dan kemanjaan anak seringkali dipengaruhi karena ketidak-siapannya menghadapi perubahan hadirnya orang baru dalam hidupnya.
5. Masalah ekonomi orangtua.
Ada hal yang anak perlu terlibat ada yang tidak. Bagaimana menambah penghasilan keluarga adalah urusan orangtua, anak tidak bisa berkontribusi sehingga anak tidak perlu tahu. Tapi anak bisa terlibat dalam mengatur gaya hidupnya. Ia bisa menentukan mana kebutuhan dan keinginan, membuat prioritas, memelihara barang-barangnya, termasuk bagaimana supaya bisa berbahagia apa pun kondisi yang dihadapi.

6. Perubahan lingkungan (pindah rumah, pindah sekolah, dll).
Boleh jadi orangtua yang memutuskan pindah rumah karena berbagai pertimbangan. Akan tetapi, anak akan terimbas konsekuensinya karenanya. Oleh karena itu hal ini juga perlu dibicarakan dengan anak, supaya mereka bisa mengantisipasi perubahan-perubahan yang dalam beberapa hal mungkin tidak sesuai dengan harapan mereka.

Baiklah, setiap orangtua tentunya punya pertimbangan mengenai penting atau tidaknya hal-hal tersebut di atas disampaikan pada anak. Dan kapan waktu yang tepat untuk menyampaikannya. Apapun pilihannya, konsekuensinya sudah bisa kita prediksi. Kita sebagai orangtua selalu berada dalam posisi harus memilih mana yang konsekuensinya paling bisa kita tanggung.
Saya hanya mengajak kita bukan berfokus pada perasaan kita sendiri (nggak enak menyampaikannya, kalau anak sedih saya ikut sedih, dll), tapi berfokus pada konsekuensi obyektif yang perlu ditanggung anak bila kita menyampaikan/tidak menyampaikan. Konsekuensi obyektif itu bisa berupa konsekuensi hukum, konsekuensi sosial ataupun konsekuensi psikologis dan emosi. Dan jadikan semua dinamika hidup ini sebagai proses pembelajaran. Memberi tahu anak suatu masalah berpeluang membuat anak sedih, takut, marah dan emosi 'negatif' lainnya. Tak perlu dihindari, jadikan ini sebagai kesempatan anak untuk belajar menghadapi situasi lain yang boleh jadi lebih rumit di kemudian hari.
Boleh jadi kita merasa buruk, padahal sesungguhnya ada kebaikan di dalamnya. Bila Allah sudah berkehendak, maka pasti baik adanya. Insya Allah.
Yeti Widiati 090618

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...