(Lanjutan, tulisan kedua dari 2 tulisan)
--------------------------------------------------
--------------------------------------------------
MENYIAPKAN ANAK ANGKAT UNTUK MENGETAHUI STATUSNYA - yws
Kasus 1
Sepasang suami istri setengah baya datang berkonsultasi pada saya. Sang bapak bertanya pada saya, "Ibu kami ini tidak punya anak, dan mengambil anak perempuan dari panti asuhan sejak usianya masih 2 hari. Anak kami sekarang usianya 13 tahun. Kami semua sangat mencintainya. Menurut ibu, kapan waktu yang tepat bagi saya untuk menyampaikan pada anak saya, bahwa ia bukan anak kandung kami? Kami nggak tega, Bu, kalau anak kami menjadi sedih."
Sepasang suami istri setengah baya datang berkonsultasi pada saya. Sang bapak bertanya pada saya, "Ibu kami ini tidak punya anak, dan mengambil anak perempuan dari panti asuhan sejak usianya masih 2 hari. Anak kami sekarang usianya 13 tahun. Kami semua sangat mencintainya. Menurut ibu, kapan waktu yang tepat bagi saya untuk menyampaikan pada anak saya, bahwa ia bukan anak kandung kami? Kami nggak tega, Bu, kalau anak kami menjadi sedih."
Kasus 2
Bu, kami mengasuh seorang anak perempuan sekarang sudah 20 tahun usianya. Dia ditinggalkan orangtuanya di depan pintu rumah kami saat bayi. Entah berapa usianya, mungkin sekitar beberapa hari. Sebetulnya saat itu kami sudah punya 2 anak laki-laki, tapi karena kami kasihan pada anak itu, maka kami mengasuhnya.
Bu, kami mengasuh seorang anak perempuan sekarang sudah 20 tahun usianya. Dia ditinggalkan orangtuanya di depan pintu rumah kami saat bayi. Entah berapa usianya, mungkin sekitar beberapa hari. Sebetulnya saat itu kami sudah punya 2 anak laki-laki, tapi karena kami kasihan pada anak itu, maka kami mengasuhnya.
Waktu usia 17 tahun, kami memberitahu kenyataan yang sebenarnya. Dan dia merasa terpukul. Sejak saat itu dia sering pergi. Minta berhenti kuliah dan ingin bekerja. Dia tidak mau menerima pemberian kami lagi. Kami kecewa sekali. Mengapa dia tidak berterima kasih padahal dia sudah diasuh oleh kami selama ini. Mau jadi apa coba kalau dia tidak kami asuh dan kami sekolahkan?"
Kasus 3
Seorang perempuan bertanya pada saya. "Mbak, saya menikah pada usia yang tidak muda lagi, dan menurut dokter kondisi rahim saya tidak memungkinkan untuk memiliki anak sendiri. Kami mempertimbangkan untuk mengambil anak dari panti asuhan. Apa saja yang perlu kami persiapkan untuk mengambil anak ya, Mbak?"
Seorang perempuan bertanya pada saya. "Mbak, saya menikah pada usia yang tidak muda lagi, dan menurut dokter kondisi rahim saya tidak memungkinkan untuk memiliki anak sendiri. Kami mempertimbangkan untuk mengambil anak dari panti asuhan. Apa saja yang perlu kami persiapkan untuk mengambil anak ya, Mbak?"
Kasus 4
"Bu, kami mengasuh anak di panti. Kebanyakan adalah anak-anak yatim atau piatu yang orangtuanya tidak mampu, tapi kami masih memiliki data orangtuanya. Suatu hari ada seorang perempuan meninggalkan bayi laki-lakinya yang baru berumur 3 hari di panti kami. Sekarang anak itu sudah berusia 7 tahun dan sudah sekolah. Dia sering bertanya, "Kenapa aku tinggal di panti? Kenapa aku nggak punya bapak ibu seperti anak lain? Bagaimana kami menjawabnya ya, Bu?
---------------------------
"Bu, kami mengasuh anak di panti. Kebanyakan adalah anak-anak yatim atau piatu yang orangtuanya tidak mampu, tapi kami masih memiliki data orangtuanya. Suatu hari ada seorang perempuan meninggalkan bayi laki-lakinya yang baru berumur 3 hari di panti kami. Sekarang anak itu sudah berusia 7 tahun dan sudah sekolah. Dia sering bertanya, "Kenapa aku tinggal di panti? Kenapa aku nggak punya bapak ibu seperti anak lain? Bagaimana kami menjawabnya ya, Bu?
---------------------------
Kalau saya lanjutkan lagi cerita tentang kasus-kasus semacam ini, maka akan sangat banyak. Ada yang berakhir bahagia, ada yang biasa-biasa saja, dan tak jarang penuh sedih dan air mata.
Adalah wajar, ketika kita berbeda dari orang lain, maka kita merasa kurang nyaman. Apalagi kalau perbedaan itu dihayati sebagai lebih rendah atau lebih buruk. Cara berpikir inilah yang akan mempengaruhi emosi, konsep diri dan lebih jauh pada perilaku kita.
Dalam konteks anak angkat ini, sebelum lebih jauh, saya mengajak teman-teman yang muslim untuk menelaah kembali sejarah bagaimana Rasulullah pada masa kecil lebih sering diasuh dan dibesarkan bukan oleh orangtua kandungnya. Juga kisah Rasulullah Muhammad dengan Zaid bin Haritsah, anak angkatnya yang begitu dicintainya.
Belajar dari sejarah Rasul, maka "seharusnya" memberitahu anak tentang statusnya bisa berlangsung alamiah dan bukan menjadi hal rumit dan menguras emosi.
Namun pada kenyataannya di masyarakat kita, masalah ini menjadi rumit karena dirahasiakan dan ditunda-tunda.
Beberapa tahapan yang bisa dilakukan sebelum memberi tahu status anak.
1. Anak sudah mulai memiliki kesadaran akan lingkungan dan berpikir lebih kritis pada usia 3-4 tahun (bisa berbeda pada setiap anak).
1. Anak sudah mulai memiliki kesadaran akan lingkungan dan berpikir lebih kritis pada usia 3-4 tahun (bisa berbeda pada setiap anak).
Pada usia ini, ajaklah anak untuk mengamati lingkungannya terutama dari tumbuhan dan binatang tentang lahir, tumbuh, pengasuhan, sakit dan kematian. Cerita bebek yang telurnya dierami ayam hingga menetas boleh jadi adalah cerita alamiah yang menunjukkan bahwa yang melahirkan belum tentu sama dengan yang membesarkan. Dan itu sah-sah saja.
2. Usia SD, ceritakan anak mengenai cinta dan kasih sayang. Bahwa cinta dan kasih sayang itu tumbuh karena kedekatan, frekuensi dan intensitas hubungan. Kumpulkan kisah-kisah tentang ini dan juga orang-orang yang berhasil sekalipun tidak diasuh oleh orangtua kandungnya. Kalau tak ada, buatlah sendiri.
Kritisi pula cerita-cerita yang sudah populer tentang ibu tiri yang jahat pada anak tirinya (Cinderella, Snow White, Bawang Merah Bawang Putih, Kleting Kuning, dll) hanya karena anak tirinya tidak memiliki hubungan darah dengannya.
Boleh jadi, jauh lebih baik menceritakan sejarah Rasul setelah lahir disusui oleh Siti Halimah, sebentar tinggal bersama ibunya, lalu masa kanak-kanak diasuh kakeknya dan remaja diasuh pamannya. Atau ceritakan pula tentang kisah Zaid bin Haritsah anak angkat Rasulullah yang begitu dicintai.
3. Menjelang pubertas, jelaskan mengenai hukum (sesuai agamanya). Dalam Islam, status anak berkait dengan pernikahan dan waris. Jelaskan pula bahwa hukum itu tidak berkait dengan cinta.
Bila sampai usia dewasa (18 tahun) anak belum memahami konsep-konsep tersebut di atas, maka orangtua memiliki tanggung jawab untuk memahamkannya.
Bila sampai usia dewasa (18 tahun) anak belum memahami konsep-konsep tersebut di atas, maka orangtua memiliki tanggung jawab untuk memahamkannya.
4. Hubungan dengan orangtua/keluarga kandung
- Bila sudah meninggal, ajak anak rutin mengunjungi kuburannya. Ini bisa dilakukan sejak anak bayi sekalipun. Panggil saja itu "ibu/bapak" sementara yang mengasuh anak dipanggil "bunda/ayah".
- Bila orangtua kandung masih ada, tetap menjalin silaturrahim adalah cara yang sangat baik. Anak dengan sepenuhnya sadar, bahwa di sana ada orangtua yang membuatnya hadir ke dunia sementara ia tinggal bersama orangtua yang mengasuhnya.
- Bila orangtua kandung tidak bisa ditelusuri lagi, mengajak ke panti asuhan bisa menjadi alterntif yang bisa dipertimbangkan.
- Bila sudah meninggal, ajak anak rutin mengunjungi kuburannya. Ini bisa dilakukan sejak anak bayi sekalipun. Panggil saja itu "ibu/bapak" sementara yang mengasuh anak dipanggil "bunda/ayah".
- Bila orangtua kandung masih ada, tetap menjalin silaturrahim adalah cara yang sangat baik. Anak dengan sepenuhnya sadar, bahwa di sana ada orangtua yang membuatnya hadir ke dunia sementara ia tinggal bersama orangtua yang mengasuhnya.
- Bila orangtua kandung tidak bisa ditelusuri lagi, mengajak ke panti asuhan bisa menjadi alterntif yang bisa dipertimbangkan.
5. Bila orangtua melihat bahwa anak sudah siap menerima kenyataan, dan orangtua pun sudah siap untuk menyampaikan, maka pilih waktu yang tepat untuk menyampaikan pada anak tentang statusnya.
- Carilah waktu libur. Jangan saat sekolah apalagi mendekati ujian.
- Cari tempat yang nyaman. Di rumah atau di kamarnya biasanya adalah tempat yang cukup nyaman
- Orangtua angkat (ayah/ibu) yang wajib memberi tahu. Ajak seorang dewasa yang netral yang bisa memfasilitasi bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
- Sampaikan dengan jelas pada anak mengenai statusnya.
- Bila anak meminta alasan mengapa ia tidak diasuh oleh keluarga kandungnya, maka jelaskan sejauh yang diketahui. Tak perlu mengada-ada, berbohong, apalagi memburukkan keluarga kandungnya. Intinya, arahkan bahwa itu semua adalah ketentuan Allah, dan bahwa anak adalah anugrah dan titipan Allah untuk orangtua.
- Bila anak emosi, marah atau sedih. Beri kesempatan anak untuk mengungkapkannya dan terima emosi tersebut, karena ini adalah wajar. Orangtua tak perlu bersikap defensif, mencari-cari alasan atau membela diri.
- Beri waktu pada anak untuk mengolah dan mencerna semuanya.
- Bila anak sudah remaja, kadang dia ingin pergi dari rumah. Maka sebelum itu terjadi, tawarkan saja pada anak tempat yang bisa dikunjungi sehingga orangtua tahu dan bisa memonitor.
- Bila anak ingin bertemu dengan keluarga kandungnya, bantu dan temani. Tak perlu dilarang. Anak tidak akan "hilang", dia hanya perlu memuaskan rasa ingin tahunya.
- Carilah waktu libur. Jangan saat sekolah apalagi mendekati ujian.
- Cari tempat yang nyaman. Di rumah atau di kamarnya biasanya adalah tempat yang cukup nyaman
- Orangtua angkat (ayah/ibu) yang wajib memberi tahu. Ajak seorang dewasa yang netral yang bisa memfasilitasi bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
- Sampaikan dengan jelas pada anak mengenai statusnya.
- Bila anak meminta alasan mengapa ia tidak diasuh oleh keluarga kandungnya, maka jelaskan sejauh yang diketahui. Tak perlu mengada-ada, berbohong, apalagi memburukkan keluarga kandungnya. Intinya, arahkan bahwa itu semua adalah ketentuan Allah, dan bahwa anak adalah anugrah dan titipan Allah untuk orangtua.
- Bila anak emosi, marah atau sedih. Beri kesempatan anak untuk mengungkapkannya dan terima emosi tersebut, karena ini adalah wajar. Orangtua tak perlu bersikap defensif, mencari-cari alasan atau membela diri.
- Beri waktu pada anak untuk mengolah dan mencerna semuanya.
- Bila anak sudah remaja, kadang dia ingin pergi dari rumah. Maka sebelum itu terjadi, tawarkan saja pada anak tempat yang bisa dikunjungi sehingga orangtua tahu dan bisa memonitor.
- Bila anak ingin bertemu dengan keluarga kandungnya, bantu dan temani. Tak perlu dilarang. Anak tidak akan "hilang", dia hanya perlu memuaskan rasa ingin tahunya.
6. Selalu ada kemungkinan anak tahu lebih dahulu tentang statusnya sebelum diberi tahu.
Entah ia menemukan sendiri atau pun ada orang lain yang memberi tahu. Bila hal itu terjadi, kembali ke poin 5 dan lakukan tahapan tsb.
Entah ia menemukan sendiri atau pun ada orang lain yang memberi tahu. Bila hal itu terjadi, kembali ke poin 5 dan lakukan tahapan tsb.
Dalam tulisan pertama saya menjelaskan mengenai "insecure" (perasaan tidak aman) yang sangat mungkin muncul ketika anak mengetahui statusnya dan harus mengubah identitas dirinya. Reaksi emosi yang muncul, seringkali didasari oleh insecure tersebut. Oleh karena itu, tugas orangtua adalah memberikan assurance/jaminan bahwa anak tetap dicintai dan dilindungi, secara fisik, psikologis dan ekonomi.
Hal yang perlu dicatat adalah poin-poin di tulisan pertama perlu dilakukan dulu. Ini (biasanya) akan membuat fondasi yang cukup kuat bagi anak. Sekalipun ia sedih, ia relatif lebih cepat bangkit dan mengembangkan diri.
Wallahu'alam
Yeti Widiati 100618
Tidak ada komentar:
Posting Komentar